Advertisement

Embung Julantoro jadi Rebutan Warga Bantul

Ujang Hasanudin
Selasa, 15 Mei 2018 - 19:50 WIB
Bhekti Suryani
Embung Julantoro jadi Rebutan Warga Bantul Embung Julantoro di Dusun Karangnongko RT 08, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, yang dikeluhkan warga, karena minimnya fasilitas pengamanan. - Harian Jogja/Ujang Hasanudin

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL- Rebutan pengelolaan embung Julantoro di Dusun Karangnongko, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, mulai mengemuka. Embung seluas sekitar dua hektare yang menjadi salah satu destinasi wisata di Bantul itu belum jelas siapa yang paling berhak mengelola.

Sementara warga RT 008 Karangnongko sudah membentuk komunitas kelompok sadar wisata (Pokdarwis) untuk mengelola embung. Bahkan warga RT 008 menolak tegas usulan penutupan embung Julantoro, seperti yang diusulkan belasan warga lainnya saat mendatangi balai desa setempat pada Senin (15/5/2018).

Advertisement

Usulan penutupan sementara embung sebelumnya disampaikan oleh belasan warga dari beberapa pedukuhan di sekitar embung di Balai Desa Panggungharjo. Sarono, salah satu warga RT 008 Karangnongko memastikan semua warga RT 008 tidak ada yang ikut dalam penyampaian aspirasi penutupan embung.

"Keberadaan embung itu sangat bermanfaat bagi warga, kami tidak setuju ditutup," kata Sarono, saat dihubungi Selasa (15/5/2018).

Warga RT 008 selama ini yang mengelola sementara embung Julantoro dan Sarono adalah koordinatornya. Sarono mengakui sudah membentuk Pokdarwis. Namun Pokdarwis tersebut belum didaftarkan di Desa Panggungharjo maupun Dinas Pariwisata Bantul.

Meski belum terdaftar Sarono mengatakan warganya sudah mulai menyusun program pengelolaan embung. Bahkan ada petugas khusus kebersihan di sekitar embung dari warga sekitar. Ia menampik dalam penyusunan pengurus Pokdarwis tidak melibatkan warga lainnya yang berdekatan dengan embung.

Ada tiga pedukuhan yang ada di sekitar embung, yakni Karangnongko, Kweni, dan Pelemsewu. Namun yang paling dekat adalah Pedukuhan Karangnongko, khususnya RT 008. Sarono mengatakan dalam beberapa kesempatan rapat pembentukan Pokdarwis, warga di luar RT 008 yang diundang tidak hadir dan proses pembentukan Pokdarwis terus berlanjut.

"Kami warga yang paling dekat dengan tlogo memiliki rasa handarbeni [rasa memiliki] untuk merawat tlogo," kata Sarono.

Sarono juga menampik disebut pengelola. Pria yang sehari-harinya bertugas sebagai abdi dalem Kraton Ngayogyakarta ini mengaku hanya ingin menyadarkan masyarakat pentingnya merawat embung Julantoro dan bagaimana embung tersebut memberikan banyak manfaat untuk warga, khususnya dari sisi pariwisata.

Terkait kecelakaan dua bocah usia 8 tahun yang tenggelam pada akhir April lalu, Sarono mengatakan insiden tersebut menjadi pembelajaran untuk melengkapi fasilitas keamanan di sekitar embung. "Tapi bukan berarti embungnya ditutup, melainkan pengadaan fasilitas dan perbaikan kepengurusan Pokdarwis yang paling pas," ucap dia.

Pihaknya juga siap merombak kepengurusan Pokdarwis dan melibatkan banyak warga tanpa harus menutup embung karena keberadaan embung sangat bermanfaat untuk pengairan sawah, penghijauan, dan berpotensi menjadi destinasi wisata di wilayah tersebut.

Sebelumnya, belasan warga mendatangi Desa Panggungharjo dan menemui lurah desa setempat. Mereka menyampaikan aspirasi terkait pengelolaan embung yang merenggut dua nyawa.

Namun di sisi lain, salah satu warga yang ikut dalam penyampaian aspirasi tersebut mengakui warga di luar RT 008 juga ingin ikut dalam pengelolaan embung. Ia tidak ingin embung tersebut hanya dikuasai warga RT 008. Jika warga RT 008 merasa paling berhak, kata dia, maka pengelola harus bertanggung jawab sepenuhnya atas insiden meninggalnya dua warga.

Warga tersebut juga sempat geram saat ada acara mancing bersama tidak melibatkan warga di luar Karangnongko.

Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi mengaku dalam posisi serba salah. Menurut dia, aset embung Julantoro hingga saat ini belum diserahkan dari Pemda DIY ke Desa Panggungharjo, sehingga pihak desa belum sepenuhnya leluasa mengambil alih pengelolaan. Di sisi lain, sudah ada masyarakat yang mengklaim berhak mengelola.

Ia tidak ingin berpihak pada salah satu kelompok. "Status pengelolaan embung masih ngambang siapa yang berhak karena asetnya belum diserahterimakan. Ada satu klompok yang merasa berhak mengelola, harus kami perhatikan juga, poisisnya agak ewuh memang," ungkap Wahyudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Program Desa Bersih Narkoba Bisa Menggunakan Dana Desa

News
| Selasa, 23 April 2024, 17:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement