Advertisement
Forpi Temukan Indikasi Pungutan Seragam di Bantul
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL--Forum Pemantau Independen (Forpi) Bantul menerima aduan pengadaan seragam oleh salah satu SMK di Bantul. Tahap pengadaan seragam telah sampai pada rapat rincian anggaran.
Koordinator Divisi Pengaduan Forpi Bantul, Abu Sabikhis mengatakan laporan masuk ke Forpi Bantul pada Rabu (11/7/2018). Laporan tersebut kini tengah ditelusuri lebih jauh oleh Forpi Bantul.
"Akan ditelusuri lagi bersama Ombudsman RI [ORI] DIY, untuk memastikan apakah itu masih pungutan yang diperbolehkan atau tidak," kata Abu. Pasalnya, wali murid tidak diwajibkan membeli seragam dari sekolah. Tenggat waktu pun tidak diberikan pihak sekolah.
Abu mengatakan setiap wali murid di SMK tersebut ditawari membeli seragam jadi sebesar Rp600.000. Namun Abu mengatakan di sekolah itu, menurut laporan yang masuk, dimintai uang gedung sebesar Rp5 juta. Abu mengaku pihaknya juga belum menelusuri hal tersebut lebih jauh.
Abu mengatakan sanksi dan verifikasi lapangan akan dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY. Sejauh ini masih dilakukan koordinasi terkait temuan tersebut.
Sebelumnya, Kepala ORI DIY Budhi Matshuri memaparkan perbedaan pungutan dan sumbangan yang sedang dikritisi ORI DIY. "Pungutan dengan sumbangan bedanya apa? Kami sendiri mengkritisi hal itu. Jika ada angka dan ditentukan tenggat waktu bayarnya, maka itu pungutan. Jika tidak ditentukan, itu sumbangan. Namun definisi itu juga ada kelemahannya," kata Budhi.
Budhi mengatakan pungutan juga dapat didefinisikan sebagai hal yang dilakukan tanpa ada dasar dan legalitas oleh orang yang tidak berwenang. Seperti pada kasus di salah satu SMP negeri di Sleman.
Disdikpora DIY melarang sekolah menjual seragam dalam proses PPDB 2018. Setiap siswa diberikan kebebasan membeli seragam sendiri menyesuaikan dengan warna seragam setiap sekolah.
Kabid Perencanaan dan Standardisasi Pendidikan Disdikpora DIY Didik Wardaya menjelaskan sama seperti tahun sebelumnya sekolah tidak diperbolehkan menjual atau mengoordinasikan pembelian seragam. Hal itu dikhawatirkan menimbulkan beban tersendiri bagi peserta didik karena harus membeli seragam dengan kualitas yang sama. Sementara para siswa memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda.
“Peserta didik bebas mau beli seragam di mana saja sesuai dengan ketentuan warna yang ditetapkan sekolah,” kata Didik, Selasa (12/6/2018).
Ia menambahkan ketentuan larangan menjual seragam di sekolah sebenarnya merupakan aturan lama. Larangan ini berlaku setiap tahun dalam proses PPDB. Hanya, dinas tetap mengeluarkan edaran perihal informasi larangan tersebut untuk mengingatkan setiap sekolah.
Didik berharap masyarakat bisa memberikan informasi kepada dinas jika masih ada sekolah yang membebankan pembelian seragam kepada siswa. Harapannya, sekolah memberikan pendampingan dengan memberikan petunjuk seperti warna yang sesuai dengan seragam sekolah tersebut.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Penyelundupan Pil Koplo di Lapas Jogja Digagalkan, Kemenkumham DIY
- Rentetan Gempa Bawean Terus Menurun, BMKG Catat Gempa Susulan Mencapai 333 Kali
- BRI Bagikan Paket Sembako dan Santunan bagi Anak Yatim di Jogja
- Polda DIY Siapkan Antisipasi Lalu Lintas Selama Libur Lebaran 2024
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jogja, Kamis 28 Maret 2024
Advertisement
Advertisement