Advertisement

Disbud Jogja Kembalikan Tata Nilai Bangunan Kotagede

Abdul Hamied Razak
Rabu, 25 Juli 2018 - 05:17 WIB
Nina Atmasari
Disbud Jogja Kembalikan Tata Nilai Bangunan Kotagede Suasana di Pasar Kotagede. - Harian Jogja/Nina Atmasari

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA- Kawasan Kotagede menjadi salah satu Kawasan Cagar Budaya (KCB) yang tidak hanya perlu dilestarikan. Tata nilai bangunan bersejarah di wilayah ini juga perlu ditonjolkan agar ada cerita yang muncul dari KCB tersebut.

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Jogja Eko Suryo Maharsono mengatakan pemugaran BCB tidak akan ada artinya jika tata nilai bangunan tersebut tidak dimunculkan. Oleh karenanya, tata nilai bangunan bangunan pada heritage tidak boleh dipisahkan.

Advertisement

"Ini penting supaya bangunan itu terbaca sehingga ada cerita. Nah mengembalikan tata nilai ini untuk menunjang adanya cerita," katanya dalam Workshop Tata Nilai Kejogjakartaan dalam Bangunan Heritage di Ndalem Natan Royal Heritage, Selasa (24/7/2018).

Dia menyontohkan salah satu bangunan yang dipugar seperti Pasar Kotagede. Menurutnya, pasar tersebut tidak menunjukkan adanya cerita sebagai pasarnya orang Kalang (perajin ukir asal Bali). Tetapi hanya mengembalikan bentuknya seperti pasar lama.

"Itu menurut saya tidak memiliki nilai, tidak ada ceritanya sebagai pasar orang Kalang. Pasar orang Kalang punya ciri khusus tidak berupa beton kota seperti itu," katanya.

Dengan mengembalikan bentuk bangunan seperti aslinya itu, menurut Eko, yang memiliki nilai. Oleh karenanya, pemugaran BCB itu tidak sekadar mengembalikan bangunan fasad menjadi baru tetapi juga harus mengembalikan juga bentuk esensi dari bangunan tersebut. "Ini agar bangunan itu bisa terbaca ada ceritanya. Dengan begitu ada nilainya," kata dia.

Disbud dalam waktu dekat, kata Eko, akan menjadikan satu rumah percontohan milik warga untuk dikembalikan ke asalnya. Selain itu, secara kawasan bangunan di sepanjang Jalan Mondorakan, Prenggan Kotagede juga akan dikembalikan ke bentuk aslinya. Hal serupa juga akan dilakukan di kawasan Kemasan.

"Bangunan rumah di selatan Pasar Kotagede ini memiliki cerita dan keunikan sendiri. Ada rumah yang patah-patah, menggok-menggok yang sebenarnya ingin ditonjolkan," katanya.

Di kawasan tersebut banyak orang kaya di mana bangunan rumah yang patah-patah itu bertujuan untuk menonjolkan seninya. Dengan begitu, orang bisa mengaguminya. Kondisi berbeda, kata Eko berada di sepanjang jalan Mondorakan di mana bangunannya justru membelakangi jalan.

"Kalau bangunan-bangunan unik ini dikembalikan, ada nilainya. Ke depan akan menjadi daya tarik wisatawan, dan menyejahterakan warga," ujarnya.

Sekadar diketahui, Kotagede termasuk satu dari enam wilayah KCB di DIY berdasarkan Perda DIY No.6/2012 tentang pelestarian warisan budaya dan cagar budaya. Selain Kotagede, yang termasuk KCB adalah Kraton, Pakualaman, Malioboro, Kotabaru, dan Imogiri yang terletak di Kabupaten Bantul.

Sebagai penyangga Keistimewaan DIY, maka keberadaan keenam KCB tersebut menjadi modal bagi Pemkot untuk membangun kota yang berbudaya. Dengan budaya, sinergitas dan kebersamaan antara pemangku kebijakan dan masyarakat mampu terjalin dengan baik.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Jogja Revianto B. Santosa mengatakan untuk mengembalikan tata nilai bangunan bersejarah di KCB Kotagede perlu sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) yang ada. Pasalnya, pengembalian fasad pada kondisi semula tidak bisa ditangani oleh satu OPD.

"Sebabnya, kewenangan masing-masing OPD berbeda sehingga perlu sinergitas program," kata Wakil Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII itu.

Dia berharap, sinergi antarlembaga bisa dilakukan untuk mewujudkan pelestarian BCB. Tidak hanya di Kotagede tetapi juga di lokasi lainnya. "Sinergi program seperti ini masih menjadi salah satu pekerjaan rumah. Jangan sampai setelah ada pemugaraan bentuk fisik bangunan, penunjang bangunan seperti drainase tidak dilakukan," katanya.

Ketua Dewan Kebudayaan Kota (DKK) Jogja Ahmad Charris Zubair menyebut Kotagede memiliki bangunan heritage dan kultur yang unik. Kotagede, kata Charris, juga memiliki potensi budaya yang tidak dimiliki oleh wilayah lainnya.

Setidaknya ada lima potensi yang bisa dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti Kotagede menjadi ibu kota kerajaan Mataram dan jejaknya hingga saat ini masih utuh, seperti masjid, istana Kraton, pemandian, dan makam. "Termasuk juga potensi arsitektur tradisional," katanya.

Charris mengklasifikasikan setidaknya ada tiga tiga tipe arsitektur kuno di wilayah Kotagede, Potensi arsitektur bisa dilacak yaitu Hindu-Islam Jawa, Jawa Islam, dan Hindis yang masih terawat. Selain itu banyak lokasi yang menyimpan sejarah seperti Masjid Agung Kotagede, Pasar Kotagede, Makam Raja-raja Mataram hingga Situs Watu Gilang.

Di sepanjang jalan, banyak terdapat perajin perak maupun batik yang sudah turun-temurun sejak zaman Mataram. "Adapun potensi lainnya adalah kesenian, kuliner, dan nilai-nilai budaya sehari-hari di Kotagede," kata Dewan Penasihat BPKCB Kotagede itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ramadan Berkah, PLN Kudus Salurkan Ratusan Paket Bantuan bagi Korban Banjir di Kudus dan Demak

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 10:37 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement