Advertisement

Dampak Pelemahan Rupiah, Harga Kedelai Impor Naik, Pengrajin Tahu di Gunungkidul Panik

Herlambang Jati Kusumo
Jum'at, 07 September 2018 - 17:17 WIB
Nina Atmasari
 Dampak Pelemahan Rupiah, Harga Kedelai Impor Naik, Pengrajin Tahu di Gunungkidul Panik Pekerja melakukan proses pembuatan tahu di Dusun Sumbermulyo, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Kamis (6/9/2018). - Harian Jogja/Herlambang Jati Kusumo

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL --Nilai tukar Dolar Amerika yang semakin melambung dan rupiah melemah menjadi keresahan tersendiri bagi para pengrajin tahu di Dusun Sumbermulyo, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari.

Secara tidak langsung harga kedelai impor yang digunakan para pengrajin ikut terseret naik. Salah satunya dirasakan pengrajin tahu di Sumbermulyo, Sakiyo, mengatakan pada dua bulan lalu harga kedelai Rp6.800/kg saat ini sudah mencapai Rp7.400/kg.

Advertisement

"Kenaikan terus terjadi akhir-akhir ini padahal normalnya Rp6.500/kg. Disini rata-rata setiap hari pengrajin tahu di sekitar Sumbermulyo berjumlah 17 pengrajin," kata Sakiyo, Kamis (6/9/2018).

Sakiyo yang melanjutkan usaha orangtuanya itu mengakui pernah mengalami hal yang sama dengan kenaikan harga kedelai import pada 1,5 tahun lalu sempat naik menjadi Rp8.200/kilogram. Meski hanya terjadi beberapa hari saja, hal tersebut cukup berat menurutnya.

Saat ini untuk mengakali kenaikan harga kedelai tersebut pihaknya berkoordinasi untuk menaikkan harga tahu. Selain itu beberapa jenis tahu disusutkan ukurannya untuk mengurangi kerugian. "Untuk kenaikan harga saat ini tengah digodok dengan pengrajin lainnya yakni sekitar Rp3.000 perpapan," katanya.

Menurutnya sejak mulai naiknya harga kedelai, setiap satu ton kedelai yang dijadikan tahu, pihaknya mengalami penurunan omzet hingga Rp1 juta. Saat ini pihaknya coba mengakali agar tidak rugi dengan satu papan yang biasanya 25 tahu sekarang menjadi 35.

Sakiyo menuturkan kualitas kedelai lokal sebenarnya memiliki kwalitas yang lebih baik. Jika impor kedelai didiamkan satu sampai satu setengah bulan sari patinya berkurang, berbeda dengan kedelai lokal. Namun hal tersebut tidak dibarengi dengan stok kedelai lokal yang melimpah.

Bulan ini menjadi berat menurutnya dengan kenaikan harga sejumlah keperluan. Selain kedelai harga kayu bakar meningkat dan solar juga sulit didapat. Iapun berharap kenaikan harga tersebut menjadi perhatian pemerintah.

Pengrajin tahu lainnya Agung Gunawan mengungkapkan omzetnya menurun. Terkait harga sendiri Agung mengaku belum akan menaikan, masih menunggu kesepakatan bersama. "Semoga harga kedelai segera stabil, sehingga harga tidak naik juga," kata Agung.

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan, Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengklaim sebenarnya pemerintah telah mendorong petani untuk menanam kedelai lokal.

"Kami mendorong terus petani untuk menambah luasan lahan. Tahun lalu 3.000 hektare. Saat ini menjadi 5.000 hektare. Produksi kedelai tahun ini mencapai 6.000 ton. Kami juga membantu untuk kemudahan memperoleh bibit dan pupuk," ucapnya.

Minat petani saat ini untuk menanam kedelai dinilai masih rendah, jika dibanding wilayah lainnya. Menurutnya petani di Gunungkidul lebih memilih menanam kacang tanah, karena lebih murah dan mudah.

Permasalahan lainnya para petani tidak bisa menanam sepanjang waktu. Saat kemarau hanya beberapa kecamatan yang menanam seperti Patuk dan Nglipar dengan luasan sekitar 200 hektare.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement