Advertisement

Indonesia Darurat Matematika, Guru Harus Berinovasi

Bernadheta Dian Saraswati
Kamis, 15 November 2018 - 09:10 WIB
Laila Rochmatin
Indonesia Darurat Matematika, Guru Harus Berinovasi Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Inovasi guru dalam mengajar menjadi faktor utama para pelajar menyukai mata pelajaran matematika. Sekalipun ilmu hitung, guru harus tetap menyampaikan materi dengan lebih kontekstual.

Hal tersebut perlu menjadi perhatian serius para tenaga pendidik di Indonesia mengingat hasil penelitian program Research on Improvement of System' Educational (RISE) mengatakan kemampuan siswa di Indonesia dalam memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda signifikan antara siswa yang masuk SD dan yang sudah tamat SMA.

Guru Besar Matematika UGM Widodo mengakui di beberapa kota terutama di daerah pinggiran, kemampuan siswa dalam memahami matematika masih kurang. Kondisi tersebut disebabkan banyak guru di tingkat SD yang menyampaikan matematika sebagai ilmu hafalan. Tidak jarang para siswa secara langsung dihadapkan dengan angka, rumus, dan lambang.

"Harusnya soal matematika itu dikontekskan. Misalnya dua tambah dua ya dikontekskan dengan dua kelinci misalnya. Sehingga anak itu mengerti mana angka dua dan mana bilangan dua,," katanya, Rabu (14/11/2018).

Ia tidak menampik jika kemudian ilmu hitung ini banyak ditakuti siswa. Menurutnya, hal itu terjadi karena tiga hal yaitu dari segi buku, guru, dan siswanya sendiri. Dari sisi buku, Widodo mengatakan banyak buku pelajaran Matematika yang langsung mengenalkan lambang dan rumus-rumus. Seharusnya materi tersebut dapat digambarkan dengan kondisi real kehidupan siswa sehari-hari sehingga siswa mudah memahami. Dibawa dalam konteks gambar maupun sebuah narasi.

Advertisement

Dari sisi pengajar, para guru yang mengajar hanya sebagai rutinitas semata. "Guru harus melihat zaman, teknologi, dan muridnya juga. Perlu belajar dari berbagai macam buku," katanya.

Sementara dari siswanya sendiri, masih ada anggapan matematika menakutkan yang berkembang di kalangan pelajar dan membuat siswa terjebak dalam rasa ketakutan serta susah untuk mempelajari matematika lebih dalam.

"Sebetulnya anggapan kalau matematika itu sulit itu keliru. Harusnya budaya ini dihapus agar bisa belajar matematika lebih menyenangkan yang ditunjang dengan buku yang lebih konteks dan guru yang berinovasi," kata Widodo.

Guru Besar yang pernah memimpin Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika ini meyakini jika seseorang lemah dalam belajar matematika saat SD, maka saat beranjak SMP dan level pendidikan di atasnya tetap akan merasa sulit. Untuk itu perombakan sistem belajar matematika di kelas SD harus mulai diubah.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah menerapkan higher order thinking skills atau HOTS untuk mengantisipasi Indonesia dari darurat matematika.

"Kita kan sebetulnya sudah mengantisipasi dan mendeteksi gejala itu. [Oleh] karena itu, tahun ini kita sudah berlakukan ujian nasional dengan standar HOTS untuk merespons ketertinggalan siswa-siswa kita di dalam [mata pelajaran] Matematika," ucap Muhadjir, Selasa (13/11/2018).

Muhadjir menyampaikan HOTS tidak hanya diperuntukkan untuk mata pelajaran Matematika melainkan juga untuk mengasah kecerdasan anak didik dalam penguatan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Bahasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

10 Orang Tewas Usai Dua Helikopter Militer Malaysia Tabrakan, Berikut Kronologinya

News
| Selasa, 23 April 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement