Advertisement

SABDA RAJA JOGJA : Kedepankan Persaudaraan, Kerabat HB X Dorong Perdamaian Lewat Dewan Saudara

Ujang Hasanudin
Jum'at, 22 Mei 2015 - 11:20 WIB
Mediani Dyah Natalia
SABDA RAJA JOGJA : Kedepankan Persaudaraan, Kerabat HB X Dorong Perdamaian Lewat Dewan Saudara Adik dan kerabat Sri Sultan HB X berziarah di makan Imogiri, Rabu (6/5/2015). (JIBI/Harian Jogja - Arief Junianto)

Advertisement

Sabda Raja Jogja dan polemik yang ada coba diselesaikan lewat Dewan Saudara.

Harianjogja.com, JOGJA—Kerabat Raja Kasultanan Nyayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB X, mendorong penyelesaian masalah Kraton melalui Dewan Saudara Kraton atau Dewan Keluarga.

Advertisement

Dewan Saudara Kraton segera berkumpul di Jogja untuk membahas nasib Kasultanan menyusul perdebatan mengenai Sabda Raja dan Dawuh Raja yang dikeluarkan HB X beberapa waktu lalu. Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Hadisuryo, putra HB IX dari istri pertamanya, Gusti Raden Ayu
(GRAy) Pintokopurnomo, menyatakan semua putra-putri HB IX yang disebut Dewan Saudara harus
bertemu untuk menyelesaikan konflik Kraton.

“Tinggal keputusan bersama Dewan Saudara,” kata Hadisuryo seusai menemui HB X di Gedung Jene,
Kompleks Kraton, Kamis (21/5/2015) pagi.

Hadisuryo bertemu dengan Sultan selama lebih kurang satu jam dari pukul 07.30 WIB sampai 08.30 WIB. Ia menghadap Sultan bersama saudara perempuannya Gusti Bendoro Raden Ayu (GBRAy) Murdokokusumo, dan keponakannya, Raden Mas Oggy Santigi.

Hadisuryo mengaku mendengar informasi perdebatan di Kraton dari media dan adik-adiknya yang lebih dahulu bertemu Sultan. Kemudian, saat bertemu Sultan, dirinya memperoleh penjelasan mengenai Sabda Raja dan Dawuh Raja.

Hadisuryo menolak adanya Sabda Raja yang berisi perubahan gelar dan Dawuh Raja yang berisi pengangkatan putri mahkota. Namun ia tetap akan mengedepankan persaudaraan untuk menyelesaikan perseteruan tersebut.

Ia mempersilakan Sultan mengganti gelar dan mengangkat putri mahkota dengan alasan memperoleh wangsit dari leluhur. Namun, Hadisuryo sulit mempercayai itu.

“Kami tetap beda pendapat,” kata Hadisuryo.

Menurutnya, Sultan sudah memahami Sabda Raja dan Dawuh Raja akan menuai polemik. Hadisuryo juga khawatir persoalan internal Kraton akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Meski terjadi perbedaan, dia mengharapkan semua rayi dalem tetap solid.

Hadisuryo menambahkan dalam pertemuan dengan Sultan, dirinya juga diminta Sultan untuk menjembatani komunikasi dengan para rayi dalem. Oleh karena itu, setelah bertemu Sultan, Hadisuryo
berencana melakukan pertemuan dengan putra-putri HB IX yang berjumlah 15 orang (11 laki-laki dan
empat perempuan). Keturunan HB IX itu akan berembuk.

“Kami akan berikan solusi terbaik, setelah berkumpul semua,” ujar dia.

Hadisuryo mengharapkan masukan tidak hanya dari trah HB IX, tetapi juga dari keluarga HB sebelumnya karena Kraton, kata dia, bukan milik perorangan, melainkan milik lembaga.

Sementara itu, adik Sultan HB X, GBPH Yudhaningrat mengatakan semua rayi dalem harus berkumpul. Namun ia belum tahu kapan pertemuan rayi dalem akan digelar.

“Nanti malam [kemarin] saya baru mau bertemu Mas Hadisuryo,” kata dia.

Adik HB X lainnya, GBPH Prabukusumo pun belum tahu kapan pertemuan Dewan Saudara bisa digelar. Menurut Gusti Prabu, sapaan akrab Prabukusumo, ada beberapa sepupunya yang mendukung perubahan gelar Sultan.

Sebelumnya, saat menerima kunjungan Harian Jogja di Kantor Gubernur Kepatihan, Selasa (19/5/2015), HB X mengatakan semua keputusan menyangkut persoalan Sabda Raja dan Dawuh Raja ada di tangan Raja. Menurutnya, Paugeran ditentukan oleh Raja dan bisa diubah.

“Dulu, orang masuk Kraton harus membuka baju. Tetapi ketika zaman HB IX diubah dengan membolehkan menggunakan baju. Apa itu disebut melanggar Paugeran? Kan tidak,” tegasnya.

Sultan kembali mengatakan apa yang dia lakukan adalah pesan dari leluhur meskipun tidak didukung
para saudara.

“Pada Reformasi 1998 saya juga sendirian ketika meminta Pak Harto [Soeharto] turun [dari jabatannya
sebagai Presiden]. Waktu itu tidak ada saudara yang mendukung karena dianggap terlalu berisiko
berhadapan dengan Pak Harto. Tetapi saya melaksanakan karena memang begitu perintahnya [pesan
leluhur]. Saya harus puasa 30 hari waktu itu. Dan nyatanya sehari setelah itu Pak Harto turun,” ujar
dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement