Advertisement
Diminta Berhenti Menambang, Warga Trimulyo Ngeyel
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Diminta berhenti menambang oleh Pemkab Bantul, para penambang batu di Bukit Mengger, Dusun Trimulyo, Jetis, Bantul, menolak. Faktor ekonomi menjadi alasan mereka untuk terus menambang di lokasi itu.
Aktivitas di bukit yang masuk dalam lahan Sultan Grond (SG) itu dilakukan di beberapa sisi seperti Dusun Kembangsongo, Trimulyo, Jetis; Plenting, Wukirsari, Imogiri; Dusun Dahromo, Pleret; dan Sindet, Trimulyo.
Advertisement
Bukit mengger terdiri dari batu dan gamping. Warga sekitar hanya menambang batunya. Di bawah bukit sudah banyak perumahan yang berjejer, selain pemukiman warga. Perumahan tersebut, kata Sukidi baru ada sekitar 1995 lalu, sementara aktifita penambangan sudah puluhan tahun.
Ngadiman, 45, warga Dusun Kembangsongo II mengaku mulai menambang sejak usia 15 tahun. Saat ini ia juga mengikuti ayah dan kakeknya yang sudah lebih dulu menambang batu di Bukit Mengger. Lokasi bukit tepat berada di belakang rumahnya.
Aktivitas penambangan tersebut menjadi mata pencaharian dia dan sejumlah warga sekitar bukit. Dalam sehari penghasilan dari penambangan ia bisa memperoleh Rp300.000. “Paling minim masih dapat Rp100.000. Dengan penghasilan itu, saya mampu menyekolahkan anak saya,” kata dia saat ditemui Harian Jogja di rumahnya, Jumat (12/10).
Dia mengaku ada sekitar 50 kepala keluarga di Dusun Kembangsongo yang menggantungkan hidupnya dari bukit Mengger. Belum termasuk warga di dusun lainnya. Batu-batu hasil tambang itu ia jual ke pengepul di wilayah DIY.
Ngadiman mengakui sejak beberapa bulan terakhir banyak permintaan untuk menghentikan aktifitas penambangan, termauk dari Pemerintah Kabupaten Bantul. Namun pihaknya tetap kukuh pada pendiriannya. "Menambang batu ini pekerjaan kami, lahan penghidupan kami. Kalau disuruh berhenti mau kerja apa. Apa mereka mau menggaji kami," ujar Ngadiman.
Dalam kesempatan sosialisasi yang digelar Pemda DIY dan Pemkab Bantul, Rabu (10/10) malam lalu, Ngadiman pun ngotot tidak akan menghentikan aktivitas penambangannya karena belum ada pekerjaan lain yang bisa diandalkan.
Dia bahkan menuding pihak yang meminta menghentikan aktivitas penambangan itu adalah investor yang ingin mengembangkan wisata di Bukit Mengger yang diakuinya juga bukan dari warga sekitar. “Toh nanti warga juga berhenti [menambang] kalau batu di bukit [Mengger] sudah tidak bisa ditambang [sudah habis],” ucap dia.
Tenaga Ahli Bupati Bantul, Bidang Perekonomian, Bambang Priyambodo mengatakan aktivitas penambangan yang dilakukan warga di bukit mengger tidak berizin. Selain itu aktivitas tersebut dapat merusak lingkungan dan membahayakan bagi warga. "Karena kawasan itu kan masuk jalur sesar opak jika terus ditambang bisa menutupi jejak sesar," kata Bambang.
Dia mengatakan Pemkab Bantul sudah berupaya meminta warga untuk menghentikan penambangan sejak 2016 lalu. Permintaan tersebut merupakan perintah Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Namun sampai sekarang masih ada warga yang menambang.
“Saya menyadari penambangan tersebut jadi penghidupan masyarakat sekitar. Namun, menurutnya warga juga harus memahami dampak negatif dari aktifitas penambangan tersebut,” ucap dia.
Kasi Trantib Satpol PP DIY Nur Hidayat berharap polemik yang terjadi di kawasan penambangan yang ada di Trimulyo itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Menurut dia, Pemkab dan Pemdes Trimulyo bisa menjembatani polemik tersebut sehingga tidak ada yang harus dirugikan. “Toh tujuannya kan sama-sama baik,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pemberantasan Judi Online, Pakar Keamanan Siber: Penegakan Hukum Harus Maksimal
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Terbaru! KRL Jogja-Solo Sabtu 20 April 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan
- Jadwal KRL Solo-Jogja, Berangkat dari Palur Sabtu 20 April 2024
- Jadwal Buka Depo Sampah di Kota Jogja
- Jadwal Pemadaman Listrik Sabtu 20 April 2024: Giliran Sleman dan Kota Jogja, Cek Lokasinya!
- Wanita Berkebaya Gelar Aksi dengan Mata Tertutup di Tugu Jogja, Merespons Jelang Pembacaan Putusan MK
Advertisement
Advertisement