Advertisement

Indeks Pembangunan Manusia di Gunungkidul Terendah di DIY

Rahmat Jiwandono
Rabu, 27 Maret 2019 - 22:17 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Indeks Pembangunan Manusia di Gunungkidul Terendah di DIY Ilustrasi siswa sekolah - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gunungkidul terendah di DIY. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Gunungkidul, IPM di Bumi Handayani pada 2016 sebesar 67,82, naik menjadi 68,73 pada 2017 atau masuk kategori sedang. Meski ada peningkatan sebesar 1,34, namun IPM di Gunungkidul masih terendah.

Pejabat Fungsional Statistik BPS Gunungkidul, Rendi Yudianto, menuturkan ada empat indikator yang memengaruhi IPM di antaranya angka harapan hidup (AHH), harapan lama sekolah (HLS), rata-rata lama sekolah (RLS) serta pengeluaran per kapita. Diakuinya, untuk meningkatkan IPM, Pemkab gunungkidul kendala pada sektor pendidikan.

Advertisement

"Seharusnya HLS adalah 12 tahun, tapi faktanya RLS baru sekitar tujuh tahun bagi penduduk usia 25 tahun. Artinya, sebagian besar warga di Gunungkidul baru tamat SD atau bahkan kelas I SMP dan tidak tamat," ucapnya saat ditemui Rabu (27/3/2019).

Masih rendahnya tingkat pendidikan di Gunungkidul juga tercermin dalam tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk Gunungkidul yang berusia 15 tahun ke atas. Sebanyak 58,99% penduduk menamatkan sekolah sampai tingkat SD dan SMP, di mana persentase yang tamat SD atau MI sebesar 33,20% dan tamat SMP atau MTs sebesar 25,79%. Tidak hanya itu, ada 11,51% penduduk Gunungkidul yang berusia 15 tahun ke atas tidak mempunyai ijazah.

Untuk menggenjot penuntasan pendidikan di jenjang SMA atau SMK, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul terus mengembangkan sanggar kegiatan belajar (SKB) atau sekolah nonformal. Keduanya dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang sempat terhalang dalam menuntaskan sekolah.

Kepala Disdikpora Gunungkidul, Bahron Rasyid, mengatakan selama ini sekolah nonformal sering dianggap sebagai sekolah yang reputasinya belum teruji. Padahal dari sisi kualitas, sekolah nonformal tak kalah dengan sekolah formal. Dengan adanya SKB diharapkan mampu memperbaiki IPM di Gunungkidul. “SKB bisa menjadi alternatif guna mengubah indeks IPM,” ucapnya.

Dia menambahkan, SKB diharapkan bisa menjadi sarana untuk memenuhi target wajib belajar 12 tahun. Selain masyarakat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun, mereka berkesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. "Dengan latar belakang pendidikan yang lebih baik warga bisa memperbaiki taraf hidupnya," kata Bahron.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Gorontalo

News
| Kamis, 25 April 2024, 04:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement