Advertisement
Kasus Kekerasan Seksual Anak Terjadi Berulang di Gunungkidul, DPRD: Pemkab Tak Boleh Diam
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Kasus kekerasan seksual (KS) atau pencabulan terhadap anak terjadi lagi di Kabupaten Gunungkidul. Pada Jumat, (20/9/2024) seorang pelajar sekolah dasar (SD) berumur 11 tahun dibawa pemuda 19 tahun berinisial HP ke rumah kosong belakang sekolah dan dicabuli. Anggota DPRD Gunungkidul pun buka suara atas kasus ini.
Ketua DPRD Gunungkidul Sementara, Agus Joko Kriswanto mengaku prihatin atas terjadinya kasus KS tersebut. Dia mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas persoalan KS dengan segera dan memberi hukuman seberat-beratnya kepala tersangka agar kasus KS tidak terjadi lagi di Bumi Handayani.
Advertisement
BACA JUGA : Anak 11 Tahun di Gunungkidul Jadi Korban Dugaan Pencabulan
“Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak boleh diam atas kasus kekerasan seksual terhadap anak,” kata Agus dihubungi, Kamis, (26/9).
Agus menambahkan Pemkab Gunungkidul telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gunungkidul No. 1/2020 tentang Penyelenggaraan Pelindungan Terhadap Perempuan dan Anak Dari Kekerasan.
Perda inisiatif DPRD tersebut, katanya perlu dipahami bukan hanya perangkat daerah namun juga masyarakat. Dengan begitu, upaya pencegahan terjadinya KS dapat dilakukan, sehingga tidak menimbulkan korban.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Gunungkidul, Nunuk Setyowati mengklaim satuan pendidikan di Gunungkidul sudah dapat menangani kasus KS dengan baik. Pembinaan mengenai pencegahan dan penanganan kasus KS juga telah dilakukan di satuan pendidikan dengan melibatkan psikiater.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak itu jadi tanggung jawab kita semua. Meski begitu, kami mendorong agar Guru Bimbingan Konseling dapat bekerja sama dengan wali murid,” kata Nunuk.
BACA JUGA : Bocah SD Korban Pencabulan di Gunungkidul Dapat Pendampingan dari Disdik dan Psikiater
Kerja sama ini perlu dilakukan dua arah. Guru BK akan menyampaikan perubahan sekecil apapun seorang anak kepada orang tua. Orang tua juga perlu mengetahui dan ikut mengambil sikap terhadap perubahan itu.
Dalam beberapa kesempatan, orang tua, kata Nunuk kadang menolak hasil observasi Guru BK. Sebab itu, sosialisasi juga penting dilakukan kepada dan melalui Paguyuban Orang Tua (POT) kepada masing-masing orang tua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Cak Imin Usulkan Aturan Penambahan Komisi di DPR Dimasukkan UU MD3
Advertisement
Solo Traveling sedang Tren, Ini 5 Negara Terbaik bagi Para Solo Traveler
Advertisement
Berita Populer
- Kasus Kekerasan Seksual Anak Terjadi Berulang di Gunungkidul, DPRD: Pemkab Tak Boleh Diam
- Puluhan Disabilitas di Kota Jogja Diberi Layanan Pemeriksaan Kesehatan dan Alat Bantu
- 3 Paslon Pilkada Bantul Pilih Bergerilya di Awal Masa Kampanye, Ini Alasannya
- Pelaksanaan Kampanye Pilkada 2024 Berpeluang Terjadi Bentrok, Ini Langkah KPU Sleman
- Muhammadiyah Bantul Tegaskan Netral di Pilkada 2024
Advertisement
Advertisement