Terjadi Lonjakan Harga Pangan, Ini Saran dari Ekonom UGM

Harianjogja.com, SLEMAN—Kenaikan harga pangan, terjadi di tengah situasi turunnya nilai rupiah. Lonjakan harga pangan dinilai terjadi karena hubungan rantai pasok dan permintaan, namun bisa ditanggulangi lewat strategi jangka pendek maupun jangka panjang.

BACA JUGA: Napoli Ditekuk Sporting 2-1

Ekonom UGM, Wisnu Setiadi Nugroho berpandangan kenaikan harga pangan yang terjadi sebagai perpaduan antara persoalan pasokan dan permintaan. Ia mencontohkan bagaimana kenaikan harga pangan yang terjadi di pasar tradisional Bandung, disebabkan pasokan menipis. Pasokan itu menipis karena faktor musim hingga distribusi, disertai dengan permintaan jangka pendek seperti konsumsi rumah tangga dan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) kata Wisnu mencatat inflasi tetap terjadi bersamaan dengan fluktuatif harga antar-komoditas.

"Kenaikan harga komoditas tertentu bisa tajam di pasar lokal walaupun dampak nasionalnya tidak selalu besar apabila ada koreksi harga di komoditas lain," tutur Wisnu pada Kamis (2/10/2025).

Kendati demikian, Wisnu mengatakan jika kenaikan harga pangan terbukti berpengaruh pada inflasi meski skalanya terbatas dan bersifat sementara. Akumulasi kontribusi ini lanjut dia memang menambah tekanan harga, tetapi belum cukup untuk mendorong besar inflasi nasional. Lebih-lebih jika ada komoditas lain yang mengalami penurunan harga.

Selain itu, Wisnu juga menyebut terdapatnya risiko efek rambatan (second-round effects) ke sektor lain yang perlu diwaspadai. Hal ini lantaran kata Wisnu kenaikan harga pangan dapat meningkatkan biaya transportasi dan logistik.

"Bagi industri kecil dan UMKM, lonjakan harga bahan baku seperti telur, minyak goreng, dan ayam dapat menambah biaya produksi hingga dipindahkan ke naiknya harga jual," tandasnya.

Karenanya untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan harga pangan yang terlalu tinggi, Wisnu bilang jika beberapa strategi jangka pendek yang bisa ditempuh untuk stabilisasi harga pangan. Strategi itu bisa dilakukan dengan meningkatkan operasi pasar hingga memanfaatkan stok Bulog untuk komoditas prioritas.

Selanjutnya strategi memperkuat koordinasi logistik MBG juga bisa dilakukan agar pembelian bahan pangan tidak menimbulkan lonjakan permintaan mendadak. Wisnu mengatakan program sosial seperti MBG tetap penting dari sisi gizi dan pemerataan, tetapi pelaksanaannya perlu dirancang dengan cermat agar tidak menimbulkan tekanan berlebih pada pasar.

"Selain itu bantuan pangan terarah seperti voucher pangan dan sistem monitoring harga real-time juga penting agar intervensi lebih cepat dan tepat sasaran," jelasnya.

Untuk strategi jangka panjangnya, Wisnu mengusulkan adanya perbaikan infrastruktur distribusi logistik serta peningkatan kapasitas produksi pangan lokal. Misalnya melalui dukungan teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Tak kalah pentingnya, Ekonom UGM itu menyarankan adanya modernisasi sistem Bulog dalam menentukan kuantitas dan lokasi stok berbasis data sehingga intervensi pasar dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Dia berharap pemerintah tidak hanya merespons gejolak harga secara reaktif, tetapi juga menjadikannya titik balik karena memegang peran sentral dalam mengurangi beban inflasi masyarakat.

"Kebijakan harga yang transparan serta pengawasan terhadap praktik penimbunan yang tidak wajar juga dibutuhkan agar gejolak harga tidak terus berulang," terang Wisnu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News