Advertisement
Gagal Tuntaskan Kasus Kekerasan Agama, Kompolnas Bisa Copot Kapolda

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan ada yang salah dalam penyelesaian kasus kekerasan agama di DIY. Kapolda DIY dinilai tidak berani menuntaskan persoalan.
“Kami bisa rekomendasi kepada presiden dan Kapolri untuk mengganti Kapolda. Tetapi pencopotan Kapolda merupakan wacana yang masih jauh. Minimal Kompolnas merekomendasikan kapolda tak ragu menindak kasus kekerasan agama di DIY,” ujar Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala usai bertemu Gubernur DIY bersama Tim Kompolnas di Kantor Gubernur, Senin (23/6/2014).
Advertisement
Jika dihitung dari masa jabatan Brigjen Pol Haka Astana menjabat Kapolda sejak 2013, tercatat ada 17 kasus kekerasan agama yang tak terselesaikan. Namun secara total ada 25 kasus.
“Kasus dihitung selesai jika dibawa ke jaksa, tapi nyatanya banyak yang tidak selesai,” tuturnya.
Dalam pengungkapan kasus kekerasan, ia meminta agar kepolisian sensitif kepada korban. Warga yang menjadi korban seharusnya tidak lagi dikejar- kejar untuk mendatangkan saksi atau memperlihatkan siapa tersangkanya. Ia pun mendesak agar Polda DIY dapat menjelaskan kepada masyarakat ketika penyelidikan kasus kekerasan berkasnya gagal naik ke persidangan.
Mengenai pencegahan kasus kekerasan, Adrianus menilai kepolisian punya seribu cara mencegah dengan memberikan imbauan, seperti penurunan paksa baliho, bahkan penerjunan anggota intelejen. Kotbah yang dinilai menebar kebencian seperti yang berlangsung dalam Tabligh Akbar di Masjid Kauman Minggu awal Juni lalu dinilainya juga dapat dicegah.
GKR Hemas yang pada kesempatan tersebut turut menemui Kompolnas mengatakan kediamannya di Kraton Kilen, berada tak jauh dari masjid itu. Pada malam pertama berlangsungnya debat capres, ia mengaku langsung berkoordinasi dengan Kapolda DIY terkait berlangsungnya tabligh akbar itu.
“Saya bilang ke Kapolda, 'yang satu debat presiden, saya debat sama Kapolda,'” katanya.
Namun, ia enggan membeberkan isi debatnya itu. Intinya, menurut dia, kasus kekerasan agama di DIY tidak kaitannya dengan momentum Pemilu. Lantaran kasus intolirer sebenarnya telah terjadi jauh sebelum agenda politik, namun polisi mungkin diam saja walau sudah mengetahuinya.
“Padahal, ada suatu agenda untuk merusak kondisi [multikultur] di Jogja,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Ade Armando Singgung Politik Dinasti di Jogja, Begini Komentar Ganjar Pranowo
Advertisement

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya
Advertisement
Berita Populer
- Serahkan DIPA dan Buku Alokasi TKD 2024, Belanja Negara di DIY 2024 Naik 12,08 Persen
- Soal Video Ade Armando Senggol Keistimewaan DIY, GKR Hemas: Pasti Itu Pesanan, Tapi Yo Gak Popo
- Dishub Jogja Petakan Titik Parkir Liar Jelang Libur Akhir Tahun, Ini Salah Satunya
- Desentralisasi Pengelolaan Sampah, ORI DIY: Penutupan TPA Piyungan Tidak Sesuai Perda
- Pasar Murah di Alkid, Cabai Rp5 Ribu per Ons Habis Diserbu Warga
Advertisement
Advertisement