Advertisement

Kisah Pembajak Sawah dengan Tenaga Sapi

David Kurniawan
Jum'at, 07 November 2014 - 04:20 WIB
Nina Atmasari
Kisah Pembajak Sawah dengan Tenaga Sapi

Advertisement

Perkembangan teknologi di bidang pertanian nyatanya tak menghalangi aktivitas membajak dengan cara tradisional. Sampai sekarang, masyarakat di Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari masih sering membajak sawah atau ladang menggunakan sapi. Ternyata, membajak tanah dengan sapi membutuhkan keahlian khusus. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harianjogja.com David Kurniawan.

Panasnya terik mentari tak menghalangi Kamijan, 60, dan dua orang teman yakni Narto, 50, dan Wagiyo, 55, untuk terus membajak ladang milik Wahyudi, warga Dusun Ngepoh, Desa Banjarejo, Tanjungsari.

Advertisement

Berbekal enam ekor sapi dan tiga alat pembajak, mereka dengan teliti melewati tiap jengkal tanah yang ada.
Sesekali Kamijan mencambuk sapi itu dan mengumam “heerr ckckck her” untuk memberikan isyarat kepada sapi-sapi agar berbelok atau lebih cepat menyelesaikan pekerjaan.

Harapannya, semakin cepat membajak di satu lahan, maka penghasilan dari sang pemilik lahan lebih cepat dipegang.
Namun, tak seperti menggunakan mesin traktor, membajak ladang atau sawah menggunakan sapi harus lebih berhati-hati.

Pasalnya, binatang itu juga memiliki perasaan seperti manusia. Salah dalam penanganan, sapi bisa ngambek dan tak mau diajak bekerja.

Saat kondisi itu terjadi, ada baiknya sapi-sapi diistirahatkan terlebih dahulu, hingga keadaanya menjadi tenang kembali. Ya, layaknya manusialah jika capek membutuhkan istirahat cukup.

Persis seperti manusia, saat istirahat sapi juga harus diberi makan agar tenaganya pulih.

“Asal tidak menghantam batu, mau dipaksa seperti apa pasti akan jalan terus. Tapi, memang harus pandai-pandai mengambil hati sapi. Kalau hanya asal paksa jangan harap sapi mau bekerja,” kata Kamijan ditemui belum lama ini.

Tapi Kamijan tak pernah khawatir. Dia merasa sudah mahir menghadapi sapi. Hanya dengan melihat gerak-gerik tubuhnya saja, sudah bisa kelihatan bagaimana kondisi sapi.

“Yang jelas saat sudah ada tanda-tanda berbeda, saya langsung istirahat. Supaya sapi kembali tenang,” paparnya.
Menurut Kamijan, meski makin terdesak dengan ekspansi traktor, membajak menggunakan tenaga sapi terus dilakukan. Kamijan tidak merasa tersaingi dengan mesin-mesin itu.

Sebab, selain rezeki sudah ada yang mengatur, membajak dengan sapi memiliki kunggulan sendiri.

“Masih saja ada yang meminta membajak. Biasanya, pemilik traktor hanya mau menggarap lahan yang mudah dijangkau, terutama di pinggir jalan, sedang di tempat yang sulit mereka sering menolak,” paparnya.

Bekerja dengan cara tim juga membuat pekerjaan membajak cepat selesai. Selama setengah hari, Kamijan dan teman -teman sudah selesai mengerjakan beberapa ladang. Sementara dia mendapatkan order empat petak lahan milik Wahyudi.

Sementara itu, Narto, teman Kamijan mengatakan, dia tidak menetapkan tarif khusus. Dalam sehari, biasanya memeroleh pendapatan Rp900.000. Hasil tersebut nantinya dibagi rata untuk tiga orang.

“Hasil tidak pasti, kadang per lahan ada yang ngasih Rp100.000, kadang juga ada yang mengasih lebih,” kata Narto.

Pertimbangan untuk tidak mematok tarif khusus karena kebutuhan pakan sudah disediakan pemilik lahan. Jadi pekerja hanya membawa sapi lengkap dan alat membajak.

“Dalam perjanjian awal memang pemilik lahan akan menyediakan pakan untuk sapi. Jadi, berapa pun imbalan yang diberikan akan kami terima dengan senang hati,” katanya.

Seorang pemilik lahan, Wahyudi mengatakan, tidak ada perbedaan mencolok antara hasil membajak menggunakan traktor atau sapi. Hanya, membajak menggunakan sapi jangkauannya lebih luas, karena sapi bisa dibawa ke tempat yang lumayan sulit.

“Kalau menggunakan traktor kan jangkauan terbatas, biasanya pemilik traktor hanya mau menggarap lahan yang akses jalannya mudah. Contohnya, di tempat saya yang naik turun ini, belum tentu mau menggarap. Jadi, saya putuskan membajak dengan sapi,” paparnya.

Dia mengaku untuk menggarap empat bidang tanah, harus merogoh kantong Rp400.000. Harga yang tidak beda jauh dengan harga menyewa traktor.

“Cuma bedanya, kalau menggunakan sapi ditentukan dengan bidang tanah yang digarap. Sedangkan menggunakan traktor, bayaran dihitung per jam,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Wabah Pneumonia di China, Kemenkes Imbau Masyarakat Tak Panik

News
| Kamis, 30 November 2023, 16:27 WIB

Advertisement

alt

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY

Wisata
| Minggu, 26 November 2023, 23:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement