Advertisement

Kapolres Bantul: Beberapa Warga Keberatan dengan Upacara Hindu di Mangir Lor Bantul

Ujang Hasanudin
Selasa, 12 November 2019 - 22:37 WIB
Budi Cahyana
Kapolres Bantul: Beberapa Warga Keberatan dengan Upacara Hindu di Mangir Lor Bantul Ilustrasi upacara Hindu. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi Sulistiyono mengatakan beberapa orang keberatan dengan upacara keagamaan Hindu di sebuah rumah di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Bantul, sehingga polisi harus menjaga situasi agar tetap kondusif.

“Tidak ada yang menghentikan, kami sampaikan, ‘Selesaikan dulu kegiatan keagamaan.’ Setelah selesai kami sampaikan situasi masyarakat seperti ini, masyarakat ada yang mempertanyakan, kami berikan pertimbangan [upacara] dipercepat atau tidak usah diperpanjang,” kata Kapolres Bantul, AKBP Wachyu Tri Budi Sulistiyono, Selasa (12/11) malam

Advertisement

“Tetapi yang disampaikan pendeta [upacara] sudah selesai,” kata Wachyu.

Wachyu mengatakan aparat Polres Bantul bersama TNI berada di lokasi kejadian untuk mengamankan semua warga masyarakat dan menjaga situasi tetap kondusif.

Menurut Kapolres, ada warga masyarakat setempat yang mempertanyakan kejelasan izin tempat ibadah dan izin kegiatan tersebut.

“Saya sendiri belum mengetahui upacara yang digelar tersebut terkait apa.”

Polres Bantul akan mengundang Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Bantul, Kementerian Agama, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), pemilik rumah, dan warga setempat untuk membicarakan persoalan tersebut.

Insiden intoleransi terjadi di Bantul. Sejumlah warga berupaya mengganggu Piodalan, upacara keagamaan umat Hindu, di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Bantul, Selasa (12/11/2019).  Piodalan adalah upacara mendoakan leluhur dalam tradisi Hindu Bali.

Piodalan di Dusun Mangir Lor digelar untuk memperingati Mahalingga Padma Bhuwana Mangir. Upacara tersebut sedianya digelar selama dua sesi sejak pukul 13.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. 

“Upacara ini mendoakan leluhur setahun sekali, atau istilahnya haul. Upacara ini sudah digelar rutin tujuh kali,” kata Ananda Ranu Kumbolo, anak Utiek Suprapti, pemilik rumah tempat Piodalan dilaksanakan.

Nanda mengatakan upacara dengan berbagai sesaji itu awalnya berjalan dengan baik sejak pukul 13.00 WIB yang diisi dengan doa-doa. Di sela-sela acara, warga berkumpul di sekitar jalan masuk lokasi acara dan mencegat tamu-tamu dari berbagai daerah yang akan datang ke lokasi upacara. “Ketika ada umat Hindu mau masuk ke tempat kami kendaraan dicegat dan disuruh pulang,” kata dia.

Kemudian sekitar pukul 15.00 WIB, datang Kapolsek Pajangan AKP Sri Basariah untuk menyampaikan keberatan warga atas upacara keagamaan tersebut. Dia menganggap situasi sudah tidak kondusif. Kapolsek meminta panitia acara menyudari prosesi upacara keagamaan. Permintaan itu dipenuhi panitia.

Menurut Nanda upacara mendoakan leluhur itu sudah rutin digelar dan selalu mengundang tamu dari luar Bantul. Panitia juga sudah memberitahukan acara tersebut kepada warga, pengurus RT hingga kepolisian.

“Pengurus RT sudah mengizinkan karena tetangga kanan kiri sudah tidak mempersoalkan.”

Namun, prosedur itu terganjal di meja Kepala Dusun Mangir Lor.

 “Alasannya [kepala dusun] ingin mengayomi masyarakat karena banyak warga yang tidak setuju,” ujar Nanda.

Utiek Suprapti mengatakan upaya mengurus izin rumah ibadah selalu ditolak. Utiek lahir di Dusun Mangir dan tinggal di sana hingga lulus SMA. Ia kemudian pindah ke Bandung Jawa Barat dan kembali lagi ke Dusun Mangir Lor pada 1998. Perempuan lulusan salah satu universitas Islam ini kemudian pindah kepercayaan ke Hindu. Baginya keyakinannya merupakan amanat leluhur yang ingin ia rawat dan kembangkan di tempat kelahirannya.

Meski Utiek beragama Hindu, banyak saudaranya dan tetangganya yang muslim. Sejauh ini ia merasa hubungan dengan saudara dan tetangga yang berlainan agama tidak bermasalah.

“Justru kami saling membantu dan menghormati ketika ada acara.”

Ia heran dengan warga yang menolak Piodalan.

“Saya mohon difasilitasi dan sosialisasi tentang kdeberadaan kami, sejak sembilan tahun lalu belum pernah difasilitasi pemerintah,” ujar Utiek.

Menurut dia, sudah empat kali rumahnya didemo sejak rumahnya sering dipakai untuk beribadah pemeluk Hindu.

*Koreksi:

Dalam berita ini sebelumnya disebutkan lokasi Piodalan di Desa Mangir, seharusnya Desa Sendangsari. Mohon maaf dan terima kasih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Yusril Serahkan Berkas Putusan Asli MK ke Prabowo Subianto

News
| Selasa, 23 April 2024, 21:47 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement