Advertisement

Promo November

Baju Bekas Impor Miliaran Rupiah Dibakar, Pedagang Awul-awul Jogja Meradang

Yosef Leon
Minggu, 14 Agustus 2022 - 19:07 WIB
Arief Junianto
Baju Bekas Impor Miliaran Rupiah Dibakar, Pedagang Awul-awul Jogja Meradang Ilustrasi. - JIBI/Solopos

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Meski berang dan menyayangkan, pedagang baju impor bekas di wilayah Jogja tetap mengaku tak kaget dengan tindakan Kementerian Perdagangan yang membakar baju bekas impor senilai miliaran rupiah.

Isu soal baju bekas impor ilegal disebut memang tak pernah usai sejak beberapa waktu lalu, pedagang pun meminta pemerintah tegas dan memberi solusi nyata dan tak sekedar membuat tindakan euforia. 

Advertisement

Pembakaran baju bekas impor senilai miliaran rupiah itu dilakukan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan di Kawasan Pergudangan Grasia, Karawang, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022).

Sebanyak 750 bal yang dibakar dengan satu bal berjumlah sekitar 300 sampai dengan 400 potong baju bekas. Jumlah itu merupakan hasil pengawasan yang dilakukan pada Juni-Agustus. 

BACA JUGA: Bulan Ini Mall di DIY Banjir Diskon, Tingkat Kunjungan Akan Naik

Menurut Mendag, ada beberapa alasan baju bekas impor dilarang beredar di Indonesia. Pertama yakni alasan kesehatan yang disebutnya baju bekas impor mengandung jamur, kemudian kehadiran produk yang biasa juga disebut awul-awul itu disebut bisa menggerus Industri  Kecil Menengah (IKM). Dengan begitu, pelarangan dilakukan lewat Permendag No.18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Salah satu pelaku bisnis baju bekas impor di Jogja, Moli Yoverina mengatakan, sejumlah alasan yang disebutkan dalam melarang peredaran baju bekas impor itu tidak masuk akal. Selama 25 tahun dia bergelut dengan produk baju bekas impor, belum pernah ditemuinya keluhan pelanggan yang mengalami gangguan kesehatan akibat menggunakan produk itu.  "Malah saya setiap hari bersentuhan dengan bal, tapi sehat-sehat saja," katanya, Minggu (14/8/2022). 

Moli menyebut, dalam bisnis pakaian impor bekas terdapat sejumlah produk yang berbeda-beda. Importir kadang mendatangkan produk dengan tingkatan dan klasifikasi pakaian yang beraneka ragam. Ada bal mentah yang secara klasifikasi produk berada di urutan terbawah, kemudian ada pula dengan jenjang kelas tertentu yang perlakuan produk sebelum dikirim ke luar negeri dibuat semaksimal mungkin. 

"Kalau yang bal mentah pakaiannya dicampur semua dan kita juga tidak tahu asal muasalnya dari mana. Tapi kalau yang grade, itu sudah di-laundry, di-steam, kemudian produknya dipisah. Jadi dalam satu bal misalnya hanya ada rok, atau celana atau baju," jelas dia. 

Produk-produk bal mentah sekarang sudah banyak menjamur ditawarkan secara online maupun offline. Biasanya baju impor akan diangkut dari luar negeri dan tiba di kawasan Surabaya atau Tanjung Priok. Sementara untuk produk bal dengan kelas tertentu biasanya datang dari wilayah Singapura dan tentunya dengan harga yang jauh lebih tinggi. 

Lebih lanjut, Moli menambahkan bahwa pemerintah mestinya bisa melihat dampak nyata yang ditimbulkan oleh geliat industri pakaian bekas impor.

Menurutnya, banyak masyarakat dan anak-anak muda yang kini diberdayakan dengan peluang ekonomi awul-awul itu. Hanya saja, dia menyebut pemerintah kadang melihat segala sesuatu secara serampangan dan cenderung melanggengkan stigma baju bekas impor yang dianggap kurang baik. 

"Padahal manfaatnya bisa dilihat langsung. Anak-anak muda yang jadi reseller bisa menangkap peluang ekonomi. Kalau memang mau dilarang sekaligus ya kita dikasih alternatif mau usaha apa. Atau importir besarnya ditangkap sekalian biar kita tidak bisa beli lagi, kalau membakar begitu kan apa fungsinya," tegas dia. 

Di sisi lain, dia juga beranggapan bahwa kehadiran baju bekas impor tidak akan menggerus pasar produk lokal dalam negeri. Selama ini dia telah merasakan dengan menjual produk lokal dalam negeri secara berdampingan dengan baju bekas impor.

Menurutnya, setiap produk punya segmen pasar dan konsumen masing-masing, sehingga salah besar menganggap produk lokal akan kalah saing dengan kehadiran baju bekas impor. 

"Tidak ada, saya sudah menjalani puluhan tahun. Orang membeli baju bekas kan memang karena mau mode tapi dengan duit yang terbatas, konsumennya juga hanya kalangan tertentu. Begitu juga dengan produk lokal, semua sudah ada pasar sendiri-sendiri," ucap Moli. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement