Muhammadiyah soal Tragedi Stadion Kanjuruhan: Jangan Ditutupi!
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) yang bertugas mengusut tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang untuk bekerja profesional. Investigasi atas kejadian yang menelan ratusan korban jiwa itu harus terbuka dan jangan ditutup-tutupi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang sudah menjadi perhatian dunia. Oleh karenanya, penyelidikan atas akar permasalahan kejadian itu harus dilakukan secara objektif. Hasil pemeriksaan TGIPF akan membuat publik paham, apa yang sebenarnya terjadi pada malam bencana itu.
Advertisement
"Kita sejak awal menyesalkan kejadian ini karena merupakan tragedi dunia. Kata kuncinya investigasi yang objektif, terbuka dan jangan sampai ada usaha untuk menutupi apapun, karena publik baik Indonesia maupun dunia memerlukan itu," kata Haedar, seusai peluncuran Universitas Siber Muhammadiyah, Rabu (5/10/2022) di kantor PP Muhammadiyah.
Haedar menyatakan, jika dalam penyelidikan tim menemukan adanya unsur kesalahan dan kelalaian, hal itu harus diakui dan publik menunggu laporan yang jujur. Menurut Haedar, hasil investigasi yang transparan akan jadi tolok ukur dalam membenahi iklim sepakbola nasional secara keseluruhan.
Baca juga: Bukan Kali Pertama, 2018 Tembakkan Gas Air Mata Juga Terjadi di Stadion Kanjuruhan
"Lebih baik kita salah dan mengakui ada kesalahan daripada tragedi besar ini kita tutupi. Karena dengan kita belajar jujur, terbuka, objektif, dan transparan, itu kita belajar untuk tidak mengulangi ke depan," jelasnya.
Haedar beranggapan, kejadian ini mesti jadi momen bagi penyelenggara sepakbola tanah air untuk berbenah. Dunia sepakbola jangan hanya dijadikan sebagai industri tanpa memperhatikan unsur penting regulasi yang ketat dan membuat setiap unsur nyaman saat hadir menonton pertandingan.
"Di negara maju memang jadi industri yang hebat, tapi regulasinya begitu ketat sampai seorang penonton itu boleh bawa masuk minuman tapi sudah dilepas tutupnya, itu regulasi sampai detail begitu. Memang masih ada rasisme tapi hukuman terhadap tindakan itu tegas dan tinggi, ini yang perlu ke depan," ungkapnya.
Di sisi lain, Haedar juga mengakui bahwa sistem keamanan untuk menjamin keselamatan warga masih minim di Indonesia. Jangan kan di industri sepakbola, sistem keamanan dan kepedulian terhadap upaya meminimalisir korban bahkan belum terwujud mulai dari hal yang sepele. Ia mencontohkan pada taman bermain main anak yang masih ditemui alat bermain yang korosi dan mengancam keselamatan.
"Sistem keamanan kita secara keseluruhan juga perlu diperbaiki. Di Indonesia itu sangat kurang sekali. Misalnya saja di tempat bermain anak yang ada besinya sampai berkarat bahkan sudah tajam, tapi kita abai. Makanya semua kita harus mulai ke infrastruktur yang menyangkut keselamatan warga negara," ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung nurani pejabat yang enggan mundur dari jabatannya dan diduga mesti bertanggungjawab atas timbulnya korban dengan jumlah ratusan setelah terjadinya peristiwa di Stadion Kanjuruhan. "Soal pejabat yang bertanggungjawab harus mundur itu nurani yang menentukan. Yang paling penting harus ada yang tanggung jawab atas insiden ini," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tabrak Pengendara setelah Terabas Lampu Merah, Pemotor Alami Luka Berat
- Pemkab Siapkan Rp52,7 Miliar untuk Makan Bergizi Gratis, Defisit APBD Bantul Kian Dalam
- Heboh Kabar Pembebasan Dirinya, Mary Jane Veloso Telepon Kedubes Filipina
- Bawaslu DIY Petakan Potensi Kerawanan TPS Pilkada 2024, Listrik & Internet Kerap Jadi Kendala
- Kunjungi Harian Jogja, Mahasiswa Universitas PGRI Madiun Tanyakan Kiat Bertahan di Era Digital
Advertisement
Advertisement