Angka Stunting di DIY Masih Timpang, Butuh Kerja Keras
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN— Walau sudah berada di bawah rata-rata nasional, DIY masih memiliki PR untuk mengejar target penurunan stunting atau tengkes karena prevalensi stunting di DIY dinilai masih timpang antara daerah pinggiran dan tengah.
Anggota DPR RI Komisi XIII dari fraksi PDI Perjuangan My Esti Wijayati menjelaskan ada kesenjangan cukup tinggi antara wilayah yang prevalensi sunting-nya tinggi dan wilayah yang prevalensi stunting-nya rendah. Ia mencontohkan seperti di salah satu wilayah di Gunungkidul yang prevalensi stunting-nya masih 35%.
Advertisement
“Beberapa waktu lalu saya mencoba hadir bersama Puskesmas, Kemensos, Kementerian Kesehatan di salah satu wilayah di Gunungkidul, angka stunting-nya di atas 35 persen. Itu di bawah Puskesmas Karangmojo 2,” ujarnya dalam Seminar Akbar Gerak Bidan Cegah Stunting, di Hotel Sahid, Babarsari, Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Minggu (19/2/2023).
Dengan prevalensi di tingkat provinsi sebesar 16,4%, masih adanya wilayah yang prevalensi-nya sebesar 35% ini menunjukkan adanya kesenjangan prevalensi stunting antar wilayah di DIY. “Artinya ada kesenjangan cukup tinggi,” ungkapnya.
Kesenjangan ini menurutnya dapat terjadi karena stunting beririsan dengan tingkat kemiskinan masyarakat. Masyarakat miskin cenderung tidak memiliki pemahaman yang cukup pada gizi sehat dan pola asuh yang diperlukan.
“Kita punya kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka bidan dan pendamping kekuarga menjadi tonggak kuat yang diharapkan menyangga di luar sektor pendidikan formal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberi gizi dan pola asuh tepat,” katanya.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY, Shodiqin, mengatakan berdasarkan survey Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting nasional menunjukkan angka 24,4%, dan mengalami penurunan menjadi 21,6% pada 2022.
“Untuk data DIY, berdasarkan hasil SSGI 2021 prevalensi stunting berada di 17,3 persen dan mengalami penurunan sebesar 0,9 persen menjadi 16,4 persen pada 2022. Targetnya pada 2024 prevalensi stunting turun hingga 14 persen,” ujarnya.
Untuk menuju target tersebut, langkah yang dilakukan yakni dengan intervensi keluarga berisiko stunting dengan penekanan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum serta sanitasi.
“Diharapkan pendampingan yang melibatkan 1.852 tim pendamping keluarga dengan 5.556 orang yang terdiri dari Bidan di desa, kader TP PKK dan Kader KB di seluruh wilayah DIY dapat memberikan dampak signifikan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, balita dan fasilitasi bantuan sosial stunting bagi keluarga berisiko stunting,” katanya.
Seminar Akbar Gerak Bidan Cegah Stunting dengan mengangkat tema Pencegahan Stunting Melalui Manajemen Gizi dan Pola Asuh Anak ini diselenggarakan atas kerja sama RSKIA Sadewa dengan BKKBN perwakilan DIY. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Puluhan Unsur Penyelenggara Pemilu Kena Sanksi Pemberhentian
Advertisement
Waterboom Jogja Rayakan Ulang Tahun ke-9, Ada Wahana Baru dan Promo Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Harga Minyak dan Telur di Gunungkidul Naik, Pedagang Sebut karena Kebutuhan Bikin Kue
- Mulai dari Juru Ketik, Endah Kini Pimpin Bumi Handayani
- Pemkot Berupaya Turunkan Kesenjangan dan Kemiskinan dengan Gandeng Gendong
- UMK dan UMSK Kota Jogja Masih Dibahas Dewan Pengupahan
- Angka UMK dan UMSK untuk Bantul akan Diumumkan Pemda DIY
Advertisement
Advertisement