Advertisement

Jumlah Penyadap Nira Kian Berkurang, Begini Nasib Produsen Gula Jawa di Triwidadi Pajangan

Ujang Hasanudin
Rabu, 26 Juli 2023 - 07:47 WIB
Sunartono
Jumlah Penyadap Nira Kian Berkurang, Begini Nasib Produsen Gula Jawa di Triwidadi Pajangan Pembuatan Gula Jawa berbahan nira di Triwidadi, Pajangan, Bantul. - Harian Jogja/Ujang Hasanudin.

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Kalurahan Triwidadi di Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul selama ini dikenal sebagai sentra gula jawa asli dari nira atau air manis dari bunga kelapa yang masih kuncup. Namun seiring perkembangan zaman, mulai berkurang karena minimnya regenerasi penyadap niranya.

Salah satu yang masih eksis memproduksi gula jawa asli nira kelapa tersebut adalah Kelompok Tani Ngudi Mulyo di Dusun Butuh Lor. Rajiman, 70, selaku ketua kelompok tani tersebut mengaku sebagai generasi kedua sebagai perajin gula jawa nira kelapa setelah ayahnya meninggal.

Advertisement

BACA JUGA : Perajin Gula Jawa di Petanahan Bertahan dengan Bahan 

Hampir setiap hari Rajiman memproduksi gula jawa. Ia memiliki anggota 30 orang yang masing-masing juga memproduksi gula jawa dengan rata-rata per orang menghasilkan sekitar lima kilogram. Proses pembuatan gula jawa nira kelapa cukup mudah. Awalnya nira kelapa hasil sadapan dari kuncup bunga kelapa diambil, kemudian dimasak dengan api besar sampai mengental.

Supaya nira kelapa yang dimasak tidak menguap maka ditaburkan dengan hasil parutan kelapa. Lalu diaduk kembali hingga beberapa menit. Setelah mengental dan berwarna coklat, kemudian dicetak menggunakan batok kelapa. “Prosesnya cepat cuma membutuhkan waktu sekitar dua jam dari awal sampai dicetak,” katanya, saat ditemui Selasa (25/7/2023).

Proses pengolahan tergantung selera apakah mau gula jawa yang empuk, keras atau tua. Jika memilih empuk maka pengolahan dan pengadukan di atas api tidak terlalu lama. Sementara untuk menghasilkan gula jawa yang keras tinggal memerlama proses pengolahan dan pengadukannya di atas wajan.

Setelah dicetak kemudian dijual ke sejumlah pasar pasar di Bantul dan Sleman. “Terkadang ada juga pesanan langsung kemudian kami buatkan,” ucapnya. Untuk harga per kilogramnya bisa Rp25.000-30.000. Harga tersebut dinilai cukup murah untuk gula jawa asli tanpa campuran.

Selama ini diakui Rajiman masih cukup banyak tenaga pengolahan nira menjadi gula jawa. Namun yang menjadi persoalan justru para penyadap nira karena kurangnya regenerasi. Selain itu untuk menyadap nira membutuhkan keahlian karena harus memanjat pohon kelapa yang cukup tinggi, bahkan tinggi pohon nyiur itu bisa mencapai belasan meter. “Penderes atau penyadapnya kurang. Anak anak sudah tidak mau manjat pohon kelapa,” ujarnya.

BACA JUGA : Sebelum Disetor ke TPS3R, Sampah Perlu Dipilah di Rumah

Kendala lainnya adalah hilangnya asupan air maupun zat hara bagi pohon kelapa karena kalah dengan keberadaan pohon lainnya. Menurut cerita ayahnya saat masa muda di Dusun Butuh hampir semua pohon adalah pohon kelapa. Sehingga empat pohon bisa mendapatkan nira sampai sebanyak tujuh liter.

“Sekarang dari empat pohon hanya dapat 1-2 liter sudah bagus,” tukasnya.

Lurah Triwidadi, Slamet Riyanto mengatakan para perajin gula jawa nira kelapa di wilayahnya mencapai sekitar 250 orang yang yang tersebar di tiga dusun, yakni Butuh Kidul, Butuh Lor, Jogonandan, Ngincep, dan Jambean. Dari kelima dusun tersebut mampu memproduksi sekitar 2-3 ton gula jawa yang dijual ke beberapa pasar.

Menurutnya permintaan gula jawa masih cukup tinggi. “Kebutuhan pasar sebenarnya cukup tinggi apalagi branding gula jawa asli tanpa campuran, pasar membutuhkan banyak,” ucapnya. Akan tetapi yang menjadi kendala adalah penyadap niranya yang minim. Karena itu sebagian perajin mendisertivikasikan produksi gula jawa menjadi gula semut, gula jahe maupun produk jadi berupa dodol. Tujuannya para perajin supaya tetap bisa produksi untuk penghasilan.

Lebih lanjut Slamet mengatakan kurangnya regenerasi penyadap nira karena selain tidak menarik untuk anak muda, faktor keselamatan juga menjadi ancaman bagi para penyadap. Sehingga membutuhkan teknologi tertentu supaya penyadap nira merasa nyaman dalam bekerja.

Ia sempat membuat pelatihan penanaman kelapa varietas Kelapa Genjah Entog yang tingginya maksimal 2-3 meter. Namun karena jenis tanahnya beda, varietas asli Kebumen ini tidak tumbuh maksimal. Kemudian pemerintah kalurahan juga pernah memberi bantuan sabuk pengaman pada penyadap

“Namun kendalanya pola kerja, katanya kalau pakai sabuk terlalu lama tidak fleksibel. Ini mungkin perlu diubah pola masyarakat. selain itu diperlukan inovasi teknologi bagi penyadap nira ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PAN Buka Peluang Eko Patrio hingga Anak Zulhas Jadi Cagub di Pilkada DKI Jakarta

News
| Senin, 06 Mei 2024, 11:17 WIB

Advertisement

alt

Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk

Wisata
| Sabtu, 04 Mei 2024, 09:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement