Advertisement
Antisipasi Krisis Pangan, BMKG Dorong Kolaborasi Negara ASEAN

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kolaborasi negara-negara di ASEAN dibutuhkan untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan yang dapat terjadi akibat perubahan iklim.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan iklim yang terjadi saat ini membawa dampak serius bagi perekonomian seluruh negara tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ketahanan pangan.
"Apabila situasi ini terus dibiarkan, maka Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia memprediksi pada Tahun 2050 dunia akan menghadapi krisis pangan,” ujarnya dalam keterangannya usai menghadiri Konferensi Federasi Asosiasi Ekonom ASEAN (FAEA) di Jogja, dikutip Minggu (19/11/2023).
Advertisement
BACA JUGA: Kemendag Jamin Stabilitas Harga Pangan Jelang Akhir Tahun
Dia juga menegaskan sudah selayaknya kemajuan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di seluruh negara ASEAN diiringi komitmen kebijakan terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.
Ia mengatakan berdasarkan catatan Organisasi Meteorologi Dunia, Tahun 2023 menjadi rekor perubahan temperatur tertinggi. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, di mana gelombang panas terjadi di banyak wilayah secara bersamaan.
"Juni hingga Agustus merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan Bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas. Realita perubahan iklim tersebut, menjadikan Tahun 2023 berpeluang menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan Tahun 2016 dan Tahun 2022," ujar dia.
Perubahan iklim ini, kata dia, memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai titik panas air atau water hotspot.
"Krisis iklim yang juga memicu krisis pangan ini akan berdampak pada krisis lainnya, termasuk ekonomi dan politik sehingga mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Oleh karena itu, sebelum terlambat, berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan, termasuk perubahan gaya hidup," katanya.
Perubahan gaya hidup tersebut, kata dia, mesti mengedepankan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Konferensi Ke-46 FAEA merupakan konferensi tahunan dengan melibatkan anggota asosiasi ekonom berasal dari tujuh negara, yakni lima negara ASEAN ditambah dengan Vietnam dan Kamboja.
Acara tersebut dihadiri 200 ekonom dengan latar belakang akademisi, bisnis, pemerintahan, praktisi, pembuat kebijakan, dan mahasiswa dari negara-negara anggota ASEAN maupun mitra lainnya.
Dengan mengusung tema "Penguatan Kolaborasi untuk Membentuk Ekonomi ASEAN yang Berkelanjutan", para ekonom se-ASEAN membahas berbagai isu ekonomi yang relevan dengan kawasan ASEAN sekaligus meningkatkan kerja sama dan pertukaran ilmiah antarnegara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Nurmala Kartini Sjahrir, Adik Luhut yang Diunggulkan jadi Dubes Indonesia di Jepang, Berikut Profilnya
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Driver Ojol di Jogja Geruduk Rumah Mas-mas Pelayaran yang Diduga Lakukan Penganiayaan
- Jadi Biang Kerusuhan, Ini Tampang Mas-mas Pelayaran Saat Meminta Maaf ke Driver Ojol di Jogja
- Tagihan Listrik Penerangan Kampung Membengkak hingga Ratusan Juta, Dishub Bantul Lakukan Penertiban
- Mas-mas Pelayaran Sempat Sembunyi di Mapolsek Godean Saat Digeruduk Driver Ojol
- KPU Bantul Jamin Akurasi Hasil Pemutakhiran Data Pemilih
Advertisement
Advertisement