Advertisement
Reka Ulang Serangan Umum 1 Maret, Mahasiswa Asing Jadi Tentara Belanda

Advertisement
Momen Serangan Oemoem 1 Maret 1949 akan terus diperingati tiap tahunnya, di Kota Jogja. Salah satunya melalui aksi teatrikal oleh Komunitas Djokjakarta 1945 yang menggambarkan kembali suasana peperangan di zaman itu. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Uli Febriarni.
Tembak menembak terjadi di Kompleks Benteng Vredeburg, Minggu (1/3/2015). Sejumlah orang tewas akibat terkena tembakan.
Advertisement
Perang itu terjadi antara pejuang dan tentara Belanda. Namun aksi itu bukan sungguhan seperti yang terjadi pada 66 tahun lalu.
Perang itu merupakan reka ulang peristiwa Serangan Oemem 1 Maret 1949 lalu. Ratusan orang terlibat dalam reka ulang yang digagas oleh Komunitas Djokjakarta 1945 untuk memperingati Serangan Oemem 1 Maret tersebut.
Sejumlah pelajar asing yang sedang menempuh ilmu di Jogja juga dilibatkan untuk menjadi tentara Belanda.
Dalam reka ulang, dikisahkan pada 20 Juli 1947 adalah masa awal Belanda melancarkan aksi pertamanya, yakni Agresi Militer I. Kemudian, akibat tidak puas dengan perjanjian Renville, Belanda melancarkan kembali Agresi Militer pada 19 Desember 1948 dan menyerang Ibukota Jogja, seusai menaklukkan Maguwo.
Sejumlah pejuang gugur, Belanda memasuki Istana Negara namun tak ada kata menyerah bagi sejumlah pejuang. Mereka kemudian menerapkan siasat perang gerilya yang telah disusun oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Baku tembak tak terelakkan antara pejuang dan tentara Belanda, bom dan granat meledak di sana-sini. Suara pesawat tentara Belanda terus menderu di udara dan menjatuhkan peledak.
Berhari-hari perang berkecamuk, namun pejuang Indonesia yang berseragam maupun tak berseragam terus maju.
Hingga akhirnya, pada 1 Maret 1949, dalam waktu enam jam, pejuang Indonesia mampu menguasai Kota Jogja, yang kali itu menjadi Ibukota Republik Indonesia.
Ketua Komunitas Djokjakarta 1945, Eko Isdianto, seusai aksi teatrikal digelar menerangkan, aksi teatrikal terus diselenggarakan bertujuan untuk mengedukasi warga Kota Jogja supaya warga Kota Jogja lebih mencintai sejarah Kota Jogja dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan segala perjuangan menuju kemerdekaan yang tersimpan di dalamnya.
"Kami wajib bangga dengan sejarah. Apalagi perjuangan ini membawa happy ending bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.
Ia juga menjabarkan, ada 170 personel yang berpartisipasi dalam aksi teatrikal, dan tidak hanya berasal dari Jogja, melainkan sejumlah daerah lainnya seperti Medan, Surabaya, Magelang, Temanggung, Bandung, Jawa Timur.
Sejumlah orang asing yang berperan sebagai tentara Belanda merupakan mahasiswa yang berkuliah di Indonesia, berasal dari Australia, Amerika, Belanda.
"Semoga tahun depan, kita bisa perlebar inti serangan hingga menutup Malioboro," harap Eko.
Turut menyaksikan aksi teatrikal, Walikota Jogja, Haryadi Suyuti. Menurutnya, meski Serangan Oemoem 1 Maret 1949 belum menjadi peristiwa untuk diperingati secara nasional, tetap tidak mematahkan Kota Jogja sebagai salah satu tempat perjuangan kemerdekaan untuk Republik Indonesia. Dan momen itu akan terus diperingati setiap tahunnya di Kota Jogja.
Di sisi lain, dalam pidatonya ia berpesan kepada segenap masyarakat untuk terus berjuang, berkarya nyata memberikan sumbangsih untuk negara Republik Indonesia tercinta. "Salam Jogja Istimewa untuk Indonesia," pekiknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Gunung Dukono Erupsi Lagi, Tinggi Kolom Letusan Tercatat 1,1 Km
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Pemkab Kulonprogo Lelang Jabatan Kepala Kesbangpol dan BPBD, Sekda: Penentu Akhir di Tangan Bupati
- DPAD DIY Gelar Festival Literasi Jogja 2025, Cek Tanggalnya di Sini
- Gempa Bumi Magnitudo 2-2,7 Guncang Wilayah Kulonprogo, Bantul dan Gunungkidul pada Kamis Pagi Ini
- Petani di Bantul Kesulitan Produksi Garam, Ini Penyebabnya
- Keputusan MK 135 Belum Jadi Solusi Persoalan Demokrasi Elektoral
Advertisement
Advertisement