Advertisement
Keputusan MK 135 Belum Jadi Solusi Persoalan Demokrasi Elektoral

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024, mulai 2029, penyelenggaraan Pemilu akan dipisahkan antara Pemilu nasional dan pemilu daerah. Keputusan ini dinilai belum memberi solusi dari persoalan demokrasi elektoral.
Tujuan dari pemisahan ini adalah untuk menciptakan pemilu yang lebih berkualitas serta mempermudah pemilih dalam menyalurkan hak suaranya. Menanggapi hal ini, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) menyatakan pemisahan waktu pemilu belum menjawab persoalan demokrasi elektoral dan berpotensi bertentangan dengan UUD.
Advertisement
BACA JUGA: Keputusan MK Pemilu dan Pilkada Dipisah, Ini Respons KPU Sleman
KISP merupakan lembaga non pemerintah berbasis di Jogja, yang bergerak dalam bidang pemantauan pemilu, pendidikan politik dan advokasi isu demokrasi.
Koordinator Umum KISP, Moch Edward Trias Pahlevi, menjelaskan putusan ini adalah koreksi yang krusial terhadap desain pemilu serentak yang selama ini dianggap terlalu padat, kompleks, dan membebani penyelenggara.
“Namun putusan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mengatur pemilu serentak lima tahunan. Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah seharusnya dilakukan melalui amandemen UUD, bukan melalui uji materi UU,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).
Selain itu, keputusan ini berisiko memperpanjang siklus politik yang intens dan dapat menciptakan fragmentasi politik antara pusat dan daerah. “KISP mengusulkan agar jadwal dan mekanisme pemilu disesuaikan agar tetap sejalan dengan prinsip yang ada dalam UUD 1945,” tegasnya.
Keputusan ini menjadi momentum penting bagi DPR untuk segera melakukan pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada secara bersamaan. “Meskipun sebelumnya ada wacana untuk membahasnya secara terpisah, kini pembahasan tersebut harus dilakukan dalam satu paket melalui metode kodifikasi,” ungkapnya.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan keseragaman dan efisiensi dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. Pemerintah dan pembentuk undang-undang perlu segera melakukan revisi dan sinkronisasi sejumlah UU terkait untuk mengakomodasi putusan MK ini, termasuk penyesuaian masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah.
“Keputusan ini berpotensi memperpanjang periode ketegangan politik. Dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah, periode politik yang intens bisa menjadi lebih lama, menciptakan ketidakpastian, dan fragmentasi antara pusat dan daerah,” paparnya.
Putusan MK ini memberikan angin segar dalam hal teknis. Sayangnya pemisahan waktu pemilu belum sepenuhnya menjawab persoalan mendasar dalam demokrasi elektoral kita. “Euforia efisiensi teknis tidak boleh mengalihkan perhatian dari isu-isu substansial yang harus diselesaikan, seperti politik uang, pendidikan politik yang berkelanjutan, dan transparansi dana kampanye,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam, Ketua DPR RI Minta Tata Kelola Transportasi Diperbaiki
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Dua Mahasiswa KKN UGM Meninggal Dunia, Sejumlah Masjid di UGM Gelar Salat Gaib Doakan Mendiang
- BPBD Sleman Alokasikan 100.000 Liter Air untuk Dropping
- Mahasiswa Meninggal karena Kecelakaan Laut, UGM Kirim Psikolog ke Lokasi KKN di Maluku Tenggara
- Tol Jogja-Solo Ruas Klaten-Prambanan Resmi Dibuka: Begini Cara Gratis Keluar dan Masuk di Gerbang Tol dan Exit Toll Prambanan
- Hendak Menceburkan Diri ke Laut di Parangtritis, Warga Lansia Asal Bogor Selamat
Advertisement
Advertisement