Advertisement

Mahasiswa UII Ubah Limbah Kulit Udang Jadi Pengawet Alami

Sunartono
Minggu, 15 Juli 2018 - 09:17 WIB
Kusnul Isti Qomah
Mahasiswa UII Ubah Limbah Kulit Udang Jadi Pengawet Alami Sely Wafiroh (tengah), Gita Dwi Arka (kanan), Shofiana (kiri) menunjukman produk pengawet makanan yang dibuat dari kulit udang, Sabtu (7/7/2018). - Harian Jogja/Sunartono

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN-Limbah kulit udang menjadi produk berharga di tangan sekelompok mahasiswa Prodi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia (UII). Mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan itu berhasil menciptakan pengawet alami dalam bentuk sediaan nanopartikel dari limbah kulit udang.

Mahasiswa tersebut antara lain, Sely Wafiroh, Gita Dwi Arka, Shofiana, Ainun Nurin Najah dari Prodi Farmasi angkatan 2015, dan Dhea Monica dari D3 Analis Kimia 2016. Tim ini mengangkat judul Mbah Kung Spray Nano Emulsion, Produk Pengawet Alami Ramah Lingkungan dari Limbah Kulit Udang. Istilah Mbah Kung ditetapkan sebagai nama produk yang merupakan kependekan dari limbah kulit udang alias Mbah Kung.

Advertisement

Sely Wafiroh menjelaskan, proses pembuatan itu dilakukan dengan mengumpulkan limbah kulit udang sekitar 10 kilogram di kawasan Pantai Depok, Bantul. Limbah itu kemudian dibersihkan dan dikeringkan menggunakan oven selama satu hari.

Untuk menghilangkan protein yang masih tersisa di kulit, limbah tersebut direndam dengan asam klorida. Setelah dipastikan bersih protein, direndam lagi menggunakan natrium hidroksida atau dikenal dengan proses demineralisasi dan ditambahkan etil asetat hingga mendapatkan chitosan.

"Dari hasil literasi kami di berbagai jurnal bahwa di kulit udang mengandung banyak senyawa chitosan [antibakteri]. Prosesnya ada deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi," terangnya, Sabtu (7/7).

Kulit udang yang kering dihaluskan hingga menjadi satu kilogram serbuk kemudian dilarutkan dengan asam asetat. Pembuatan sediaan dilakukan selanjutnya dengan menambahkan polietilon glikol (PEG).

Untuk menghasilkan nano emulsion, sediaan tersebut direaksikan dengan alat ultrasonik. Sehingga ada perubahan warna dari awanya pekat karena adanya PEG, menjadi lebih bening dan tidak ada butiran endapan.

"Sebenarnya yang membuat lama itu formulasinya harus benar-benar tepat, karena ini sediaan, jadi harus jernih. Selain itu stabilitasnya juga sangat diperhatikan," kata dia.

Ia menyatakan, hasil sediaan dikemas dalam bentuk spray dengan cara pemakaian tinggal menyemprotkan pada objek bahan pangan yang akan diawetkan. Seperti buah-buahan, ikan dan lainnya yang cocok digunakan oleh para penjual. Ia memastikan produk tersebut aman dipakai serta lebih hemat, bisa untuk sekali semprot dan dengan cepat meresap karena hasil dari teknologi nano.

Gita Dwi Arka menegaskan, di pasaran sebenarnya sudah ada produk lain berupa chitosan, tetapi hanya berbentuk serbuk kemudian harus dilarutkan dan direndam sendiri. Produknya lebih unggul karena menggunakan teknologi nano, mengingat sebagian besar produk chitosan akan meninggalkan endapan. Namun, produknya Mbah Kung selalu jernih tanpa endapan. Uji stabilitas dengan mendiamkan selama dua hari terbukti Mbah Kung tidak meninggalkan endapan.

"Kalau produk kami ini lebih cepat, karena menggunakan teknologi nano, menyerapnya lebih cepat, lebih efektif. Kalau takaran sebenarnya memang sudah ada," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Anggaran Pupuk Bersubsidi Sentuh Rp54 Triliun, Mentan: Awasi Distribusinya

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement