Advertisement
Guru Besar UGM: Alasan Warga Jadi Pengikut Kerajaan Agung Sejagat Bukan karena Ekonomi

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai bukan faktor ekonomi yang menyebabkan banyak warga menjadi pengikut sejumlah kerajaan fiktif di Indonesia akhir-akhir ini.
Sebelumnya muncul Keraton Agung Sejagat (KAS) di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dan Sunda Empire, Bandung, Jawa Barat.
Advertisement
Ketua DGB UGM, Profesor Koentjoro, mengatakan orang yang mengaku pemimpin kerajaan tersebut mempunyai waham kebesaran. "Kalau dalam istilah psikologi disebut delusi grandule," katanya, Selasa (21/1/2020).
Waham kebesaran bisa dilihat dari kemampuan mereka meyakinkan seseorang untuk menjadi anggota kerajaannya. Sehingga seseorang yang mendengarkan perkataannya bisa percaya.
Terlebih para pengikutnya mudah diyakinkan dengan simbol-simbol tertentu. "Itu menjadi semacam psikologi massa sehingga orang dengan mudah percaya dengan yang diceritakan," jelasnya.
Koentjoro menyebut simbol-simbol yang ada di Sunda Empire bukan hal yang rasional. Sebab masyarakat dibuat percaya melalui seragam, iming-iming upah dan jabatan tertentu.
Menurutnya orang yang telah bergabung dengan kelompok tersebut dilatari sejumlah hal. Pertama, adanya post power syndrome yakni seseorang yang dulunya punya kedudukan tetapi setelah pensiun ia merasa tidak ada yang bisa diperintah. "Maka dia ingin melakukan hal yang sama saat dia punya kedudukan," kata dia.
Kedua adalah kurangnya perhatian sang anak terhadap orang tua. Dengan begitu, para orang tua mencari tempat untuk mendapat perhatian.
Ia tidak percaya jika faktor ekonomi yang mendorong orang-orang itu untuk ikut bergabung. "Kalau mereka tidak punya uang, kenapa mau mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah untuk jadi anggota," kata dia.
Ia juga menyebut almarhum Profesor Sarlito Wirawan nyaris percaya dengan ajaran Lia Eden. "Itu bukti orang yang berpendidikan tinggi pun juga bisa dipengaruhi, bukan soal ekonomi saja," katanya.
Selain itu juga bisa diakibatkan mental instan yang ingin cepat kaya tetapi tidak mau bekerja keras.
Oleh karena itu, langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah guna mengantisipasi ajakan tersebut yaitu memberi perhatian kepada orang tua. Untuk pemerintah, dinas terkait perlu menyosialisasikan ke warga agar tidak mudah tertarik dengan hal-hal yang bersifat instan.
"Semuanya harus berpikir kritis sebelum menerima tawaran seperti itu," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pembangunan Sekolah Rakyat Ditargetkan Rampung Sebanyak 135 Lokasi pada 2026
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Pembangunan Jalan Alternatif Sleman-Gunungkidul Segmen B Segera Dimulai, Pagu Rp73 Miliar
- Luncurkan SPPG di Tridadi Sleman, Menko Muhaimin Ungkap Efek Berantai Bagi Masyarakat
- Produk UMKM Kota Jogja Diminati Peserta Munas VII APEKSI 2025
- Investasi di Sektor Utara Gunungkidul Bakal Digenjot
- Polisi Menangkap Tiga Pelaku Penganiayaan Ojol Pengantar Makanan di Pintu Masuk UGM
Advertisement