Advertisement

Catatan Perjalanan di Negeri Paman Sam: Urusan Negara, Nomor Satu

Arif Budisusilo
Rabu, 13 April 2022 - 05:47 WIB
Budi Cahyana
Catatan Perjalanan di Negeri Paman Sam: Urusan Negara, Nomor Satu Boy Thohir bersama putra bungsunya, Gamma Abdurrahman Thohir, di depan masjid At-Thohir Los Angeles, akhir Maret lalu. - Harian Jogja/Arif Budisusilo

Advertisement

Harianjogja.com, LOS ANGELES—Pada 25 Maret hingga 1 April lalu, Presiden Direktur Solopos Media Group dan Harian Jogja Arif Budisusilo diundang oleh Garibaldi 'Boy' Thohir, Presdir Adaro Energy Tbk, berkunjung ke Los Angeles. Selain menghadiri peresmian masjid At-Thohir, kunjungan tersebut bermaksud melihat dari dekat perkembangan mobil listrik di Amerika, serta sejumlah agenda lainnya. Berikut ini catatan perjalanannya.

BACA JUGA: Catatan Perjalanan di Negeri Paman Sam:  "Seeing is Believing", Bukan Sekadar Transformasi

Advertisement

Saya kembali deg-degan saat mau pulang ke Indonesia. Pasalnya, syarat penerbangan tetap mewajibkan tes swab PCR. Betapa tidak deg-degan. Seminggu berkeliling kota Los Angeles, kami bertemu banyak orang. Dan banyak kerumunan. Mereka tanpa masker. Terutama saat makan atau ngopi di restoran.

Nah, bagaimana kalau hasil tes nanti positif? Betapa bete-nya kalau harus menunggu 10 hari lagi, untuk kembali pulang ke Indonesia. Apalagi memasuki bulan puasa. Saya pernah merasakan berpuasa di Amerika pada 2017 lalu, rasanya sangat tidak nyaman.

Terutama saat makan sahur, semua makanan hotel kala itu "serba dingin". Untuk beranjak makan sahur, rasanya malas sekali. Belum lagi saat itu durasi puasa begitu panjang. Sahur jam 2 dini hari, dan buka puasa jam 9 malam. Meski saat ini durasinya lebih "normal", tetap saja saya membayangkan betapa nyaman-nya berpuasa dari Indonesia.

Dan ternyata, kebanyakan anggota rombongan waswas pula seperti saya. Bahkan, Febrianti Nadira, eksekutif kepercayaan Boy Thohir yang mengurus komunikasi korporat Adaro, sampai mimpi buruk. Dalam mimpinya, semua anggota rombongan positif Covid-19.

Namun semua kegelisahan itu pada akhirnya berlalu. Kami semua lega setelah menerima hasil tes PCR pada 30 Maret sore. Semuanya negatif. Kami bisa pulang kembali ke Indonesia esok paginya. Tentu saja Ira, begitu panggilan Febrianti Nadira, merasa sangat lega.

Ira memang gesit. Semua urusan beres cepat. Bersama Karina, timnya. Bahkan, saat Wahyu Muryadi kelimpungan lantaran sakit gigi, Ira dengan bantuan Konjen RI di Los Angeles menemukan dokter gigi asal Indonesia. Operasi kecil gigi Om Why, begitu kami biasa menyapa mantan Pemred Tempo yang kini menjabat Komisaris Hutama Karya dan Stafsus Menteri KKP itu, beres. Om Why bisa berkelakar heboh kembali.

Singkat cerita, sampailah kami kembali di Jakarta pada Sabtu dini hari. Selamat sentosa.

Meneruskan Keinginan

Tentu banyak sekali pelajaran dapat saya petik dari perjalanan "berdaging" ini. Terutama dari Pak Boy. Pengusaha yang "core" nya bergerak dalam bisnis batu bara ini selalu kaya inspirasi. Kolom ini pun tak akan cukup untuk menceritakan semuanya.

Agenda utama kunjungan ke Los Angeles sebenarnya adalah peresmian masjid At-Thohir. Selain itu, saya bersama rombongan juga berkunjung ke University of California at Los Angeles (UCLA). UCLA adalah universitas negeri nomor satu di Amerika saat ini.

Kami juga mengunjungi dealership mobil listrik Tesla, Lucid dan mobil berpenggerak fuelcell Toyota Mirae, yang menggunakan bahan bakar pemantik dari hidrogen. Tak ketinggalan, bersama teman-teman pemimpin media dari Jakarta, saya juga mengunjungi Rhonald Reagan Presidential Library.

Perpustakaan Reagen ini adalah tempat untuk mendokumentasikan kisah perjalanan Presiden Reagan selama memimpin Amerika. Termasuk di dalamnya 'museum' untuk pesawat kepresidenan Air Force One serta helikopter kepresidenan Marine-One. Anda tentu tahu, Presiden Reagen adalah seorang aktor yang berasal dari Los Angeles, dan pernah menjabat Gubernur California.

Peresmian masjid At-Thohir sendiri berlangsung pada Minggu (27/3), oleh Duta Besar Republik Indonesia Rosan Perkasa Roslani. Hadir pada peresmian itu Ketua Yayasan Indonesia Muslim Foundation di Los Angeles, Dwirana Satyavat serta Konsul Jendral RI di Los Angeles, Saud Krisnawan. Hadir pula ratusan masyarakat Indonesia di Los Angeles.

Di Los Angeles saat ini terdapat sekitar 30.000 pemukim asal Indonesia. Mereka sekolah, atau bekerja di kota itu. Direktur hotel tempat saya menginap serta sejumlah staf di hotel itu kebetulan pula berasal dari Indonesia.

Tak heran, keberadaan masjid At-Thohir di kota itu akan menjadi oase bagi mereka. Bahkan bagi warga muslim dari berbagai negara. Boy sendiri bilang, masjid itu diharapkan bisa menjadi pusat aktivitas Islam damai di Los Angeles.

Masjid At-Thohir sebenarnya digagas sejak 2015 saat mendiang Moh. Teddy Thohir, ayahanda Boy dan Erick Thohir (sekarang Menteri BUMN), masih sering berkunjung ke LA. Pak Teddy sering mengaku sulit menemukan tempat salat Jumat di kota itu.

Setelah sang ayah wafat, Boy dan Erick merealisasikan keinginan untuk mendirikan masjid di Los Angeles, kota yang sudah dianggap menjadi "rumah kedua" bagi  keluarga itu. Pada 2018, Boy mendapatkan bekas gereja Samoa yang hendak dijual, lalu disulap menjadi sebuah masjid.

Masjid ini menjadi saksi, komitmen Boy dan adiknya, Erick, untuk almarhum sang ayah. "Itu hanyalah sedikit bakti kita kepada beliau yang sudah membesarkan dan memberikan banyak contoh dan teladan bagi kita," tutur Boy.

Uniknya, sebagai bangunan heritage, tampak luar masjid itu masih serupa gereja. Hanya tanpa lonceng dan salib di atasnya. Namun tampak dalam masjid itu sudah berubah total. Lengkap dengan kubah yang indah dari sisi dalam, rancangan arsitek muslim asal Pakistan.

Selain pertama di Los Angeles, Masjid At-Thohir menjadi masjid ke-6 di Amerika Serikat. Bahkan Dubes Rosan mengapresiasi keberadaan masjid tersebut. Terlebih diresmikan menjelang bulan puasa, sehingga dapat menjadi pusat kegiatan komunitas muslim, tempat aktivitas persahabatan dan silaturahmi warga.

Rosan bahkan berharap, komunitas muslim Indonesia di Los Angeles dapat menjadi contoh bahwa muslim Indonesia adalah rahmatan lil alamin, yang bermanfaat bagi masyarakat yang lain.

Masjid seluas 1.200 m2 itu sendiri, menurut Dwirana Satyavat, sudah difungsikan sebagai tempat belajar keislaman bagi warga muslim Indonesia di Los Angeles. Selain itu, sejumlah warga muslim dari Amerika Latin dan Asia Selatan seperti Bangladesh dan Pakistan juga memanfaatkan fasilitas masjid itu.

Prinsip Keseimbangan

Setelah rangkaian kunjungan ke berbagai tempat, saya sengaja menggunakan kesempatan itu untuk ngobrol banyak dengan Boy Thohir. Saya bertanya kepada Boy, mengapa sampai jauh-jauh membangun masjid di Los Angeles?

Boy menyebutkan, selain wujud bakti kepada orang tuanya, langkah itu juga wujud upayanya dalam membangun keseimbangan dalam hidupnya yang tidak semata-mata mengejar materi.

Prinsip Boy Thohir, hidup harus balance. Sang Ayah telah mengajarkan kebutuhan manusia bersifat material dan spiritual. Kalau cuma mengejar materi, tidak di-guide dengan spiritualitas dan akhlak yang bagus, buat apa? "Toh nanti kalau sudah enggak ada, yang dibawa nama baik, reputasi dan apa yang kita tinggalkan, anak-anak. Dan apa yang bisa dikontribusikan ke negara kita," tutur Boy tenang.

Dan prinsip keseimbangan tersebut terlihat bukan hanya soal kehidupan spiritual. Bukan cuma soal dunia dan akhirat. Melainkan juga dalam bisnis dan politik. Karena itulah, keluarga Thohir juga concern terhadap politik negara. Agar menjadi negara yang maju. Karena dia yakin, tidak ada perusahaan bisa hebat apabila negaranya miskin, apalagi terpecah-belah.

Sekadar contoh Yugoslavia, Afghanistan, dan sejumlah negara yang terpecah di sebagian Timur Tengah. Tak ada perusahaan maju dari negara-negara tersebut. Contoh sebaliknya adalah China. Boy menyebut 30 tahun silam tidak ada satu pun perusahaan China yang masuk Fortune 500.  "Sekarang kita bisa lihat bahwa dari 500 (perusahaan terbesar di dunia) itu mungkin hampir 150 berasal dari Tiongkok," paparnya seraya menekankan kemajuan ekonomi China.

BACA JUGA: Catatan Perjalanan di Negeri Paman Sam: The American Dream, Mimpi Amerika

Begitulah logika berpikir Boy dan keluarga Thohir. "Kami terlahir dari keluarga pengusaha. Tapi sekali lagi tadi saya bilang, kalaupun kita terlibat politik, politik kita adalah politik negara. Politik NKRI, politik merah putih," tegasnya.

Dalam konteks itulah, visinya dalam politik negara, ingin agar negara Indonesia menjadi negara besar, negara maju, negara yang berkembang maju, "sehingga perusahaan kami makin besar." Bagi Boy, bila negaranya maju, pasti banyak perusahaan yang maju. "Kalau negara maju GNP jadi 10.000 (dolar per kapita), mau jualan apa saja laku. Kalau GNP masih 1.000, mau jualan apa saja susah. Gitu lho," tutur Boy.

Karenanya, bila pengusaha berkontribusi dulu ke negara, tujuannya agar negaranya maju, tidak terpecah belah, dan solid. "Negara number one. Begitu negaranya maju, rakyatnya kaya, perusahaan otomatis maju. Karena barang-barang yang kita jual pasti dapat terserap oleh pasar karena daya belinya ada. Kalau daya belinya tidak ada kita mau jual apa? As simple as that," kata Boy menekankan.

Negara Duluan

Dalam konteks itulah Boy merasa punya kepentingan dengan politik negara, agar negaranya maju, dan penduduknya pintar-pintar. "Karena kalau negaranya tidak maju, perusahaan kami tidak bisa berkembang," katanya terus terang.

Dan ia pun optimistis para pemimpin negara di Indonesia punya visi serupa, termasuk Presiden Jokowi. Sembari mengingatkan tagline yang ditulis di Ronald Reagan Presidential Library, Boy menunjukkan para pemimpin Amerika sepakat bahwa "the country come first". Kepentingan negara ditaruh duluan.

Dia melihat, Presiden Jokowi sudah memulai reformasi dunia pendidikan, dengan menempatkan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan. Terobosan luar biasa itu, kata Boy, perlu berkelanjutan. "Karena memerangi kebodohan itu tak bisa hanya lima tahun, tak bisa hanya 10 tahun. Harus long term," tuturnya.

Itulah mengapa, Boy merasa perlu mengajak rombongan mengunjungi UCLA, universitas terbaik Amerika yang sudah berusia 120 tahun. Dia berharap, ke depan ada kesinambungan transformasi pendidikan, sehingga talenta dan human capital Indonesia bisa bersaing dengan talenta dari negara lain.

Dan tentu saja, saya sependapat.

Alhasil, dari obrolan panjang di selasar Cabazon Outlets, premium outlet yang berjarak tempuh tak sampai 2 jam dari pusat kota Los Angeles itu, saya dan Boy Thohir banyak bertukar pikiran tentang masa depan Indonesia.

Seperti halnya Boy Thohir, saya juga sangat optimis Indonesia akan menjadi negara maju. Terlebih apabila banyak pengusaha dengan spirit yang serupa, seperti keluarga Thohir.

Apalagi kita memiliki banyak "modal". Begitu pandemi Covid-19 teratasi, Boy mengilustrasikan, ekonomi Amerika melesat naik karena kekuatan domestiknya. Begitu pula Indonesia. Kita juga memiliki kekuatan ekonomi domestik yang sangat besar. Maka, setelah pandemi teratasi, dengan dukungan ekonomi domestik yang besar, pemulihannya akan berlangsung cepat.

Ditambah lagi dengan strategi industri melalui hilirisasi, didukung ekonomi hijau, serta sumber daya manusia dan human capital yang unggul, insya Allah Indonesia bisa menggapai cita-cita menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia pada 2045 mendatang.

Nah, bagaimana menurut Anda? (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Jadwal Buka Depo Sampah di Kota Jogja

Jadwal Buka Depo Sampah di Kota Jogja

Jogjapolitan | 5 hours ago

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Rumah Tersangka Korupsi Timah Harvey Moeis Digeledah Kejagung, Sejumlah Kendaraan Mewah Disita

News
| Sabtu, 20 April 2024, 10:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement