Advertisement
Jadi Penyerap Karbon Terbaik, Karst Gunungkidul Harus Dijaga
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut Indonesia mendapat pajak karbon senilai Rp5,6 triliun untuk menjaga hutan.
Hal tersebut disampaikan Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto saat pembukaan 13th Indonesia Green Forestry & Environment Expo 2023 di Jogja Expo Center, Kamis (2/3/2023).
Advertisement
Agus menyebut uang sebanyak itu diberikan Amerika Serikat sebesar USD 110 juta atau setara Rp1,68 triliun, Norwegia sebesar USD 65 juta atau setara Rp993 miliar, Global Climate Fund sebesar USD 103 juta atau setara Rp1,57 triliun.
“Kemudian ada Biocarbon Fund di Jambi sekitar itu juga (100 juta dolar), dan itu akan terus bertambah,” rincinya, Kamis siang.
Implikasi dari penerimaan uang sebanyak itu dari pajak karbon global, jelas Agus, Indonesia harus menjaga hutannya dan mengurangi laju penggundulannya.
“Itu kompensasi, bukan pinjaman. Memang itu hak kami karena Indonesia telah menjaga hutan telah berhasil mengurangi deforestasi sampai titik terendah, dan wajib diteruskan” jelasnya.
BACA JUGA: Kawasan Karst Gunungkidul Diusulkan Dipangkas Hampir Separuh
Penerimaan Indonesia dalam pajak karbon ditanggapi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jogja.
Kepala Divisi Program Walhi Jogja Vicky Arthindo menyebut langkah penghentian emisi karbon yang dapat dilakukan DIY adalah menjaga kawasan karst di Gunungkidul.
“Banyak penelitian menyebutkan kawasan karst ini penyerap emisi karbon terbaik, apalagi kalau kawasan karst ini di atasnya tumbuh hutan, tanpa hutan juga sudah menyerap karbon tapi memang lebih lama dibanding yang di atasnya ada pohon. Jadi kalau pemerintah punya komitmen penyerapan karbon, rencana pengurangan kawasan karst harus dihentikan,” jelasnya, Jumat (3/3/2023).
Wilayah hutan di DIY yang punya potensi tinggi penyerapan karbon justru berada di Gunungkidul, terutama di kawasan karst.
“Bukan di lereng Merapi atau di Kulonprogo, karena di sana memang tiap tahun berkurang hutannya. Kalau Pemda DIY ingin ikut menerima pajak karbon, seharusnya menjaga kawasan karst di Gunungkidul itu,” tegasnya.
Selain itu, ruang terbuka hijau di tiap kabupaten/kota juga harus dipenuhi sebagai langkah nyata pengurangan karbon yang dapat dilakukan DIY.
“Selama ini RTH masih banyak yang belum dipenuhi di DIY, itu dipenuhi saja dulu dan yang penting lainnya mengerem alih fungsi lahan karena itu juga jadi faktor emisi karbon meningkat tiap tahunnya juga,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kesal Keluhan Tak Ditanggapi, Warga Segel Pintu Masuk ke TPA Tanjungrejo Kudus
Advertisement
Bali Masuk 20 Besar Destinasi Wisata Terbaik di Asia Tahun 2025
Advertisement
Berita Populer
- Kasus PMK Meluas, DIY Ajukan 100.000 Dosis Vaksin
- 200 Hektare Lahan Pertanian di Srandakan Terendam Air, Mentan Minta BBWSO Segera Menangani
- Pemda DIY Tunggu Juknis Program MBG untuk Ibu Hamil
- Pedagang Teras Malioboro 2 Beskalan Mulai Mengecek Lapak, Belum Ada Aktivitas Pindahan
- Ada Wacana Retreat, Wakil Bupati Bantul Terpilih: Itu Program yang Bagus
Advertisement
Advertisement