Advertisement

Promo November

Punya Protein dan Harga Jual Tinggi, Ungkrung Jadi Buruan Warga Gunungkidul

Andreas Yuda Pramono
Kamis, 18 Januari 2024 - 08:47 WIB
Abdul Hamied Razak
Punya Protein dan Harga Jual Tinggi, Ungkrung Jadi Buruan Warga Gunungkidul Watik dan Sutarto sedang mencari ungkrung di Kawasan Hutan Jati, Padukuhan Gading VII, Kalurahan Gading, Playen, Kabupaten Gunungkidul pada Rabu (17/1 - 2024). Ungkrung merupakan istilah untuk kepompong yang habitatnya ada di pohon/pohon jati. Bakal kupu/kupu tersebut memiliki harga Rp210.000 per kilogram. Selain menguntungkan secara ekonomi, Peneliti BRIN menyebut ungkrung sebagai sumber protein alternatif.

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Hujan yang turun sejak pagi di sejumlah wilayah di Gunungkidul mendinginkan jalanan beraspal di Padukuhan Gading VII, Gading, Playen, Gunungkidul. Tanah-tanah persawahan di sekitarnya tampak masih basah. Daun-daunan kelihatan lebih hijau dan segar.

Di depan SD Kanisius Beji, Playen pohon-pohon jati meriung. Hampir semua daunnya rontok dan dalam kondisi basah. Situasi tersebut normal sebagai dampak dari musim kemarau panjang belakangan ini. Istilahnya meranggas. Di beberapa pohon, daun-daun meninggalkan tulangnya. Jika dilihat lebih dekat, tampak daun tersebut digerogoti hewan.

Advertisement

Salah satu warga sekitar, Watik menceritakan daun-daun yang berlubang tersebut disebabkan oleh ulat. Dalam siklusnya, ulat ini akan turun dan tidak naik pohon lagi. Ulat yang berada dalam fase tersebut disebut udel. Udel ini nantinya akan mengubah diri menjadi kepompong berbentuk pentagon di bawah jatuh jati yang gugur. Warga sekitar menyebutnya dengan ungkrung.

BACA JUGA: Tiga Kecamatan di Gunungkidul Jadi Prioritas Pemasangan Lampu Jalan

Ungkrung yang tak lebih besar dari sebutir kedelai ini memiliki harga yang fantastis. Satu kilogram ungkrung dapat dijual sampai Rp210.000. Namun saat ini, harga tersebut turun menjadi kisaran Rp140.000 di pasar-pasar.

“Kalau saya menjualnya Rp120.000. Nanti biar kalau mau dijual lagi bisa Rp140.000. Akhir Desember 2023 kemarin bahkan ada ungkrung seharga Rp210.000 per kilogramnya,” kata Watik sambil memperlihatkan seplastik penuh ungkrung di rumahnya, Rabu (17/1/2024).

Pelanggan Watik merupakan kenalan atau tetangga sendiri. Watik juga menggunakan sistem pre-order ungkrung saking banyaknya peminat. Warga lain, kata dia juga menjual ungkrung sampai ke Jakarta dalam kondisi sudah matang atau diolah.

Ungkrung dalam plastik putih tersebut baru saja dia cari bersama suaminya, Sutarto di Kapanewon Karangmojo selama kurang lebih tiga jam. Akibat hujan, dia terpaksa pulang dan menyudahi perburuannya. Padahal, biasanya dia bisa berada di kawasan jati memburu ungkrung selama 8 jam.

Ungkrung yang akan berubah menjadi kupu-kupu kecil berwarna cokelet tersebut juga dapat ditemukan di balik daun kolonjono meski jarang. Pohon jati pun tidak semua menjadi sarang ungkrung.

BACA JUGA: Terpidana Mati Mary Jane Akan Berikan Keterangan Pekan Ini

Kata dia, ulat calon ungkrung tidak suka memakan daun pohon jati minyak dan emas. Hanya pohon jati biasa yang menjadi habitat ulat tersebut. Menurut dia, sulit untuk membedakan jenis jati. Satu hal yang dapat diamati adalah kondisi daun. Apabila daun berlubang akibat ulat maka kemungkinan besar pohon tersebut adalah jati biasa.

Sebelum fase ungkrung, ulat akan turun sewaktu subuh. Pada waktu tersebut, warga akan membawa senter dan mulai memburu. Meski belum berwujud ungkrung, ulat juga dapat dimasak meski rasanya tidak seenak ungkrung. Rasa ungkrung tidak jauh beda dengan laron goreng. Hanya saja ungkrung setelah digoreng akan sedikit lebih keras.

“Sudah sejak kecil saya mencari ungkrung. Awalnya juga hanya suka saja. Tidak mau makan dulu. Pertama kali makan juga biduran, alergi. Tapi akhirnya kebal,” katanya.

Menurut Watik, ungkrung tahun ini melimpah keberadaanya daripada tahun lalu. Hanya saja keberadaanya sedikit terlamat di akhir Desember 2023 atau awal Januari 2024. Dalam berburu, Watik juga bersaing dengan ayam dan burung. Dua unggas tersebut kadang mendahului Watik dan warga lain.

Berbeda dengan Watik, Sutarto baru mengenal ungkrung ketika dia menikahi istrinya tahun 2008. Namun dia tahu ada bakal kupu-kupu yang kerap berada di bawah daun jati yang akhirnya dia ketahui sebagai ungkrung.

Pria yang sering dipanggil Siroh ini mengaku berburu ungkrung menguras banyak tenaga dibandingkan bekerja di proyek. Dia dapat membuat perbandingan karena merupakan seorang tukang batu.

“Berjalan jongkok soalnya. Sepanjang ada pohon jati yang daunnya habis ya saya telusuri terus sampai habis,” kata Sutarto.

Sutarto menceritakan tantangan mencari ungkrung. Apabila dilihat sekilas, mencari ungkrung sekadar membuka daun jati yang ada di tanah atau meraba-raba permukaan tanah. Jika tidak berhati-hati, bukan ungkrung yang didapat namun kalajengking atau kelabang.

“Saya pernah menemui kelabang dan kalajengking tapi alhamdulilah tidak pernah disengat,” katanya.

Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ade Chandra Iwansyah mengatakan ungkrung dapat dijadikan sumber protein alternatif karena kandungan protein dan daya cernanya.

“Kita tahu protein memiliki fungsi vital dalam metabolisme tubuh, baik itu sebagai penghasil energi, penyusun enzim, dan banyak hal lainnya,” kata Chandra.

Chandra menambahkan ungkrung akan melimpah di lapangan masuk bulan November - Februari. Menurut dia, harga ungkrung dapat melonjak karena permintaan tinggi sedangkan penawaran rendah. Seperti yang dikatakan Watik, ungkrung hanya muncul setahun sekali.

Faktor lain yang membuat harga ungkrung melonjak karena pengalaman mengonsumsi makanan khas Gunungkidul yang mungkin tidak bisa didapatkan di daerah lain. Chandra menyebutnya dengan extreme food atau gastro-tourism.

Komite Pariwisata dan Daya Saing atau The Committee on Tourism and Competitiveness (CTC) of United Nations World Tourism Organization (UNWTO) mendefinisikan Gastronomy Tourism sebagai jenis aktivitas kepariwisataan yang ditandai oleh pengalaman wisatawan yang terkait dengan makanan dan aktivitas serta produk serupa saat berwisata.

“Seperti halnya belalang kayu. Bedanya belalang kayu ada sepanjang tahun karena ada pasokan dari luar daerah Gunungkidul,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

BUMN Dukung Upaya BP Haji Tingkatkan Kualitas Pelayanan Haji

News
| Selasa, 19 November 2024, 21:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement