Advertisement
Krematorium Jogja, Menyucikan Jenazah dengan Api
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kremasi menjadi cara penyucian jenazah melalui api. Tidak hanya terkait kepercayaan, kremasi menjadi solusi sulitnya lahan pemakaman.
Keluarga dari jenazah yang hendak mengakses layanan Krematorium Yogyakarta perlu mengisi formulir. Isinya berupa persetujuan dan tuntutan mengikuti syarat. Salah satu poinnya, pihak keluarga tidak akan mempermasalahkan Krematorium apabila ada pihak lain yang menuntut di kemudian hari.
Advertisement
Setelah urusan administrasi selesai, pihak keluarga dan Krematorium membuat kesepakatan hari pelaksanaan kremasi. Biasanya, proses kremasi bermula dari ibadah sesuai agama masing-masing. Kemudian ada prosesi foto bersama dan tabur bunga di peti mati. Baru setelahnya berupa proses pembakaran jenazah bersamaan dengan petinya.
Proses kremasi di Krematorium Yogyakarta sudah berlangsung puluhan lalu, tepatnya sejak 1 Juni 1957. Alamatnya di Jalan Tentara Rakyat Mataram Nomor 39, Bumijo, Jetis, Kota Jogja. Sekretaris Krematorium Yogyakarta, Robert, mengatakan pengelola awal Krematorium merupakan Perhimpunan Pembakaran Jenazah Yogyakarta. “[Operasional Krematorium Yogyakarta] sempat terhenti beberapa lama, karena pergolakan yang terjadi di Indonesia,” kata Robert, Rabu (7/8/2024).
Sejak 2021, Krematorium berada dalam naungan Yayasan Wahana Mulya. Di Jogja ada dua tempat kremasi. Namun nama Krematorium Yogyakarta membuat kecenderungan orang yang hendak mengkremasi datang ke sini. Krematorium satunya tidak menyematkan nama Yogyakarta. “Dulu [kremasinya] menggunakan bahan bakar kayu. Sekarang [kremasinya] menggunakan bahan bakar solar dan elektris,” katanya.
Kemurnian Abu
Proses pembakaran terdiri dari dua tahap. Pertama pembakaran peti dan jenazah menggunakan api. Proses kedua berupa pemilahan antara tulang dengan arang dan sisa pembakaran lainnya. Tulang jenazah akan dikumpulkan, untuk kemudian ditumbuk menjadi abu.
Pengelola Krematorium mengayak atau menyaring abu jenazah untuk memisahkan abu yang sudah halus dan yang belum. Tulang yang belum tersaring akan kembali ditumbuk, agar bisa sehalus yang lainnya. Begitu seterusnya sampai semua tulang menjadi abu.
Proses pembakaran, menumbuk, hingga mengayak sekitar tiga jam. “[Penumbukan dan pengayakan berkali-kali] sehingga abu jenazah bisa murni,” kata Robert. “Abu kemudian dimasukkan ke dalam kantung kain, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam kendi. Andai kata kendi itu pecah, abu itu tidak terbuang karena di dalam kain, jadi aman.”
Dalam beberapa kepercayaan, pembakaran merupakan bentuk penyucian. Ada dua cara menyucikan jenazah, menggunakan air dan api. Pada dasarnya, menurut Robert, tidak ada agama yang secara spesifik mewajibkan atau melarang kremasi. Proses kremasi pada jenazah sepenuhnya berdasarkan kesadaran dan permintaan keluarga jenazah. Bisa jadi, sebelum meninggal, jenazah memiliki wasiat untuk dikremasi.
“Tidak ada keharusan untuk kremasi. Tergantung pada keluarga dari almarhum,” katanya.
Tarif kremasi berbeda-beda, tergantung jenis peti dan layanannya. Sebagai contoh, peti dengan kayu setebal 2 centimeter, harga layanan kremasinya Rp2,7 juta.
Lahan yang Sulit
Dalam beberapa kondisi, kremasi tidak hanya masalah kepercayaan. Kremasi bisa menjadi alternatif akan sulitnya lahan pemakaman. Berbeda dengan beberapa puluh atau ratus tahun lalu, lahan pemakaman masih banyak. Sekarang, dengan meningkatkan jumlah penduduk, lahan pemakaman semakin sulit. Di berbagai daerah, bahkan sampai ada penumpukan makam.
“Sehingga orang cenderung kepada yang praktis. Kremasi dianggap lebih praktis, mudah, dan murah, dibanding upacara pemakaman seperti biasa,” kata Robert.
Meski bisa menjadi solusi, Krematorium Yogyakarta tidak membuat promosi atau program untuk menawarkan jasanya. Krematorium merupakan layanan usaha sosial. Mereka hanya melayani yang datang. Bukan mencari orang untuk mengakses layanan kremasi ini. “Yang datang ke sini, akan kami layani sebaik-baiknya,” katanya.
Robert berharap masyarakat yang mengakses layanan di Krematorium bersedia memenuhi syarat dan peraturan. Termasuk tidak menaruh barang di peti mati. Di dalam peti mati hanya untuk jenazah dan pakaian yang melekat dengannya. Tidak boleh ada barang tambahan, entah itu kitab suci atau barang kesukaan jenazah semasa hidup. “Setelah proses kremasi selesai, kadang ada keluarga yang abu kerabatnya langsung dibawa, ada yang dititipkan dulu di sini,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Setahun Penyerbuan Palestina, Begini Kondisi Israel, Krisis Ekonomi dan Sanksi Membayangi
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Memberantas Peredaran Minuman Keras, Polres Bantul Memaksimalkan Tim Khusus
- Rumah Baca Raden Mas Suryowinoto Dorong Literasi lewat Pelatihan Mahir Mendongeng
- Pemda DIY Minta Pemkab dan Pemkot Tegas pada ASN Pelanggar Netralitas di Pilkada 2024
- Pakar Energi Geothermal UGM Sarankan Peningkatan Data Eksplorasi Panas Bumi
- Abrasi Mengancam Pantai Selatan, BPBD DIY Minta Warga Bongkar Bangunan di Pinggir Pantai
Advertisement
Advertisement