Advertisement

Pameran Parama Iswari Mahasakti Keraton Yogyakarta, Angkat Sisi Lain Perempuan

Media Digital
Sabtu, 05 Oktober 2024 - 18:17 WIB
Abdul Hamied Razak
Pameran Parama Iswari Mahasakti Keraton Yogyakarta, Angkat Sisi Lain Perempuan Sejumlah koleksi yang ditampilkan dalam pameran dengan tajuk Parama Iswari, Mahasakti Keraton Yogyakarta 6 Oktober 2024 - 26 Januari 2025, Sabtu (5/10 - 2024) (email)

Advertisement

JOGJA—Kraton Yogyakarta menggelar pameran akhir tahun dengan tajuk Parama Iswari, Mahasakti Keraton Yogyakarta 6 Oktober 2024 - 26 Januari 2025. Pameran tersebut menjadi tawaran atas renaisans perempuan untuk mendefinisikan kembali keperempuanannya berdasarkan peran dan kapasitas. 

Berlokasi di Kagungan Dalem Komplek Kedhaton Museum Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, pameran itu dibuka pada Sabtu (5/01/2024) sore oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Penghageng Nityabudaya Kraton Yogyakarta GKR Bendara dan empat hari berturut-turut juga digelar wayang wong sebagai rangkaian pembukaan.

Advertisement

GKR Bendara menjelaskan, lewat pameran ini pihaknya ingin memberitahukan pesan kepada khalayak bahwa peranan wanita terutama permaisuri di lingkungan Kraton Yogyakarta. Mereka punya peran penting yakni negosiator, politik dan ahli strategi militer. Pameran ini juga membuka narasi perempuan yang sebenarnya sangat mampu untuk berdiri dengan dua kaki sendiri. 

"Perempuan punya kesempatan yang dibuka luas untuk berpendidikan, mengelola keuangan sendiri, bebas berpendapat dan sebagainya walaupun banyak perempuan yang belum bisa lepas dari jeratan masa lalu," jelasnya. 

GKR Bendara menambahkan, ada tujuh permaisuri yang ditonjolkan dalam pameran ini yakni sejak HB 1-10. Kisah mereka tidak banyak tertuang dalam manuskrip, tapi pihaknya berupaya menggali dari arsip dan terbukti peran mereka sangat luar biasa. Dengan begitu pengunjung pameran bisa melihat bagaimana merefleksikan diri, saling dorong sesama wanita dan menguatkan satu sama lain. 

"Kami ingin menceritakan ulang sejarah yang ada supaya masyarakat tahu kotak itu sebenarnya tidak ada, kotak itu terbentuk dari pemikiran pendapat masyarakat pada masa kolonial sehingga harapannya menyadarkan masyarakat," ujarnya.

Pimpinan Produksi Pameran Paramaiswari Nyi R. Ry. Noorsundari mengatakan, pameran ini bercerita tentang peran perempuan di Kraton Yogyakarta dari masa HB 1 sampai dengan saat ini. Adapun koleksi yang ditampilkan adalah yang berhubungan dengan perempuan, baik busana, perhiasan, manuskrip juga arsip catatan keuangan. 

"Parama Iswari utamanya perempuan utama, bahwa sebenarnya perempuan juga berperan dalam kelangsungan hidup bangsa,” ujarnya. Mahasakti Kraton Yogyakarta, melihat peran perempuan sebagai pendamping dan pendukung utama pria demi keseimbangan kehidupan, dan persepsi yang jujur tentang kekuatan perempuan.

Kurator Pameran Paramaiswari Fajar Wijanarko menyebut, Parameswari [parama-iswari]: dalam kamus bahasa Jawa berarti langkung luhuring pawestri atau lebih dari perempuan utama. “Parameswari sebuah term yang disematkan pada perempuan utama dalam tatanan kerajaan Jawa. Istilah tersebut telah digunakan sejak abad ke-9 dan dipelihara dalam memori kolektif budaya Nusantara sampai abad ke-21,” jelasnya.

Jenama yang mengikat pada raja sekaligus kuasa yang melampaui kadarnya. Berangkat dari pendekatan kronologi, narasi parameswari sebagai perempuan yang melintasi sejarah dirangkap dalam satu situasi budaya. Impresi dari kiprah prameswari yang dikumpulkan dan dipadu dalam satu ruang pamer membawa intensi agar perempuan mampu membangun definisi ulang tentang keberadaannya secara adaptif. 

"Konteks perempuan sebagai bagian dari militer, pemrakarsa budaya, hingga aktivis sosial terus berubah dan menjelma sesuai relevansi hari ini,” katanya.

Kraton Yogyakarta mencatat gender parameswari sebagai perempuan utama bukan hanya pada dikotomi perempuan di ruang privat. Raden Ayu Kadipaten adalah parameswari dari Sri Sultan Hamengku Buwono I yang juga panglima perang prajurit Langenkusumo. Kiprahnya dalam dunia militer patut diperhitungkan. Dia dicatat sebagai guru sekaligus nenek dari Pangeran Diponegoro yang kemudian hari mengibarkan Perang Jawa (1825-1830).

Raden Ayu Andayaningrat, seorang diplomat ulung yang menjadi negosiator dari kembalinya Sultan Hamengku Buwono II dari pengasingan di Saparua. Periode yang paling kentara adalah kehadiran GKR Kencana, permaisuri dari Sultan Hamengku Buwono VII yang memiliki daya matematis yang ulung, Ia adalah perempuan yang mengatur keuangan di Keraton Yogyakarta. 

“Dari data kronologis yang dikumpulkan, akhirnya, Keraton Yogyakarta tidak secara khusus mengonstruksi dialog perlawanan terhadap dogma feminis yang sebenarnya belum selesai dipahami. Ihwal yang ditangkap cenderung berpusat pada data sejarah sebagai jalan untuk menyelami aksi-reaksi seorang parameswari sebagai perempuan," pungkas dia. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Awas! Jebakan Pinjol Ilegal Saat Daya Beli Turun

News
| Sabtu, 05 Oktober 2024, 19:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Jogja lewat Diorama

Wisata
| Rabu, 02 Oktober 2024, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement