Kuatkan Quality Tourism, Kembangkan Kawasan Cagar Budaya

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemkot Jogja mulai mengupayakan pariwisata berkualitas atau quality tourism. Beberapa kawasan cagar budaya pun terus dikembangkan untuk menjadi destinasi alternatif di luar Tugu-Malioboro-Kraton (Gumaton).
Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Jogja, Muh Zandaru Budi Purwanto, menjelaskan Kota Jogja masih menjadi tujuan favorit masayrakat Indonesia, sehingga pariwisata massal atau mass tourism tidak bisa terhindarkan.
Advertisement
“Jogja adalah salah satu kota yang paling ingin dikunjungi wisatawan dari serluruh Indonesia. Pariwisata yang paling ingin dikunjungi berdampak pada banyaknya wisatawan yang hadir di Jogja. Tahun kemaren kami membukukan 7,5 juta pergerakan wisatawan. Tahun ini sampai November sudah di 9,5 juta wisatawan. 330.000 dari turis mancanegara,” katanya.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Jogja berdampak pada beberapa hal. Dampak positifnya adalah semakin banyak orang berbelanja di Jogja, dengan rata-rata belanja wisatawan saat ini di angka Rp2,2 juta, dengan lama tinggal 1,77 hari.
Sedangkan dampak negatifnya jika terus bertambah dalam jumlah besar, yakni timbulnya kemacetan, masalah sampah dan ketidaknyamanan. Maka Pemkot Jogja secara bertahap mulai beralih ke quality tourism, meski di sisi lain mass tourism masih tetap ada karena Jogja masih menjadi destinasi favorit.
Quality tourism salah satunya diupayakan dengan pengembangan kawasan cagar budaya, seperti Kotabaru, Kotagede dan Pakualaman. “Kawasan Kotabaru yang berjarak 1 km dari Malioboro kami branding sebagai satu destinasi pariwisata premium malam hari di Jogja,” paparnya.
Di Kotabaru saat ini sudah menjadi pusat kuliner mulai dari kopi pinggir jalan hingga kafe dan resto yang menawarkan kawasan berarsitektur indies. Banyak event juga digelar di kawasan ini untuk menarik wisatawan, seperti di Kridosono, lapangan Widorokandang dan Plaza Pariwisata Jalan Suroto.
“Kotabaru karena kawasannya indies, premium, maka dari sisi harga agak lebih mahal daripada yang lain. Tapi itu sebanding dengan uang yang dikeluarkan. Di sana ada Silol, Raminten, Roemi, resto-resto yang lain. Di samping kopi jalanan yang menarik anak muda, yang harganya lebih mahal juga jika dibanding angkringan,” ungkapnya.
Hal serupa juga dilakukan di Kotagede maupun Pakualaman. Di Pakualaman, Pemkot Jogja sudah mulai menata pedagang yang berjualan di sekitar Pura Pakualaman. “Sudah mulai kami bangun, ditata pedagang kaki limanya dimasukkan ke Pasar Sentul,” ujarnya.
Terkait lama tinggal wisatawan, ia menargetkan sampai akhir tahun nanti rata-ratanya bisa naik hingga 1,8 hari. Sedangkan untuk di tahun depan, ia berharap bisa sampai dua hari atau minimal sama dengan tahun ini.
Lama tinggal wisatawan ini kedepan menurutnya tidak bisa meningkat terlalu banyak karena mobilitas antara Kota Jogja dengan daerah lainnya yang semakin dipermudah. “Ada jalur tol yang sudah menghubungkan Jogja-Solo dan kota-kota lain,” kata dia.
Dengan kemudahan mobilitas ini, sedikit-banyak berdampak pada lama tinggal wisatawan. “Sekarang mungkin kalau dari Solo ke Jogja tidak perlu menginap. Berangkat pagi, pulang siang atau sore. Sehingga itu dalam tanda kutiop mengancam lama tinggal wisatawan. Ini menjadi tantangan baru,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Diperiksa KPK, Yasonna Laoly Mengaku Tidak Ditanya Soal Harun Masiku
Advertisement

Targetkan 700 Ribu Kunjungan, Taman Pintar Hadirkan Zona Planetarium dan Dome Area
Advertisement
Berita Populer
- 100 Persen Hotel di Jogja Disebut Telah Menggunakan Air PDAM
- Mahasiswa KKN UAD Gelar Sosialisasi Literasi Digital di Kotagede
- Menteri ATR/BPN dan Muhammadiyah Komitmen Wujudkan Pertanahan Berkeadilan
- Jelang Akhir Tahun, Serapan Pupuk Bersubsidi di Bantul Masih Rendah
- Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Berpotensi Diundur Setelah 5 Januari 2025
Advertisement
Advertisement