Advertisement
Harus Ada Perbaikan Sistem Penyiapan Hingga Pendistribusian MBG

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Kasus keracunan makanan di Sleman dan daerah lainnya dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk akademisi. Kejadian yang berulang dalam waktu berdekatan ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem penyediaan makanan di sekolah.
Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM, Sri Raharjo, menilai kasus ini sangat serius karena melibatkan ratusan siswa dalam waktu yang berdekatan. Hasil pemeriksaan laboratorium juga mengkonfirmasi adanya tiga jenis bakteri berbahaya, yaitu E. coli, Clostridium sp., dan Staphylococcus pada sampel makanan dan muntahan korban.
Advertisement
Tidak hanya menimbulkan gejala mual, muntah, dan diare, beberapa siswa bahkan harus dirujuk ke fasilitas kesehatan. “Kasus ini memperlihatkan adanya kegagalan sistemik dalam proses penyiapan, pengolahan, maupun distribusi makanan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/9/2025).
BACA JUGA: Kronologi Keracunan MBG di Berbah Sleman
Tantangan terbesar dalam menjaga standar higienitas makanan pada program MBG salah satunya adalah lemahnya pengawasan terhadap waktu konsumsi makanan. Makanan yang sudah dimasak seharusnya tidak disimpan lebih dari empat jam agar tidak memicu pertumbuhan bakteri.
Selain itu, kualitas air yang digunakan dalam proses memasak juga harus terjamin bebas kontaminasi. Tidak kalah penting, keterbatasan sumber daya manusia dan kurangnya pemahaman penjamah makanan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi faktor risiko.
“Koordinasi dan evaluasi yang masih lemah, diperlukan evaluasi dan perbaikan sistem yang belum berjalan efektif” katanya.
Sebagai solusi, ia menekankan perlunya langkah konkret baik dari pemerintah daerah maupun penyedia katering. Pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan melalui audit rutin, pelatihan berkelanjutan bagi penjamah makanan, serta memberikan sanksi tegas hingga pencabutan izin jika terjadi kelalaian.
Sementara itu, penyedia katering harus menerapkan sistem batch cooking, memastikan air bersih, serta melakukan uji laboratorium mandiri secara berkala. Tak kalah penting, peran masyarakat dalam mendukung dan mengawal keberlangsungan program MBG.
Siswa perlu menumbuhkan kebiasaan mencuci tangan dan melaporkan jika mengalami gejala setelah makan. Belajar dari kasus keracunan MBG di Sleman, ia menyatakan keamanan Pangan juga jadi prioritas orang tua untuk dapat memantau kualitas makanan dan berkomunikasi dengan pihak sekolah.
“Masyarakat umum berperan sebagai pengawas tidak langsung dengan melaporkan indikasi pelanggaran keamanan pangan. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sekolah, penyedia katering, dan masyarakat, program MBG bisa berjalan aman sekaligus memberi manfaat besar bagi generasi muda,” jelasnya. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

BMKG: Mayoritas Wilayah Indonesia Dilanda Hujan dan Petir Hari Ini
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pedagang Pasar Beringharjo Kembali Berjualan Pasca Demonstrasi
- Pemkab Kulonprogo Gelar Pentas Kesenian Manekawarna, Libatkan 250 Pelaku Seni
- Marak Aksi Demo, Harga dan Pasokan Bahan Pangan di Sleman Masih Stabil
- Pentas Dalang Cilik di Kulonprogo Bawa Pesan Perdamaian
- FKUB Sleman, Bupati Harda Minta Pemuka Agama Jadi Panutan Masyarakat
Advertisement
Advertisement