Advertisement
Permahi DIY Menyatakan Jogja Darurat Kekerasan

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) cabang DIY menyatakan “Jogja Darurat Kekerasan” menyusul banyak kekerasan yang terjadi di Jogja pada momentum Pemilu Presiden 2014.
“Jogja berhenti nyaman,” ujar Ketua Permahi DIY, Sugiarto saat pelantikan pengurus di DPRD DIY, Minggu(29/6/2014).
Advertisement
Dengan adanya pergantian Kapolda DIY, ia meminta agar kasus- kasus kekerasan di DIY yang macet dapat segera ditindaklanjuti. Brigjen Pol Haka Astana dicopot sebagai Kapolda DIY belum lama ini. Posisinya digantikan Brigjen Pol Oerip Soebagyo, Wakapolda Sulawesi Tengah.
Pencopotan Haka tak lama dari setelah Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang menyatakan kelambanan penyelesaikan kasus kekerasan agama di DIY. “Tidak mengenal lama atau baru, yang baru harus cepat berorientasi,” pintanya.
Ketika pelaku tidak tersentuh hukum, menurutnya berpotensi kuat kasus serupa bakal berulang. Kasus kekerasan nyaris kembali pecah Minggu kemarin. Saat misa kedua berlangsung di Gereja Khatolik Pugeran Jalan Bantul sekitar pukul 08.00 WIB, sekelompok massa bercadar mencoba memancing kericuhan. Karenanya, petugas keamanan gereja berjaga sampai siang tanpa pengawalan polisi.
Menurut Agung Widodo, seorang petugas kemanan gereja empat polisi sempat datang namun hanya mencatat kronologi kejadian. Agung menceritakan, awalnya hanya ada dua orang berboncengan menggunakan sepeda motor matik dari arah utara. Berhenti tak jauh dari gerbang gereja.
“Mereka teriak,’Allahu Akbar- Allahu Akbar’,” ujarnya. Sambil berteriak, mereka menuding telunjuknya ke arah gereja.
Tak mendapatkan respon, mereka kemudian pergi ke arah selatan. Namun tak berselang lama, mereka kembali dengan jumlah massa yang lebih banyak. Setidaknya ada enam orang yang saling berboncengan. Melintas di jalan depan gereja, mereka mengembar- gemborkan kendaraan mereka.
Setelahnya, sekelompok massa dengan jumlah massa sampai sekitar 10 orang datang dari utara. Rambu- rambu lalu lintas dilarang klakson, yang diletakan di tengah jalan oleh pihak gereja mereka rubuhkan. Rambu itu biasa dipasang ketika misa digelar. “Ini provokasi,” katanya.
Aksi serupa sebelumnya juga terjadi saat kebaktian berlangsung di Gereja Baptis Indonesia di Jalan Panjaitan. Lokasi Gereja Pugeran dan Gereja Baptis tak berjauhan, hanya sekitar 1 kilometer. Namun pendeta gereja kristen itu, Martinus Sumendi menganggapnya aksi itu bukan sebagai provokasi.
“Tapi bagian dari kampanye,” kata Martinus yang mengaku telah meminta jemaatnya untuk agar bisa menjadi penyejuk ketika ada beda pilihan calon presiden.
Kapolresta Jogja AKBP Slamet Santosa berujar telah menempatkan personilnya di sejumlah masjid atau gereja setiap digunakan ibadah untuk melakukan pencegahan. Ketika ada tindakan provokasi, ia meminta pihak pengelola tempat ibadah langsung berkoordinasi dengan aparat yang berjaga. Namun terkait kejadian itu ia malah mengaku belum mengetahuinya.
“Belum ada laporan ke saya,” katanya kepada Harianjogja.com.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KRL Jogja Solo Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu hingga Palur
- Jadwal Terbaru KRL Solo Jogja Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Berangkat dari Stasiun Palur hingga Lempuyangan
- Jangan Sampai Telat, Jadwal SIM Ditlantas Polda DIY Selama Mei 2025
- Jadwal Prameks Jogja-Kutoarjo Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Naik dari Stasiun Tugu hingga Kutoarjo
- Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Sleman Selama Mei 2025
Advertisement