Advertisement
Senjakala Satu-satunya Tukang Servis Mesin Tik di Kulonprogo

Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO-Suharjono adalah satu-satunya tukang servis mesin ketik yang tersisa di Kulonprogo. Keterampilan yang tergolong jadul ini tetap dibutuhkan kendati zaman telah berubah ke arah digital.
Tangan yang sudah dipakai 33 tahun untuk mereparasi mesin ketik rusak itu memegang kuas yang ujung serabutnya dibasahi minyak berwarna biru berbau menyengat. Kuas itu ia usapkan pada gandaran, papan tuts, dan kerangka mesin tik.
“Seperti motor, bodi mesin tim juga kudu diservis,” kata Suharjono, Rabu (28/3/2018).
Saat dirinya mengatakan perumpamaan itu, ia terus menggoyang tangannya ke kiri dan ke kanan, menyusuri tiap-tiap sudut bilah besi berujung huruf timbul, tanpa memandang lawan bicaranya.
Gerak monoton itu baru berhenti setelah ujung kuas berukuran sekitar lima sentimeter itu mengering karena minyak terlebih dulu menguap ketimbang diusapkan ke mesin ketik.
“Dulu pakai minyak tanah, tapi sekarang adanya pertamax, cepat kering.”
Harjono telah menekuni pekerjaan itu sejak 1985. Ia telah melumuri serabut kuasnya memakai minyak tanah, premium, pertalite, hingga pertamax.
Bahan bakar dengan kadar oktan lebih rendah dibandingkan premium, sehingga lebih mahal, itu dia tuang ke bekas botol minyak goreng dan wadah bulat berwarna merah bekas semir sepatu. Aroma bensin langsung memenuhi gazebo Dinas Komonunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kulonprogo. Harjono kembali mengusap-usap mesin ketik dengan kuas.
“Minyak ini sebentar lagi juga habis.”
Dia baru mengaso setelah seluruh bagian mesin tik bersih.
“Kalau begini kan lebih kinclong, kelihatan bedanya, sekarang tidak ada debu,” katanya.
Harjono tak langsung mengemas peralatan kerjanya. Dia memastikan mesin ketik yang telah diservis itu bisa digunakan seperti seharusnya.
Sempat Jaya
Suharjono meyakini jasanya akan terus digunakan kendati digitalisasi menjamur di semua lekuk bidang hidup. Menurut dia, kecepatan dan ketepatan komputer belum akan menggeser peran mesin selama dia masih hidup.
“Misalnya mengisi formulir kecil, tidak akan ada yang menggantikan mesin ketik, apalagi yang menggunakan juga orang seumuran saya,” tutur lelaki berusia 58 tahun itu.
Ketika komputer belum umum dipakai, saat jasa Suharjono dibutuhkan banyak orang, dia nyaris bisa menguliahkan ketiga anaknya dari hasil reparasi mesin tik. Jika anak sulung dan bungsunya mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke jenjang kuliah, ia yakin anak-anaknya saat ini telah menjadi sarjana.
“Hanya yang nomor dua, di akademi keperawatan. Anak pertama dan anak nomor tiga ditawari tidak mau,” ucap dia.
Dahulu, setiap pekan Suharjono menangani tidak kurang dari belasan mesin ketik. Beberapa pelanggan datang ke rumahnya di Desa Cerme, Panjatan, untuk memotong antrean.
“Dulu mana bisa istirahat kerja? Hasilnya juga bisa untuk membeli rumah dan rehab. Beli genteng aja bisa milih kualitas terbaik.”
Suku cadang mesin tik juga masih banyak dijual. Harjono tidak pernah kerepotan. Terkadang, dia mengambil suku cadang bekas yang ia ambil dari mesin ketik rusak.
Selepas 2000, jasanya mulai ditinggalkan. Itu adalah masa ketika komputer dijajarkan di meja-meja kantor pemerintah dan partikelir. Rol di mesin tik tidak lagi diputar, tabulator tak lagi ditekan, karbon juga banyak yang teronggok.
“Mulai tahun itu saya sudah berpikir untuk ganti pekerjaan, saya sering cuma dapat puluhan ribu rupiah sekali servis,” ujar dia.
Pikiran itu tak pernah diwujudkan sampai sekarang. Masih banyak kenalan yang membutuhkan ketelatenan dan kepiawaian Suharjono membetulkan piranti yang rusak.
“Saya lanjutkan, tetapi tidak mungkin untuk dijadikan sebagai penghasilan utama, dari spare part, pelanggan, juga duitnya sama-sama langka.”
Menjadi Artefak
Di sela-sela perbincangan Suharjono dengan Harian Jogja, salah seorang pegawai Diskominfo Kulonprogo mendatangai kami. Perempuan bernama Tiara Yogiarni itu menenteng selembar kertas ukuran A4.
“Ini kan sudah benar, T-nya sudah bisa benar,” kata perempuan itu sembari menjajal mesin tik yang telah Harjono perbaiki.
“Sebelumnya, tiap diketik huruf-T tercetak lebih tinggi dari yang lain. Jadi sering menyenggol tulisan lainnya di kertas.”
Perempuan berumur 25 tahun itu mengatakan mesin tik masih digunakan Diskominfo untuk mengisi formulir tertentu. Lagipula, beberapa pegawai belum mahir dalam menggunakan komputer. Selain itu format slip gaji masih dicetak mesin tik manual.
“Bapak Harjono memang langganan Diskominfo, mungkin juga dinas lain. Dia satu-satunya tukang servis mesin ketik di Kulonprogo,” kata Tiara.
Mesin tik sukar dioperasikan oleh anak-anak muda. Tiara yang telah terbiasa mengetik di komputer jinjing dengan sepuluh jari akan berubah menggunakan dua jari saat memakai mesin ketik. Dia enggan membiasakan diri memencet tuts-tuts mesin tik pakai sepuluh jari.
Mesin usang tersebut, menurut dia, tinggal menunggu waktu saja untuk benar-benar menjadi artefak.
“Kan sudah ada komputer.”
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Seorang Anak di Lombok Luka di Sekujur Tubuh Setelah Diserang 5 Anjing Liar
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- CHEMICFEST, Ajang Unjuk Kreativitas Seni Siswa SMK-SMTI Yogyakarta
- Refleksi 19 Tahun Gempa Bantul, Masih Menyisakan Luka, Upaya Mitigasi Diperkuat
- Maxride Belum Berizin, Pemda DIY Dorong Pengembangan Angkutan Massal
- Soal Kasus Mobil BMW Tabrak Mahasiswa UGM, DPR RI Minta Penanganan Harus Berpihak Keadilan
- Mau Cek Pengumuman SNBT 2025? Silakan Klik Link Berikut
Advertisement