Advertisement

Dinas Kesehatan Gunungkidul Mulai Antisipasi Siklus Lima Tahunan DBD

Rahmat Jiwandono
Minggu, 27 Januari 2019 - 19:15 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Dinas Kesehatan Gunungkidul Mulai Antisipasi Siklus Lima Tahunan DBD Ilustrasi nyamuk DBD - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDULDinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul mengantisipasi lonjakan kasus demam berdarah dengue (DBD), khususnya berulangnya siklus lima tahunan yang diprediksi bakal berulang pada 2021. Pada 2016 di Bumi Handayani terjadi lonjakan penderita DBD yang mencapai 1.154 kasus.

Sekretaris Dinkes Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka, mengatakan di Gunungkidul wabah demam berdarah dengue mempunyai pola. "Di Gunungkidul lonjakan DBD biasanya terjadi lima tahun sekali, maka kami berupaya mengantisipasi dengan beberapa langkah pencegahan," kata dia, Minggu (27/1/2019)

Advertisement

Lebih lanjut, ia menjelaskan penanganan DBD dilakukan dengan cara pemantauan jentik-jentik nyamuk secara berkala. Menurut dia, jika di sebuah wilayah angka jentik nyamuk tinggi, maka di daerah tersebut potensi penyakit demam berdarah dengue juga tinggi.

Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai bagian dari PSN adalah menutup bak penampungan air agar nyamuk betina tidak memanfaatkannya sebagai tempat untuk bertelur, menguras bak mandi, akuarium, serta vas bunga satu atau dua kali dalam sepekan supaya nyamuk tidak bermetamorfosis yang biasanya berlangsung selama delapan sampai 10 hari, serta mengubur semua benda yang dapat menampung air.

Di sisi lain, ada perubahan dalam kebiasaan masyarakat di mana dulunya ada bak mandi di dalam kamar mandi namun karena keterbatasan lahan, tidak lagi membuat bak mandi. Masyarakat saat ini cenderung memilih memakai ember untuk menampung air. Air di dalam ember selalu diganti sehingga tidak berpotensi menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak.

Priyanta menambahkan di Gunungkidul bagian selatan warga menggunakan abate untuk mengurangi risiko DBD. Hal ini dilakukan lantaran wilayah selatan sulit untuk mendapatkan air bersih. Nmaun penggunaan abate bisa menjadi blunder di daerah yang banyak terdapat air. Hal itu menyebabkan warga sangat tergantung pada abate, sehingga membuat orang malas menguras bak penampungan air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Wabah Pneumonia di China, Kemenkes Imbau Masyarakat Tak Panik

News
| Kamis, 30 November 2023, 16:27 WIB

Advertisement

alt

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY

Wisata
| Minggu, 26 November 2023, 23:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement