Advertisement

Peristiwa 1 Maret Mesti Jadi Teladan

Herlambang Jati Kusumo
Sabtu, 02 Maret 2019 - 09:10 WIB
Laila Rochmatin
Peristiwa 1 Maret Mesti Jadi Teladan Acara family gathering dan funwalk memeriahkan puncak HUT BNI Ke 72 di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Minggu (8/7). - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat dengan berkalung janur mengikuti upacara peringatan Serangan Umum 1 Maret di Plaza Serangan Umum 1 Maret, Titik Nol Kilometer, Jogja, Jumat (1/3/2019).

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Kesbangpol DIY, Agung Supriyono, mengatakan peristiwa Serangan Umum 1 Maret merupakan salah satu wujud perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi agresi militer Belanda. Menurut Sultan, serangan umum dibawah Komando Panglima Besar Jenderal Sudirman membuktikan bahwa tentara dan rakyat masih kuat menjaga kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Advertisement

Keberhasilan serangan Umum 1 Maret diraih karena terjalinnya kekompakan antara tentara dan rakyat yang mempunyai semangat pantang menyerah, ulet, gigih, rela berkorban serta percaya kepada diri sendiri.

“Peristiwa tersebut merupakan wujud nyata adanya persatuan dan kesatuan, maka semangat dan jiwa dari nilai-nilai keteladanan tersebut patut untuk diwarisi dan diteladani hingga kini dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Agung.

Salah seorang veteran dari Sub Wehrkreise (SWK) 101, Soemadi Brotosudarmo, menceritakan saat peristiwa tersebut usianya masih terbilang sangat muda yaitu 15 tahun. Tanpa sepengetahuan orang tuanya dia ikut berjuang. “Tidak diperbolehkan orang tua karena masih pelajar. Saat itu saya pamit membantu saudara jualan di pasar, tetapi justru ke markas tentara,” ucapnya.

Soemadi menyadari peristiwa serangan umum sangat berisiko tinggi bagi dirinya. Namun dengan kebulatan tekad dandengan keterbatasan senjata, dia bersama pejuang yang lain berupaya mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Ia menceritakan saat itu setidaknya ada lima kali serangan dan terbesar pada 1 Maret. Saat perang berkecamuk dia mendapat amanat menjaga keamanan istri Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dititipkan di Ndalem Mangkubumen, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia mengatakan dalam perjuangan tidak pernah ada yang membeda-bedakan ras, agama, ataupun hal lainnya. Semua bersatu dan berjuang tanpa mengharap imbalan apapun. “Kami tidak pernah memikirkan setelah aman jadi apa [menempati jabatan apa], yang penting bisa mengngusir Belanda. Tidak seperti sekarang sedikit-sedikit bentrok dengan sesama,” ucapnya.

Hari Nasional
Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa, Lukman R. Boer, berharap peringatan Serangan Umum 1 Maret bisa menjadi Hari Nasional. Menurutnya, sejak akhir 2018 jajarannya telah berkoordinasi dengan masyarakat di DIY dan Universitas Gadjah Mada, dan kemudian menyusun naskah akademis untuk diajukan ke pemerintah pusat dengan tujuan agar 1 Maret ditetapkan sebagai hari nasional.

“Dinamakan hari kedaulatan. Harapannya bisa diperingati secara nasional mulai tahun depan, walaupun tidak seluruh masyarakat, tetapi instansi bisa memeringatinya,” ucapnya.

Dengan begitu diharapkannya kemerdekaan dan kedaulatan itu tidak datang begitu saja, semua diperjuangkan dengan penuh pengorbanan di berbagai daerah di Indonesia. “Yang terbesar yakni 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Serangan umum 1 Maret yang merupakan gong pertempuran terakhir dari perjuangan Republik justru belum diperingati,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement