Advertisement
Peristiwa 1 Maret Mesti Jadi Teladan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat dengan berkalung janur mengikuti upacara peringatan Serangan Umum 1 Maret di Plaza Serangan Umum 1 Maret, Titik Nol Kilometer, Jogja, Jumat (1/3/2019).
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Kesbangpol DIY, Agung Supriyono, mengatakan peristiwa Serangan Umum 1 Maret merupakan salah satu wujud perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi agresi militer Belanda. Menurut Sultan, serangan umum dibawah Komando Panglima Besar Jenderal Sudirman membuktikan bahwa tentara dan rakyat masih kuat menjaga kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Advertisement
Keberhasilan serangan Umum 1 Maret diraih karena terjalinnya kekompakan antara tentara dan rakyat yang mempunyai semangat pantang menyerah, ulet, gigih, rela berkorban serta percaya kepada diri sendiri.
“Peristiwa tersebut merupakan wujud nyata adanya persatuan dan kesatuan, maka semangat dan jiwa dari nilai-nilai keteladanan tersebut patut untuk diwarisi dan diteladani hingga kini dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Agung.
Salah seorang veteran dari Sub Wehrkreise (SWK) 101, Soemadi Brotosudarmo, menceritakan saat peristiwa tersebut usianya masih terbilang sangat muda yaitu 15 tahun. Tanpa sepengetahuan orang tuanya dia ikut berjuang. “Tidak diperbolehkan orang tua karena masih pelajar. Saat itu saya pamit membantu saudara jualan di pasar, tetapi justru ke markas tentara,” ucapnya.
Soemadi menyadari peristiwa serangan umum sangat berisiko tinggi bagi dirinya. Namun dengan kebulatan tekad dandengan keterbatasan senjata, dia bersama pejuang yang lain berupaya mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Ia menceritakan saat itu setidaknya ada lima kali serangan dan terbesar pada 1 Maret. Saat perang berkecamuk dia mendapat amanat menjaga keamanan istri Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dititipkan di Ndalem Mangkubumen, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ia mengatakan dalam perjuangan tidak pernah ada yang membeda-bedakan ras, agama, ataupun hal lainnya. Semua bersatu dan berjuang tanpa mengharap imbalan apapun. “Kami tidak pernah memikirkan setelah aman jadi apa [menempati jabatan apa], yang penting bisa mengngusir Belanda. Tidak seperti sekarang sedikit-sedikit bentrok dengan sesama,” ucapnya.
Hari Nasional
Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa, Lukman R. Boer, berharap peringatan Serangan Umum 1 Maret bisa menjadi Hari Nasional. Menurutnya, sejak akhir 2018 jajarannya telah berkoordinasi dengan masyarakat di DIY dan Universitas Gadjah Mada, dan kemudian menyusun naskah akademis untuk diajukan ke pemerintah pusat dengan tujuan agar 1 Maret ditetapkan sebagai hari nasional.
“Dinamakan hari kedaulatan. Harapannya bisa diperingati secara nasional mulai tahun depan, walaupun tidak seluruh masyarakat, tetapi instansi bisa memeringatinya,” ucapnya.
Dengan begitu diharapkannya kemerdekaan dan kedaulatan itu tidak datang begitu saja, semua diperjuangkan dengan penuh pengorbanan di berbagai daerah di Indonesia. “Yang terbesar yakni 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Serangan umum 1 Maret yang merupakan gong pertempuran terakhir dari perjuangan Republik justru belum diperingati,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Pemadaman Listrik Kamis 25 April 2024, Giliran Sleman, Kota Jogja dan Kulonprogo
- Program Transmigrasi, DIY Dapat Kuota 16 Kepala Keluarga
- Korban Apartemen Malioboro City Bakal Bergabung dengan Ratusan Orang untuk Aksi Hari Buruh
- Warga Kulonprogo Ajukan Gugatan Disebut Nonpribumi Saat Balik Nama Sertifikat, Sidang Ditunda Lagi
- Biro PIWPP Setda DIY Gencarkan Kampanye Tolak Korupsi
Advertisement
Advertisement