Advertisement

Pohon Ditebangi, Kota Jogja Makin Panas

Sirojul Khafid & Jumali
Senin, 13 Desember 2021 - 17:47 WIB
Bhekti Suryani
Pohon Ditebangi, Kota Jogja Makin Panas Ilustrasi pemangkasan pohon perindang. - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas, mengatakan adanya alih fungsi lahan telah memacu perubahan iklim di DIY. Hal ini tampak dari naiknya suhu udara di DIY.

Selain itu, adanya perubahan iklim juga telah menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan es yang biasanya terjadi di Kota Jogja dan Sleman.

Advertisement

Pernyataan Reni menanggapi penebangan pohon yang dilakukan Pemkot Jogja belum lama ini di sejumlah lokasi demi kelancaran lalu lintas.

"Karena memang sudah ada perubahan iklim, maka harus ada adaptasi dan mitigasi," katanya, Minggu (12/12/2021).

Adaptasi yang dimaksud Reni, salah satunya bisa dilakukan oleh petani dengan menanam bibit unggul. Sedangkan mitigasi, bisa dilakukan dengan memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat agar tetap menjaga lingkungan. "Salah satunya menanam pohon. Sebisa mungkin setiap rumah ada pohon," ucapnya.

Ketua Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja, Suratman mengatakan tata ruang kota perlu memikirkan sisi tata hidrologi.

Pohon perindang di jalan-jalan layaknya harus tetap ada. Salah satunya agar mengatur alur angin. Dengan adanya pohon perindang, potensi terciptanya koridor angin kencang yang bisa menimbulkan angin puting beliung tidak akan muncul.

“Pohon perindang harus ada, tidak hanya dipertahankan. Daunnya bisa untuk menyerap debu, kemudian pencemaran, daun-daun fungsinya seperti itu, selain untuk mengendalikan laju perubahan suhunya.

Pohon perindang juga perlu ada di perkantoran pemerintah, seperti di Kepatihan harus dijaga,” kata Suratman, Sabtu (11/12/2021).

Pohon yang sudah berumur lama juga tidak perlu ditebang. Pohon-pohon tersebut bisa menjadi investasi lingkungan. Menanam baru butuh waktu yang panjang. Setidaknya perlu lima tahun menumbuhkan pohon sampai bisa berfungsi baik.

“Pohon yang sudah ratusan tahun, itu investasi jangka panjang. Motong pohon dengan umur yang panjang sayang, menunggunya lama,” kata Suratman yang merupakan Guru Besar di UGM.

Selain pohon perindang, keberadaan RTH juga penting. RTH menjadi penyedia oksigen, tempat rekreasi, cadangan air, pengendali hujan asam, hingga bisa difungsikan sebagai ruang belajar.

Menurut Suratman, perubahan suhu, tidak cukup diatasi dengan sebatas RTH dan pohon perindang. Faktor lain yang mempengaruhi yakni letak geografis, luas lahan hutan, jumlah kendaraan, penggunaan teknologi seperti pendingin ruangan dan lainnya.

Desain bangunan juga mempengaruhi. Rumah tua zaman Belanda, atapnya lancip sehingga berdampak pada dinginnya ruangan. Namun rumah-rumah sekarang sudah tidak lancip dan menggunakan bahan baja.

“Disarankan untuk bangunan di kota ada green roof, di hotel-hotel diberi atap tanaman-tanaman. Mengurangi laju panas kota,” kata Suratman.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut suhu udara di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta semakin panas, lantaran tingginya laju alih fungsi lahan, selain emisi gas rumah kaca.Dwikorita mengatakan temperatur rata-rata di Jateng dan DIY mengalami tren kenaikan selama 30 tahun terakhir.

BACA JUGA: Nataru, Kemenhub & TNI-Polri Sediakan Fasilitas Vaksinasi dan Tes Antigen

Kenaikan tersebut tidak terjadi secara merata. Wilayah daratan tengah mengalami kenaikan lebih tinggi daripada pesisir.

Mengacu pada data Pemerintah Kota Jogja, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Gudeg baru tercapai sekitar 8,11% dari total luas Kota Jogja. Idealnya, Kota Jogja memiliki 30% RTH dari luasan wilayah. Sebanyak dua per tiga RTH merupakan kontribusi dari pohon perindang yang ada di jalan-jalan.

Sementara sisanya berada di RTH permukiman warga. Kepala Seksi Pertamanan dan Perindang Jalan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja, Pramu Haryanto mengatakan persentase minimal RTH sebanyak 30% terbagi 20% RTH dari Pemkot, dan 10% dari swasta.
“RTH di Kota Jogja belum tercapai 20 persen, baru 8,11 persen. Untuk RTH swasta lebih banyak, sudah tercapai sekitar 15 persen,” kata Pramu, Jumat (10/12/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Tertidur 22 Tahun Gunung Ruang Erupsi, Gempa hingga 944 Kali dalam Satu Hari

News
| Kamis, 18 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement