Rachmat Gobel: Negara Kalah dan Gagal Soal Minyak Goreng
Advertisement
Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, mengatakan, kisruh perdagangan minyak goreng merupakan bentuk kekalahan negara dan kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya. Simbol kekalahan itu ditunjukkan oleh pernyataan Menteri Perdagangan.
“Seperti dikutip media, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan,” katanya dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, Jumat (18/3/2022).
Advertisement
Sejak Desember 2021, terjadi kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Pemerintah kemudian menetapkan batas atas harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan (Rp14.000 per liter) dan minyak goreng curah (Rp11.500per liter). Pemerintah juga memberikan subsidi agar harga minyak goreng tetap terjangkau masyarakat. Namun kemudian terjadi kelangkaan minyak goreng. Masyarakat harus berebut untuk mendapatkan minyak goreng subsidi yang dijual melalui minimarket dan supermarket.
Masyarakat juga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng subsidi melalui operasi pasar yang dilakukan sejumlah pihak. Bahkan akibat antre ini, ada warga yang meninggal setelah mengalami sesak napas.
Atas kelangkaan ini, Kementerian Perdagangan bahkan menuduh ibu-ibu menimbun minyak goreng di dapur. Akhirnya, mulai Kamis, 17 Maret 2022, pemerintah mencabut ketentuan HET dan menyerahkan harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar, sedangkan untuk minyak goreng curah dikenakan HET Rp14.000 per liter. Setelah pengumuman itu, tiba-tiba minyak goreng hadir berlimpah di minimarket dan supermarket dengan harga sekitar Rp22.000 hingga Rp24.000 per liter.
Baca juga: Giliran Harga Melambung, Stok Minyak Goreng Tiba-tiba Melimpah
“Kondisi ini menunjukkan negara kalah dan didikte oleh situasi. Indonesia adalah negara penghasil CPO dan minyak goreng terbesar di dunia. Jadi tidak ada masalah dengan produksi. Yang jadi masalah adalah meningkatnya permintaan dunia sehingga harga naik. Para pengusaha lebih memilih menjual produksinya keluar negeri dengan harga lebih mahal daripada menjual ke dalam negeri dengan harga yang diatur pemerintah. Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat kemendag yang asbun itu. Terbukti setelah batasan harga dihapus, minyak goreng berlimpah lagi,” kata Gobel.
Sebelum ada gejolak harga, minyak goreng kemasan di tingkat konsumen dijual di angka sekitar Rp9.000 per liter. Kini harga berkisar antara Rp22.000 hingga Rp24.000 per liter. “Hampir tiga kali lipat kenaikannya. Ini keuntungan yang berlimpah dan berlebihan,” katanya.
Gobel mengatakan, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Saat ini, di masa pandemi, masyarakat sedang menderita. Data-data statistik menunjukkan angka kemiskinan meningkat, pengangguran bertambah, dan kesenjangan kaya-miskin melebar. Dengan melejitnya harga minyak goreng berarti seperti jatuh tertimpa tangga pula. Secara sosial-ekonomi ini juga berarti tersedotnya uang dari bawah ke atas. Ini akan sangat membahayakan bagi ketahanan nasional,” katanya.
Lebih lanjut Gobel menyatakan, produsen harus diajak untuk bertanggung jawab terhadap ketersediaan barang di pasar dan juga dalam menentukan harga. “Minyak goreng itu masuk ke dalam barang strategis, bukan seperti barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier seperti kendaraan dan elektronika. Sehingga industri pangan bahan pokok bukan sekadar dilihat dari sisi investasi tapi bagian dari partisipasi dalam pembangunan. Jadi harga bahan pokok, termasuk minyak goreng, jangan dilepas ke pasar,” katanya.
“Negara harus berpihak ke rakyat. Negara harus melindungi rakyat. Negara harus mencegah pemiskinan. Negara harus memakmurkan warganya. Jadi bukan melakukan hal yang sebaliknya.” Lebih lanjut wakil rakyat dari Partai Nasdem ini menyatakan, masalah harga minyak goreng ini hanya butuh keberanian, ketegasan, kepemimpinan, kemampuan manajerial dan pendekatan kemanusiaan pemerintah terhadap produsen minyak goreng dan produsen CPO. “Tugas pemerintah mengatur dan bertindak di lapangan, bukan cuma ngomong dan mondar-mandir. Jangan jadi macan kertas dan jangan menjadi macan ompong,” lanjut dia.
“Pencabutan HET minyak goreng kemasan dan menaikkan HET minyak goreng curah sama saja membiarkan masyarakat kecil disorong untuk bertarung melawan raksasa pengusaha,” katanya. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
- Terbukti Langgar Netralitas, Seorang ASN di Bantul Dilaporkan ke BKN
Advertisement
Advertisement