Advertisement

KLA Menuju Pembangunan Kota yang Inklusif

Media Digital
Selasa, 28 Juni 2022 - 07:47 WIB
Budi Cahyana
KLA Menuju Pembangunan Kota yang Inklusif Kampanye menolak kekerasan terhadap anak. - Antara/Didik Suhartono

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah Kota Jogja berpeluang besar ditetapkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) oleh Pemerintah Pusat setelah memenuhi sejumlah indikator capaian. Predikat sebagai KLA menjadi penting menuju pembangunan yang lebih inklusif dan melibatkan semua pihak termasuk anak. 

Sekretaris Daerah Kota Jogja, Aman Yuriadijaya, mengatakan pembangunan yang inklusif tidak bisa dipisahkan dengan pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak. 

Advertisement

Mereka harus mendapat perhatian yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "KLA punya peran yang strategis untuk mewujudkan pembangunan yang inklusi di Jogja," katanya, Jumat (24/6/2022). 

Menurutnya, capaian pemenuhan indikator KLA yang kini telah diraih Pemkot Jogja melibatkan banyak pihak baik itu swasta, media, sampai penyelenggara pemerintahan di tingkat terbawah. Tiap organisasi perangkat daerah (OPD) juga punya semangat yang sama dalam mewujudkan Jogja sebagai KLA. "Dengan begitu semua program bisa berkelanjutan," ungkapnya. 

Aman menambahkan keterlibatan Pemkot Jogja dalam mewujudkan KLA juga didukung lewat politik anggaran. Pihaknya telah mengalokasikan sejumlah dana lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mewujudkan sejumlah program dan kebijakan dalam pemenuhan hak anak. 

"Dengan begitu KLA selain menuju pembangunan yang inklusi juga sebagai sebuah kebutuhan yang akan diterapkan di kelembagaan," jelasnya. 

Beberapa program yang telah diwujudkan untuk mendukung KLA yakni berupa Satgas Satuan Tugas Siap Gerak Atasi Kekerasan (Sigrak), pendirian fasilitas umum ramah anak berupa kampung ramah anak (KRA), sekolah ramah anak (SRA), tempat ibadah ramah anak, lembaga yang mengurusi hak anak, serta mengintegrasikan program anak sampai ke tingkat kelurahan. 

"Sampai saat ini sudah ada 456 SRA, 193 KRA, enam rumah ibadah ramah anak, 18 P

Puskesmas ramah anak dan dua rumah sakit ramah anak," kata dia. 

Di dalam penyelenggaraan KLA di suatu wilayah, keterlibatan anak wajib diikutsertakan dalam menentukan program dan juga kebijakan yang nantinya akan diambil. Menurut Aman, hal ini sangat erat kaitannya dengan pelibatan anak dalam rencana pembangunan daerah serta menentukan sendiri apa yang nanti akan dijalankan. 

"Dari awal sampai akhir pandangan dan aspirasi anak harus diperhatikan serta dilibatkan langsung dalam pelaksanaan program dan kegiatan, makanya muncul musrenbang anak," ungkap Aman. 

SRA dan KRA 

Perwujudan KLA tidak hanya berhenti di tingkat kota. Penerapan kebijakan harus terintegrasi sampai ke tingkat terbawah dengan membentuk sejumlah lembaga yang ramah anak. Misalnya saja fasilitas umum yang ramah anak, SRA, KRA dan lain sebagainya. Sampai saat ini SRA dan KRA sudah sudah terbentuk ratusan di Kota Jogja. 

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Jogja Edy Muhammad menjelaskan KLA adalah upaya suatu wilayah dalam mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk pemenuhan hak-hak anak. 

"Wujudnya bukan dalam bentuk permainan anak tapi kebijakan dan kegiatan untuk pemenuhan hak anak," kata dia. 

Di tiap lembaga yang telah dideklarasikan sebagai ramah anak, secara umum ada tiga aspek yang harus dipenuhi secara program yakni pemenuhan hak anak, memberikan perlindungan kepada anak, membentuk anak menjadi pelopor dan pelapor. Ketiga hal yang substansial itu kemudian bisa diturunkan lewat berbagai program lanjutan yang lebih sesuai. 

"Capaian SRA sekarang ada 456 atau 98,7 persen dari 462 sekolah. KRA 193 dan juga sudah di atas 90 persen, hampir semuanya. Contohnya klaster tadi, misalnya hak sipil kebebasan berarti kartu identitas anak kita juga sudah di atas 90 persen," ucapnya. 

Menurut Edy, indikator penilaian dalam penetapan KLA ada 24 butir yang diklasterkan ke dalam lima jenis yakni hak sipil kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus. 

"Empat klaster lebih kepada pemenuhan hak anak dan kelima adalah perlindungan khusus yang mengait dengan korban kekerasan dan eksploitasi kemudian korban pornografi, ABH, disabilitas dan lainnya," terang dia. 

Pemerintah Pusat juga akan melihat keberadaan peraturan daerah (Perda) tentang anak dalam mewujudkan KLA. Saat ini Kota Jogja sudah punya Perda Reklame dan Perda Kawasan Tanpa Rokok dalam melindungi anak. "Pusat tidak akan memberi apresiasi status KLA kalau belum ada perda yang mengatur KTR dan reklame yang mengatur tentang iklan rokok. Kita sudah ada. Sorotannya itu reklame rokok tidak boleh dekat dengan sekolah," katanya. 

Jam Malam 

Ditilik dari hukum, belakangan kasus kejahatan jalanan yang kerap kali melibatkan anak mesti berujung penjara. Edy menegaskan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus dipastikan haknya terpenuhi baik hak pendidikan maupun hak kesehatan. 

"Sekarang Bapas sudah mengonsep dengan KLA dan membuka kejar paket dalam BAPAS bagi anak yang dipidana, karena hak pendidikan anak enggak boleh hilang pada saat terjerat hukum. Kalau dia terjerat hukum dan tidak bisa diversi yang tidak boleh hilang adalah haknya, hak hidup, pendidikan dan kesehatan harus dipenuhi," jelas Edy. 

Pada April lalu, Pemkot Jogja juga telah menerbitkan Peraturan Walikota (Perwal) No.49/2022 tentang jam malam anak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi anak terlibat dalam kasus kejahatan jalanan dan peran orang tua ditekankan dalam menjaga anak di luar lingkungan sekolah. 

"Lewat Perwal ini, kami berupaya membangun agar tumbuh kembang anak baik dan tidak ke arah negatif maka dilakukan pendekatan yang utama lewat keluarga, sekolah dan lingkungan yang ramah,” ujarnya. 

Edi menjelaskan permasalahan yang muncul selama ini adalah anak di bawah umur kerap kali masih berkeliaran pada tengah malam. Melalui Perwal itu, anak tidak lagi diperbolehkan keluar pada jam 22.00 WIB sampai 04.00 WIB selain kegiatan yang positif dan mendapat pendampingan dari orang dewasa. 

"Kalau masih memiliki kegiatan di luar harus bisa memberikan keterangan atau ada yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut,”  tambahnya. 

Dalam penerapan peraturan ini, pihaknya lebih mengedepankan sifat humanis dan persuasif, sehingga setiap anak yang tidak mematuhi kewajiban maka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis hingga pembinaan di balai rehabilitasi yang ditunjuk.

"Berlakunya jam malam sudah mulai disosialisasikan sejak pekan ini dengan mengirim notifikasi ke semua pemilik akun Jogja Smart Service (JSS) yang berisi pesan bapak dan ibu untuk memastikan putra atau putri sudah berada di rumah bersama keluarga. Sehingga anak pun merasa diperhatikan oleh orang tua," imbuhnya. (ADV)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement