Advertisement
Konflik Babarsari Bukan Pertikaian Etnis

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Potensi konflik di sejumlah wilayah dinilai bisa diredam jika pendekatan kebijakan mengacu pada dialog dan hukum. Masyarakat pendatang dan warga lokal juga harus terlibat dalam berbagai kegiatan di tingkat kampung agar gesekan-gesekan kecil yang berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan bisa dimininalisir.
Sosiolog UGM, Arie Sujito menjelaskan, konflik yang terjadi di Babarsari beberapa waktu lalu bukan merupakan pertikaian antar etnis. Menurutnya, hal itu dipicu oleh ketimpangan akses dan pertarungan kekuasaan antar kelompok. Antara kelompok satu dengan yang lain belum mendapatkan akses yang adil terhadap penguasaan pusat ekonomi di tempat itu, sehingga memicu timbulnya konflik.
Advertisement
PROMOTED: Dari Garasi Rumahan, Kini Berhasil Perkenalkan Kopi Khas Indonesia di Kancah Internasional
"Tentunya penanganan jangka pendek harus lewat penegakan hukum yang adil. Pelaku harus ditindak dan bertanggung jawab agar prosesnya tidak diskriminatif," kata Arie dalam talkshow bertajuk 'Jogja Milik Bersama, Mari Kita Jaga; Kasus Babarsari Jangan Terulang ' yang digelar Harianjogja.com, Jumat (8/7/2022).
Dia berpendapat bahwa, akar penyelesaian konflik harus memadukan antara kebijakan hukum, dialog dan penyatuan warga pendatang dengan warga lokal. Pemerintah harus berperan dalam menciptakan suasana yang kondusif dan pengawasan persaingan usaha yang sehat di pusat-pusat ekonomi perkotaan.
"Tidak cukup kebijakan hukum saja, itu harus ditindaklanjuti kabupaten/kota dan provinsi dengan pendekaan dialog dan hukum antara tokoh masyarakat dan jangan gampang diseret pada isu pertarungan etnis berdasarkan identitas semata," ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah bersama asosiasi usaha hiburan malam dan lainnya juga harus membuat skema pengaturan dan tata kelola yang jelas, baik mengenai waktu, aturan dalam pelaporan, dan tanggung jawab pengelola. Semua pihak harus bekerja sama untuk bisa meredam konflik agar tidak meluas.
"Semua pihak harus ada aturan main dan komunitas serta kampung dilibatkan dalam pengawasan agar tidak tercipta eksklusivitas," imbuhnya.
Kepala Badan Kesbangpol DIY, Dewo Isnu Broto menyebut, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Sleman mestinya tidak hanya memberikan izin terhadap pusat hiburan dan tempat usaha lainnya. Harus ada mekanisme pengawasan yang optimal agar konflik tidak terulang.
"Ini tentu jadi perhatian kita semua dan di Babarsari ini perlu perhatian khusus agar tidak terjadi kembali," ucapnya.
Dewo mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah sudah punya sejumlah program untuk mengupayakan agar terjadi pembauran antara warga lokal dan juga pendatang. Misalnya saja lewat program forum pembauran kebangsaan atau kegiatan lain yang diselenggarakan oleh sejumlah instansi terkait.
"Namun kami akui bahwa itu saja tidak cukup dan belum efektif. Ke depan tentu akan kota upayakan dialog dengan para tokoh masyarakat untuk berpartisipasi dan berkomitmen untuk bersama menjaga kondusifitas di Jogja," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Advertisement
Berita Lainnya
- Sandi Relakan Utang Anies Rp50 Miliar, Tim Anies: Memang Urusan Sudah Selesai
- SMK Binus Karanganyar Jadi Juara Favorit Dance Competition di Prasasti 2023
- Korupsi BTS, Kejagung Periksa Menteri Kominfo Johnny sebagai Saksi Besok
- Viral! Aksi Klitih di Titik Nol Jogja, Pemuda Disabet Celurit Berkali-Kali
Advertisement
Berita Pilihan
Advertisement

Sejumlah Fenomena Alam Aneh Terjadi di Turki Sebelum Gempa Mengguncang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement