Miris! Bangunan Cagar Budaya di Gunungkidul Jadi Agunan Utang
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Bangunan cagar budaya di DIY belum sepenuhnya terlindungi secara maksimal. Terbukti bangunan ini justru digunakan sebagai agunan utang.
Fakta itu terungkap dalam Rapat Pengawasan UU No.11/2010 tentang Cagar Budaya di Kantor DPD RI, Kamis (28/7/2022). Rapat tersebut dihadiri seluruh Dinas Kebudayaan kabupaten dan kota serta lembaga terkait dengan urusan cagar budaya di DIY.
Advertisement
Salah satu pemaparan yang menarik perhatian adalah pemaparan dari Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Agus Mantara. Selain menyampaikan keberadaan cagar budaya yang dapat menghadirkan banyak wisatawan namun di sisi lain ada fenomena sertifikat lahan bangunan cagar budaya yang justru diagunkan untuk mendapatkan utang.
"Kami sebagai pihak yang berusaha untuk menyelamatkan status cagar budaya ini tentunya berusaha mengambil alih dengan cara membeli. Tetapi belum ada titik temu, karena ternyata utang pihak yang menjaminkan bangunan cagar budaya ini lebih besar daripada nilai appraisal," katanya Agus dalam rapat tersebut.
BACA JUGA: MAW Talk Award Apresiasi 37 Tokoh dan Organisasi Berpengaruh
Saat dimintai konfirmasi seusai rapat, Agus Mantara mengakui bahwa ada kenyataan yang cagar budaya yang dijadikan sebagai jaminan untuk berhutang uang tunai. Namun agunan itu diberikan kepada pihak perseorangan bukan bank.
Bentuk cagar budaya berupa rumah joglo limasan yang sudah berusia ratusan tahun. Pihak pemberi pinjaman sebenarnya akan memanfaatkan bangunan tersebut, akan tetapi melalui komunikasi dengan Dinas Kebudayaan Gunungkidul sehingga masih bisa dipertahankan.
"Sebenarnya ini dilakukan oleh salah satu oknum dari anggota keluarga itu. Pemkab siap saja membeli, tetapi setelah dihitung nilai cagar budaya sekitar Rp100 juta, tetapi hutangnya sampai ratusan juta, sehingga belum bisa dilepas," katanya.
Agus memastikan pihak yang memegang sertifikat atau pemberi utang tersebut kooperatif sehingga tidak melakukan perubahan apa pun terhadap bangunan tersebut. Hal itu setelah diberikan sosialisasi bahwa ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung jika melakukan perubahan terhadap cagar budaya tersebut.
"Sebenarnya pemegang barang ini sudah memiliki desain untuk dikelola, tetapi kami sampaikan bahwa ini tidak boleh berubah bentuk," katanya.
Masih ada satu limasan lagi, kata dia, di area Gunungkidul yang akan diagunkan berada di area tersebut. Akan tetapi Disbud Gunungkidul melakukan pemasangan pamflet informasi di rumah limasan tersebut bahwa ada konsekuensi hukum ketika mengubah bangunan cagar budaya. "Ini sebagai sosialisasi agar tidak diagunkan lagi," ujarnya.
Anggota DPD RI Cholid Mahmud menilai pemerintah daerah harus mengupayakan penyelamatan aset cagar budaya yang menjadi milik pribadi. Tujuannya agar perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan terhadap bangunan tersebut bisa dilakukan dengan baik. Berdasarkan pengamatannya Pemda DIY sudah melakukan hal tersebut demi penyelamatan cagar budaya. Munculnya kasus bangunan cagar budaya dijadikan agunan utang tersebut tentu harus menjadi perhatian ke depan.
"Memang belum ada regulasi yang mengatur sehingga para pemilik bangunan itu bisa mengalihkan bahkan diagunkan seperti di Gunungkidul. Ini tentunya harus menjadi perhatian agar pemantauan bisa terus dilakukan jangan sampai bangunan itu berubah bentuk," ujarnya.
Dia menyarankan pentingnya regulasi yang mengatur hal tersebut agar sistem pengambilalihan bangunan tertentu ada ketentuan yang mengatur lebih rinci. Selain itu bisa dilakukan dengan membeli aset cagar budaya itu menjadi milik pemerintah.
"Tetapi dari rapat tadi tidak semua pemkab mampu membeli, mungkin karena ada prioritas program, meskipun semuanya sudah pakai danais. Sehingga kami usulkan pengawasan lebih dimaksimalkan agar bangunan tidak berubah," ucapnya.
Ketua Barahmus DIY, Bambang Widodo dalam kesempatan itu mengatakan selain persoalan bangunan cagar budaya, museum juga perlu mendapatkan perhatian karena sebagian besar dikelola swasta. Sehingga mereka juga terkendala anggaran mengakibatkan perawatan kadang tidak berjalan maksimal. Padahal beberapa koleksi di museum tersebut banyak yang menarik dan butuh perlindungan.
"Kami berharap ke depan ada perhatian untuk museum swasta, apalagi Jogja ini dikenal sebagai kota museum dengan jumlah paling banyak di Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Prabowo Rombak Kementerian Keuangan, Ini Struktur Lengkapnya
Advertisement
Menikmati Keindahan Teluk Triton Kaimana, Tempat Wisata Unggulan di Papua Barat
Advertisement
Berita Populer
- Inilah Enam Program Prioritas Harda-Danang untuk Sleman Lebih Baik
- Korban Skandal Jual Beli Apartemen Malioboro City Desak Pemda DIY Tuntaskan Kasus
- Pengunjung Gua Pindul Melampaui 10 Ribu Orang pada Oktober 2024
- Marak Kabar Pelecehan lewat Media Sosial, Kapolresta Sleman Rutin Gelar Patroli
- Pemda DIY Dorong Pemanfaatan Tanah Kalurahan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Advertisement
Advertisement