Advertisement

Mengenal Sekar Pangkur, Paguyuban Seni Lansia di Bantul

Ujang Hasanudin
Minggu, 02 Oktober 2022 - 17:37 WIB
Budi Cahyana
Mengenal Sekar Pangkur, Paguyuban Seni Lansia di Bantul Anggota Paguyuban Sekar Pangkur saat sedang pentas di Pendopo Kampung Pedak, Kalurahan Bantul, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Sabtu (1/10/2022). - Harian Jogja/Ujang Hasanudin

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Sebagian besar masyarakat Bantul mungkin masih asing dengan Sekar Pangkur yang merupakan paguyuban seni dan anggotanya adalah para lansia yang usianya di atas 55 tahun. Paguyuban ini ternyata sudah berdiri sejak 2010 lalu dan setiap tampil tidak meminta bayaran alias gratis.

Masyarakat yang memiliki hajatan cukup mengeluarkan uang untuk mengakut alat musik ke tempat hajatan, kemudian menyediakan makan dan minum bagi anggota Paguyuban Sekar Pangkur.   

Advertisement

Ketua Paguyuban Sekar Pangkur, Suparno, mengatakan paguyubannya bukan organisasi politik maupun organisasi sosial, namun murni karena sama-sama ingin mengisi kegiatan karena semua anggotanya adalah lansia. Saat awal terbentuk 9 Oktober 2020 anggotanya baru tujuh orang. Namun sering berjalannya waktu banyak yang ingin bergabung sehingga saat ini jumlah anggota menjadi 25 orang.

“Awalnya hanya kumpul, ngobrol-ngobrol ke sana dan kemari. Dalam pertemuan tersebut ada yang membawa hadroh, kemudian menyanyikan lagu-lagu islami,” katanya, saat ditemui disela-sela latihan di sebuah pendopo di Kampung Pedak, Kalurahan Bantul, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Sabtu (1/10/2022) malam.

Dalam latihan tersebut sekaligus pemberian bantuan alat musik dan usaha produktif dari Kementerian Sosial yang dihadiri oleh pejabat Dinas Sosial DIY, Dinas Sosial Bantul, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, Lurah Bantul, dan Panewu Bantul.  

Seiring berkembangnya waktu saat pertemuan rutin atau latihan tidak hanya membawa musik hadroh, namun juga ada yang membawa saron atau alat musik gamelan, dan juga kendang, bahkan ada yang membawa gong. Selain itu anggota yang memiliki makanan atau minuman dibawa untuk dimakan bersama-sama.

Pertemuan rutin dilakukan secara keliling di masing-masing rumah anggota secara bergantian. Seni musik yang dimainkan pun berkembang. Tidak hanya musik islami, namun juga musik klasik dan juga campursari. Sehingga ketika ada yang mengundang, tiga seni musik tersebut dimainkan.

“Jadi musik hadroh oke, campursari oke, dan musik klasik oke,” katanya.

Karena alat musik sudah komplit, untuk memudahkan latihan akhirnya dipusatkan di pendopo Kampung Pedak.

“Nah selama kita melayani permintaan masyarakat sama sekali tidak ditarik biaya alias gratis. Hanya pihak yang punya hajat mengambil alat musik ke lokasi hajatan ditambah paling menyediakan rokok, makan dan minum. Sudah itu aja. Yang penting kita bisa kumpul dan tampil bareng sudah senang,” papar Suparno.

Dalam perjalanannya ternyata tidak hanya masyarakat biasa yang mengundang Paguyuban Sekar Panggung, namun pernah juga tampil di TVRI dan acara-acara Pemerintah Kabupaten Bantul. Karena tidak ada bayaran ketika tampil, maka Sekar Pangkur sampai sekarang tidak memiliki kas.

Akhir-akhir ini banyak usulan dari pejabat pemerintah dan juga anggota Dewan yang mengusulkan Sekar Pangkur mendapat bantuan. Akhirnya Sekar Pangkur mendapat bantuan Rp50 juta dari Kemneterian Sosial. Menurut Suparno, bantuan uang tersebut juga tidak bagikan kepada anggota, namun dibelikan alat musik gamelan dan pakaian seragam. Kemudian sisanya digunakan untuk budi daya ikan sebagai kegiatan para anggota.

Harapannya dengan adanya budi daya ikan tersebut hasilnya nanti bisa untuk kas atau keperluan paguyuban dan juga meningkatkan ekonomi anggota.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial, Dinas Sosial DIY, Sigit Alvianto, mengapresiasi Paguyuban Sekar Pangkur yang merupakan paguyuban seni lansia yang masih eksis selama 12 tahun ini. Menurutnya apa yang dilakukan Sekar Pangkur merupakan bagian dari kearifan lokal yang mempertahankan seni dan budaya Jawa sekaligus mampu mencegah konflik sosial dan juga paham radikalisme di masyarakat.

Karena itu tidak heran Kementerian Sosial langsung menyetujui pemberian bantuan tersebut. Bantuan Rp50 juta tersebut terbagi dalam tiga hal, yakni untuk pengembangan seni dan budaya, pembelian alat seni dan juga penguatan kewirausahaan. Kebetulan budi daya ikan gurame yang dipilih oleh Paguyuban Sekar Pangkur dari sisi kewirausahannya untuk penguatan ekonomi anggota.  

“Harapan kami, dengan bantuan sosial ini para pelaku seni dapat melestarikan budaya, jadi benteng kebudayaan terutama pada generasi muda agar punya kegiatan positif untuk melestarikan kebudayaan,” kata Sigit.

Lebih lanjut Sigit mengatakan total ada sembilan pagyuban serupa yang diusulkan mendapat bantuan dari Kementerian Sosial tahun ini. Bantuan sosial tersebut diperuntukan bagi kelompok, komunitas, atau paguyuban yang menjaga kelestarian budaya lokal sekaligus dapat menangkap konflik sosial dan paham radikalisme. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

9 Daerah di Jateng Berstatus Tanggap Darurat Bencana, Pj Gubernur: Tingkatkan Kesiapsiagaan

News
| Selasa, 19 Maret 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement