Ruang Publik Warga Direnggut Sampah Visual Iklan Politik
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Menjelang Pemilu 2024, deretan ruas jalan dan ruang publik dipenuhi berbagai spanduk dan bendera partai politik. Tampang para tokoh dengan visual jumbo dinilai merenggut kemerdekaan warga terhadap ruang publik.
Dosen Komunikasi Visual FSR Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Sumbo Tinarbuko mengibaratkan ruang publik di DIY bagaikan gula dengan kualitas istimewa. Karena itulah dalam konteks kapitalisasi ruang publik, jutaan semut dengan berbagai jenis dan ukuran pasti datang menyerbu.
Advertisement
Menurutnya fenomena semacam itu muncul sebagai konsekuensi logis dari kondisi pasar kapitalisme global yang semakin hiperkompetitif. Dalam konteks ini, persaingan pasar berlangsung dengan memanfaatkan pengetahuan, informasi, teknologi dan media komunikasi visual.
"Dampaknya tembok bangunan heritage, komersial, sekolah, rumah sakit bahkan rumah ibadah seakan menjadi galeri terbuka sebagai ruang untuk memasang iklan luar ruang bersifat komersial maupun politik," ujarnya Selasa (23/5/2023).
Sumbo menilai, fakta visual yang muncul di ruang publik membentuk realitas sosial yang menyedihkan. Kemerdekaan visual milik warga masyarakat tidak dapat dimiliki secara bebas merdeka sesuai dengan perspektif kemerdekaan visual di ruang publik.
Baca juga: 2 Terduga Pelaku Penipuan Penjualan Tiket Coldplay Ditangkap
"Warga masyarakat tidak akan bisa lari. Warga masyarakat tidak bisa bersembunyi dari penetrasi iklan komersial dan propaganda politik. Gerak langkah warga masyarakat di bawah kendali cengkeraman teroris visual berujud sampah visual iklan politik dan iklan komersial," katanya.
Padahal, warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan visual untuk melongok keindahan alam raya beserta peninggalan sejarah nenek moyang. Warga masyarakat mempunyai hak kemerdekaan visual untuk memandang pemandangan alam dan keunikan arsitektural tempo dulu secara bebas dan tak terhalangi.
"Kini jumlah iklan komersial dan iklan politik yang dipasang di ruang publik kian meruyak bagaikan pohon pesan yang sengaja ditanam saling berjejeran. Setiap kali warga masyarakat melangkahkan kaki di ruang publik, secara visual selalu diganggu dengan keberadaan sederetan pesan komersial serta pesan politik," ungkapnya.
Ketidaktertiban visual, kesemrawutan visual dan hadirnya sampah visual iklan politik dan iklan komersial yang memerankan diri sebagai teroris visual di ruang publik, ditengarai menjadi wujud gambaran ketidakmampuan pemerintah mengendalikan estetika dan ekologi kota. Pemerintah juga dinilai abai menghadirkan kemerdekaan visual bagi warga masyarakat penghuni kota.
"Mau tidak mau, pejabat publik yang diberi amanah memimpin dinas yang terkait dengan masalah sampah visual iklan politik, wajib menegakkan perda yang mengatur penyelenggarakan reklame di ruang publik. Pejabat publik yang bertugas pada dinas terkait harus terus menerus menegakkan dan memberikan sanksi tegas atas karut marut sampah visual iklan politik dan iklan komersial," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Presiden Prabowo dan PM Inggris Sepakat Dukung Gencatan Senjata di Gaza
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 21 November 2024, Mary Jane hingga Jogja Planning Gallery
- Tabrakan dengan Truk Boks di Jalan Tempel-Turi, Pengendara Motor Meninggal di Lokasi Kejadian
- KAI Amankan 7.200 Barang Milik Penumpang, Total Senilai Rp11,4 Miliar
- Pekerja Kreatif Bertemu Calon Walikota Jogja Hasto Wardoyo, Bahas Apa?
- Hasil Pemetaan dan Rekomendasi dari Bawaslu Bantul Terkait Potensi TPS Rawan di Pilkada Bantul 2024
Advertisement
Advertisement