Advertisement

Promo November

Guru Asal Swiss Terkesan dengan Pengolahan Sampah ala Ecobrick dan Mbah Dirjo

Alfi Annisa Karin
Rabu, 22 November 2023 - 06:47 WIB
Sunartono
Guru Asal Swiss Terkesan dengan Pengolahan Sampah ala Ecobrick dan Mbah Dirjo Kunjungan seorang WNA asal Swiss yang juga sebagai pendidik bernama Patrick tengah mengunjungi Bank Sampah Kamulyan di Lowanu, Brontokusuman, Kota Jogja beberapa waktu lalu untuk melihat proses pengolahan sampah yang akan dia bagikan kepada anak didiknya di Swiss. - Dokumentasi Bank Sampah Kamulyan

Advertisement

Harianjogja.com, MERGANGSAN—Peran bank sampah mulai digencarkan sejak Pemkot Jogja memberlakukan Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZA) dan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo). Keduanya merupakan cara untuk mengolah sampah organik dan anorganik.

Pengelolaan sampah di wilayah ini turut menarik perhatian seorang guru asal Swiss bernama Patrick. Guru setingkat SMP di Swiss ini turut mengunjungi dan melihat langsung proses pengolahan sampah di Bank Sampah Kamulyan RW 22 Lowanu, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Jogja beberapa waktu lalu.

Advertisement

BACA JUGA : Pemkab Bantul Bakal Pakai Teknologi Taiwan untuk Pengelolaan Sampah, Ini Detailnya

Ketua Bank Sampah Kamulyan Bakhriah Sufiatun menuturkan, saat itu Patrick terkesan dengan sampah anorganik yang diolah menjadi produk ecobrick. Upik, sapaan akrabnya, mengatakan ecobrick menjadi barang baru bagi Patrick.

"Kami juga kemarin cerita bahwa ada arisan ecobrick. Setiap kali pertemuan, masing-masing bank sampah membawa dua botol ecobrick yang sudah jadi. Siapa yang dapat undian arisan dia yang membawa pulang satu unit kursi," ujarnya saat dihubungi, Selasa (21/11).

Selain itu, WNA asal Swiss itu sempat terkesan dengan implementasi Mbah Dirjo. Pemukiman yang padat dan dalam kondisi corblok bagi Patrick hampir tak mungkin dilakukan. Padahal, biopori saat ini menjadi salah satu tumpuan warga Lowanu dalam mengolah sampah organik. Serapan sampah organik juga terbilang signifikan.

"Kalau asumsinya satu KK produksi 0,5 kg sampah, maka ada 10 kg sampah organik yang diolah di dalam biopori setiap harinya," ujarnya.

Upik pun turut dapat ilmu dari Patrick. Dia mengatakan, pengolahan sampah di Swiss telah dilakukan secara sistematis. Edukasi soal pengolahan sampah juga berbeda jika dibanding di Indonesia, khususnya di Kota Jogja. Di Swiss, warga telah diberikan edukasi soal pentingnya mengolah sampah dan kebersihan lingkungan sejak usia dini. Sehingga, justru aneh ketika ada warga yang tak memilah dan mengolah yang diproduksi sendiri. Namun, di balik itu Swiss tetap punya permasalahan sampah.

"Patrick juga bilang walaupun di negara maju bukan berarti tidak ada masalah sampah. Masalahnya di TPA-nya. Ada beberapa tempat di Swiss yang pembuangannya ditanam sehingga daerah itu menjadi kandungan dioksinnya tinggi. Sehingga seluruh kota itu tidak diperbolehkan menanam sayuran karena itu bersifat racun," ujarnya.

BACA JUGA : DLH Sleman Memasang Alat Pengolah Sampah di Tamanmartani

Upik mengatakan, nantinya Patrick akan membawa bekal ilmu yang dia dapatkan di Bank Sampah Kamulyan soal pengolahan sampah. Ia akan membagikan ilmunya pada anak-anak didiknya.

"Karena kedatangan Patrick ke sini adalah mencari materi-materi tematik tentang lingkungan untuk pembelajaran siswanya," katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Inggris Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran

News
| Jum'at, 22 November 2024, 10:47 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement