Advertisement
Kritisi Kenaikan Gaji Bawaslu, Aktivis Pro Demokrasi Jogja : Layaknya Suap dan Sogokan

Advertisement
Harianjogja.com, MANTRIJERON—Pemerintah Pusat telah memutuskan akan menaikkan tunjangan kinerja (tukin) bagi para komisioner Bawaslu, baik di tingkat Pusat, provinsi, ataupun kabupaten/ kota. Kenaikam tukin ini dilakukan dua hari sebelum pemungutan suara, yakni 12 Februari lalu.
Menanggapi hal itu, warga Jogja yang menamai diri mereka sebagai Paguyuban Masyarakat Jogja Pro Demokrasi merasa berang. Bagaimana tidak, Koordinator Paguyuban Masyarakat Jogja Prodemokrasi Rendra Setiawan menyebut ada sejumlah kejanggalan yang terjadi pada proses pemilu beberapa waktu lalu. Namun, menurutnya tak ada tindakan apapun yang dilakukan oleh Bawaslu.
Advertisement
"Bahwa proses yang dilakukan oleh para penguasa yang mengangkangi sistem kepemiluan ini kan berlapis-lapis. Misalnya penggelembungan suara, proses money politik, sampai soal perhitungan suara, dan bansos," ujarnya saat ditemui saat aksi di Kantor Bawaslu DIY, Kamis (22/2/2024).
Baca Juga
Pengawasan Tak Optimal, Bawaslu DIY Didemo dan Dihadiahi Kerupuk Melempem
Praktik Politik Uang saat PSU Rawan Terjadi, Ini Upaya Bawaslu Bantul untuk Menekannya
Bawaslu Sebut Ada Saksi Paslon 01 di Gunungkidul Sempat Ditolak Masuk TPS
Menurut Rendra, kenaikan tukin yang diterima oleh para komisioner Bawaslu tak berbeda halnya dengan suap atau sogokan. Bawaslu punya kewenangan secara konstitusi untuk melakukan pengawasan terhadap pemilu. Namun, di sisi lain meski tukin telah dinaikkan, Bawaslu seakan tak banyak bergerak saat berbagai kejanggalan terjadi.
"Bawaslu disogok dengan naiknya tunjangan dua hari sebelum pemilu. Merubah semua sikap Bawaslu terhadap proses yang ada di KPU. Mereka bisa enak-enak menikmati tunjangan, tapi tunjangan itu adalah suap bagi Bawaslu untuk bersikap permisif, menutup mata terhadap terjadinya kecurangan," tuturnya.
Melihat adanya kejanggalan seperti sengkarut Aplikasi Sirekap, praktik money politic, hingga gencarnya bansos yang diduga untuk menggaet suara pada paslon tertentu, Rendra meminta proses pemungutan suara bisa kembalu diulang. Dia mengaku tak terafiliasi dengan paslon manapun. Bahkan, Masyarakat Pro Demokrasi hadir dari kalangan non-partisan, mulai dari seniman, mahasiswa, hingga masyarakat sipil lainnya. Yang terpenting baginya saat ini adalah terciptanya kepemimpinan yang berlegitimasi.
"Masyarakat sipil yang mulai melihat ini ke depan kalau diteruskan ada proses krisis demokrasi. Kemudian akan berlanjut pada krisis nasionalisme karena orang tidak lagi bicara soal kebangsaan. Hari ini semua pragmatis, siapa yang menang dengan segala cara, lanjut. Ini merupakan sebuah keprihatinan, desakan moral yang terus dilakukan masyarakat Jogja," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Sejumlah Guru Besar Sampaikan Aspirasi ke DPD RI Terkait Kebijakan Bidang Kesehatan
- Jadwal dan Tarif DAMRI dari Jogja ke Semarang
- Masinis hingga Petugas Keamanan KAI Daop 6 Jogja Dites Urine
- Polisi Buru Pelaku Penembakan Mobil Penata Rias di Jogja, Diduga Gunakan Airgun
- ATM Bank di Jalan Jenderal Sudirman Bantul Terbakar, Kerugian Capai Rp86 Juta
Advertisement