Advertisement

Tradisi Ratusan Tahun Sadranan Digelar di Gunungkidul, Begini Kisah Sejarahnya

Andreas Yuda Pramono
Senin, 26 Februari 2024 - 18:17 WIB
Arief Junianto
Tradisi Ratusan Tahun Sadranan Digelar di Gunungkidul, Begini Kisah Sejarahnya Bupati Gunungkidul, Sunaryanta memberikan sambutan dalam acara nyadran di Padukuhan Blarangan, Senin (26/2/2024). - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Ponjong kembali menggelar tradisi nyadran dengan sedekah ingkung ayam di Padukuhan Blarangan, Senin (26/2/2024). Tradisi tersebut sudah dilakukan warga secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.

Lurah Sidorejo, Sidiq Nur Safii mengatakan bahwa dalam nyadran, warga membawa seperangkat alat ritual atau uborampe seperti ayam ingkung dan nasi uduk.

Advertisement

Nyadran, kata dia, merupakan bentuk rasa syukur kepada yang Maha Pencipta yang digelar setiap tahun sekali dalam tanggalan Jawa 15 Ruwah.

Nyadran tersebut digelar untuk mengingat kembali cikal bakal munculnya Padukuhan Blarangan. Konon ada dua penggawa Majapahit lari dari kerajaan yang bernama Tumenggung Wayang dan Tumenggung Sesuco Ludiro.

Singkat cerita, mereka dikejar oleh para prajurit kerajaan, kemudian dipaksa untuk kembali. Karena menolak, akhirnya terjadi pertempuran hingga keduanya dikepung atau dikalang. Berawal dari sana, muncullah nama Padukuhan Kalangan di Kecamatan Karangmojo.

Ki Wayang yang saat itu sulit untuk ditaklukkan lantas dibunuh dengan tiga bagian tubuhnya dipisah. Hal itu membuatnya tersungkur tak berdaya.

Akhirnya, Tumenggung Wayang wafat. Peperangan tersebut telah menyebabkan pertumpahan darah. Daerah itu kemudian disebut Blarangan, dari kata Mblarah Getih Blarah.

Akhir kisah, setelah Ki Wayang wafat, Ki Sesuco Ludiro yang masih bertahan hidup kemudian mengajarkan cocok tanam dan menjadikan daerah tersebut subur makmur. Setelah sekian lama, Ki Seco akhirnya wafat dan dikebumikan di Blarangan.

BACA JUGA: Nyadran Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Leluhur

Lebih jauh, Sidiq menjelaskan tradisi nyadran tersebut digelar dengan pembiayaan Dana Desa pada 2024 dan swadaya gotong royong semua warga.

Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengatakan tradisi berumur ratusan tahun tersebut dapat menumbuhkan kerukunan dan rasa kebersamaan. Kata dia, banyak tradisi dan budaya di Gunungkidul yang masih dilestarikan. “Salah satunya yang digelar di makam Raden Mas Djoyo Dikromo Secucu Ludiro,” kata Sunaryanta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Karyawan Ucapkan Selamat Tinggal

News
| Sabtu, 04 Mei 2024, 22:57 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement