Advertisement

Kawasan Sumbu Filosofi: Belajar dari Sungai di Jogja

Sirojul Khafid
Rabu, 07 Agustus 2024 - 05:37 WIB
Sunartono
Kawasan Sumbu Filosofi: Belajar dari Sungai di Jogja Acara Merti Kali Code yang digelar beberapa waktu lalu. Ist - Dok. Pribadi

Advertisement

JOGJA—Sumber air sudah ada sejak ribuan tahun lalu, bisa jadi lebih tua dari peradaban manusia. Sudah semestinya kita belajar darinya. Ini kisah tentang upaya mengembalikan kejernihan Kali Code Jogja seperti sedia kala.

Bule dari berbagai negara nyemplung ke Kali Code Jogja. Kejadiannya akhir Juli 2024 lalu. Mereka bukan tenggelam, tapi justru bersih-bersih sungai. Pemandangan yang sepertinya tidak cukup lumrah.

Advertisement

Para mahasiswa Singapura, Korea dan Jepang yang tergabung dalam Singapore-Indonesia Youth Leaders Exchange Programme (SIYLEP) itu ikut dalam Pemerti Code. Di Ruang Terbuka Hijau Taman Robin Jetis Pasiraman, Cokrokusuman, Kota Jogja, mereka membersihkan sampah di Kali Code.

Ini bukan kali pertama. Di waktu-waktu sebelumnya, bule dari negara Eropa dan Amerika Utara sudah beberapa kali “belajar” di Kali Code. Sejak 2015, beberapa titik bantaran Kali Code menjadi lokasi Sekolah Sungai. Lebih jauh lagi, sekitar tahun 2000, muncul pula Gerakan Cinta Code.

BACA JUGA : Presiden Terpilih Diminta Bentuk Komite Pengembalian Aset dan Manuskrip Sultan HB II

Ketua Gerakan Cinta Code, Harris Syarif Usman, mengatakan Pemerti Code sampai Sekolah Sungai digelar sebagai upaya meningkatkan kesadaran akan krisis ekologi. Harapannya upaya sekecil apapun, bisa menciptakan lingkungan hidup yang lebih lestari, menumbuhkan partisipasi generasi muda dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.

“Kami ingin mendorong keterlibatan anak muda dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, serta bersama sama secara kolektif merawat Bumi,” kata Harris, Senin (5/8).

Gerakan Cinta Code dan Sekolah Sungai merupakan bentuk kerinduan Harris pada masa kecilnya. Sekitar 1970-an, dia masih sering berenang dan menangkap ikan di Kali Code. Tinggal sebut, banyak jenis ikan ada di situ, dari ikan kutuk, sidat, tawes, wader, mujair, cetol, udang, kepiting, tombro, lele lokal, belut, sampai gurame.

Aktivitas ini rutin Harris lakukan. “Dulu ikannya masih gede-gede, dapat satu aja bisa buat makan seharian,” katanya.
Tahun demi tahun berjalan. Harris mulai jarang berenang dan memancing ikan di Kali Code. Hingga suatu hari di tahun 1990-an, dia sadar dengan berubahnya Kali Code yang dulunya jernih, hingga mendapat julukan “toilet terpanjang di dunia”. Selama puluhan tahun, permukiman ilegal tumbuh di bantaran Kali Code. Tidak semua memiliki toilet, maka jadilah sungai menjadi toilet massal.

Kembalikan Kali Code

Pernah ada mitos, apabila kamu ingin betah di Jogja, maka celupkan kakimu ke Kali Code. Mitos yang sepertinya hanya relevan beberapa puluh tahun lalu. Apabila sekarang mencelupkan kaki ke Kali Code, yang muncul mungkin malah penyakit.
Berupaya mengembalikan Kali Code seperti dulu semakin gencar Harris lakukan saat masih menjadi mahasiswa.

Terlebih dia menjadi pengurus sejumlah organisasi remaja dan masyarakat di kelurahannya. Tekad ini juga yang membuatnya terpikir membentuk Gerakan Cinta Code pada 2000. “Gerakan cinta sungai seperti ini belum ada di Indonesia,” kata Harris. “Setelah itu komunitas atau gerakan cinta sungai di DIY semakin banyak di tahun-tahun berikutnya.”

Dengan menggandeng banyak pihak, langkah pertama dengan menebar benih di sungai. Saat masyarakat tahu ada ikan di sungai dan hendak memancing, maka edukasi berikutnya untuk jangan membuang sampah di sungai, agar ikan-ikan ini bisa tetap hidup dan berkembang besar.

BACA JUGA : Momen Pembersihan Lahir Batin, Disbud Kulonprogo Gelar Jamasan 14 Pusaka

Langkah yang lebih besar lagi, mereka menyosialisasikan pembangunan rumah dengan menghadap ke arah sungai. Dengan begitu, kebersihan sungai menjadi perhatian, lantaran rumah menghadap ke sungai. Setelahnya muncul imbauan membangun toilet di rumah masing-masing atau komunal. Termasuk juga pembangunan instalasi pengolahan air limbah komunal.

Semakin berkembang, Gerakan Cinta Code ini juga mengenalkan program Mundur, Munggah, Madep Kali dari pemerintah daerah. Rumah-rumah yang ada di bantaran sungai diminta lahannya untuk dijadikan jalur pedestrian. Dibanding melebar, rumah dibuat tingkat. Jalur pedestrian ini yang kemudian menjadikan sungai lebih tertata, bahkan bisa menjadi jalur ambulans dan damkar kecil apabila terjadi bencana.

Belajar dari Sungai

Mungkin Harris bisa mati-matian menjaga sungai. Tapi akan ada saatnya dia istirahat. Agar tongkat pemeliharaan Kali Code tetap berjalan, langkah Harris selanjutnya dengan membentuk Sekolah Sungai.

Bermula pada 2015, Sekolah Sungai menjadi wadah masyarakat dari anak SD sampai mahasiswa, komunitas, serta organisasi pemerintah belajar tentang sungai. Harris sebagai edukator akan mengajak masyarakat mengenal sungai dengan segala seluk beluknya. Mulai dari manfaat sampai potensi mitigasinya.

Materi Sekolah Sungai sesuai dengan tingkatan usianya. Untuk anak SD misalnya, cukup pengenalan sungai dan yang hidup di dalamnya. Untuk mahasiswa, sudah mulai mengkaji dan menganalisis. Materi untuk perangkat pemerintah lebih kepada perspektif kebijakan. “Materi lebih kepada yang mungkin bisa diterapkan oleh peserta, langsung go action,” katanya.

“Banyak anak-anak sekolah yang kemudian belajar di Sekolah Sungai ini. Bahkan kini mahasiswa dari luar negeri datang juga.”

Kali Code memang belum kembali seperti kondisi tahun 1970-an. Namun Harris melihat adanya pergerakan maju. Sekolah Sungai menjelma menjadi ruang wisata baru. Bantaran sungai yang sudah tertata juga sering menjadi tempat olahraga hingga acara warga. Potensi wisata dan ekonomi yang semestinya dirawat bersama.

Tidak hanya itu, Kali Code yang berada di Kawasan Sumbu Filosofi juga sarat dengan nilai budaya. Penting dan strategisnya Kali Code di Jogja juga tersimbol dalam cerita mitosnya. Saat masih kecil, Harris sesekali mendengar apabila Kali Code merupakan rute Nyi Roro Kidul yang hendak sowan dari Pantai Selatan ke Gunung Merapi.

BACA JUGA : Purawisata Jogja Gelar Festival Tari Konservasi Ramayana, Konsisten Pentaskan Tarian Tradisional 48 Tahun

“Kalau ada gemericik di sungai secara terus-menerus dan lenguhan kuda, artinya Nyi Roro Kidul sedang melintas. Kadang ada yang mengaku melihat bayangan ratu dengan rambut panjang dan para pengawalnya,” kata Harris.

Tentu masyarakat bisa percaya atau tidak dengan cerita tersebut. Namun lebih dalam, cerita ini sepertinya menyimbolkan apabila Kali Code memiliki aspek sejarah dan budaya penting di Jogja. Unsur yang senantiasa perlu dijaga keberadaan dan kelestariannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gelar Pertemuan Tertutup, Prabowo Minta Masukan SBY Sebelum Dilantik Jadi Presiden RI

News
| Jum'at, 20 September 2024, 06:47 WIB

Advertisement

alt

Menikmati Keindahan Alam dan Sungai di Desa Wisata Srikemenut Bantul

Wisata
| Rabu, 18 September 2024, 10:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement