Advertisement

Promo November

Hingga Oktober 2024, Ada Ratusan Tenaga Kerja di Sleman Kena PHK

Catur Dwi Janati
Senin, 21 Oktober 2024 - 16:07 WIB
Maya Herawati
Hingga Oktober 2024, Ada Ratusan Tenaga Kerja di Sleman Kena PHK Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Jumlah tenaga kerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga Oktober 2024 di Kabupaten Sleman mencapai ratusan orang.

PHK ini disebabkan banyak faktor, mulai dari tutupnya perusahaan, kontrak habis hingga pekerja yang melakukan pelanggaran.

Advertisement

"Hingga bulan Oktober sudah ada 576 pekerja [ter-PHK]. Ini belum termasuk yang Primissima, jadi ditambah 402," terang Kepala Dinas Tenaga Kerja Sleman, Sutiasih di Ruang Sembada Kabudayan Sleman, Senin (21/10/2024).

Penyebab PHK ini diungkapkan Sutiaih bermacam-macam, mulai dari perusahaan yang tutup hingga habis kontrak. Namun ada pula beberapa di antaranya di-PHK karena melakukan pelanggaran atau kesalahan kerja.

"Banyak yang habis kontrak, paling terbanyak yang tadi Primissima karena tutup [beroperasi] perusahaannya. Kemudian habis kontrak, ada beberapa tidak banyak itu kesalahan yang  bersangkutan sehingga di PHK," tegasnya.

Dari 576 tenaga kerja yang ter-PHK sampai Oktober ini, sebanyak 484 orang ter-PHK dari pelaporan perusahaan dan dari perselisihan HI sebanyak 92 orang ter-PHK.

"Kalau ada PHK itu kan harus lapor ke kami. Harus kirim surat ke kami, untuk pencairan JHT-nya, terkait pencairan di BPJS," katanya.

Pada 2023, total jumlah tenaga kerja ter-PHK mencapai 1.091 orang. Sebanyak 977 tenaga kerja ter-PHK dari pelaporan perusahaan dan sebanyak 114 orang dari perselisihan HI.

BACA JUGA: Menjabat Sekretaris Kabinet, Mayor Teddy Tidak Perlu Pensiun dari TNI

Secara total, hingga 18 Oktober 2024 jumlah tenaga kerja di Kabupaten Sleman mencapai 127.191 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 72.604 orang merupakan tenaga kerja laki-laki dan 54.587 orang tenaga kerja perempuan.

Di sisi lain, Sutiasih mengungkapkan ada 5.853 perusahaan yang saat ini beroperasi di Kabupaten Sleman.

Sutiasih membeberkan dari jumlah itu sebanyak 4.675 di antaranya perusahaan mikro. Angka itu setara 79,8 persen dari jumlah perusahaan yang ada di Sleman.

"Menurut data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) itu yang usaha mikro ada 4675. Artinya banyak sekali usaha mikro. Usaha mikro ini kan yang pemula-pemula, yang kecil-kecil," ungkapnya.

Sementara sisanya, sebanyak 476 perusahaan berskala kecil, 492 perusahaan berskala menengah dan 210 perusahaan berskala usaha besar.

Berdasarkan sebarannya, persebaran perusahaan terdapat di Kapanewon Depok 1.771 perusahaan, Ngaglik 882 perusahaan dan Mlati 724 perusahaan.

Ekonom UGM, Akhmad Akbar Susamto mengungkapkan salah satu tantangan pemerintahan baru ada di sektor ketenagakerjaan. Akhmad menerangkan meskipun tingkat pengangguran terbuka (TPT) telah turun ke level yang lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi Covid-19, struktur tenaga kerja saat ini masih didominasi oleh pekerja sektor informal. Fenomena ini disebut Akhmad memperlihatkan adanya penurunan pada jumlah pengangguran namun kualitas pekerjaan yang ada belum terlihat membaik.

"Ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah pengangguran berkurang, kualitas pekerjaan belum membaik," ungkapnya.

Pasca pandemi, jumlah pekerja sektor informal jauh lebih besar ketimbang sektor formal. Sebanyak 84,13 juta orang atau setara dengan 59,17% dari total pekerja adalah para pekerja di sektor informal.

"Kondisi ketenagakerjaan kita belum pulih sepenuhnya, tapi orang butuh makan. Jadi apa saja dikerjakan, serabutan begitu. Maka tidak heran kalau sektor informal meningkat," katanya.

Di lain sisi, dominasi sektor informal ini juga seolah menggambarkan bagaimana lemahnya sektor formal menyerap tenaga kerja.

Pemerintahan baru kudu mencari jalan keluar agar kualitas lapangan pekerjaan bisa meningkat. Dengan demikian daya serap tenaga kerja di sektor formal bisa membaik yang selama ini didominasi sektor informal.

"Dominasi sektor informal saat ini bahkan lebih parah dibandingkan sebelum pandemi, yang mencerminkan lemahnya pemulihan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja. Kondisi ini menimbulkan tantangan dalam meningkatkan kualitas lapangan kerja dan memastikan stabilitas ekonomi bagi pekerja​," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Masuk Masa Tenang Pilkada 2024, Bawaslu Ingatkan Tidak Ada Lagi APK

News
| Minggu, 24 November 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement