Waspadai Sindrom Ratu Lebah dan Glass Ceiling, Perempuan Harus Saling Mendukung
Advertisement
JOGJA—Fenomena queen bee syndrome dan glass ceiling seringkali menjadi kendala bagi perempuan untuk berkarya di ruang publik. Hal itu harus dikikis mengingat saat ini banyak fasilitas pendukung bagi perempuan untuk bisa berdaya dan berkarya.
Isu ini dibahas melalui diskusi bertajuk Queen Bee Syndrome dan Glass Ceiling Perempuan di Ruang Publik yang digelar DP3AP2 DIY (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk) di Studio Star Jogja FM, Selasa (22/10/2024).
Advertisement
Direktur Caksana Institute Wasingatu Zakiyah mengatakan fenomena glass ceiling merupakan hambatan bagi kaum perempuan untuk berkarya atau memiliki jabatan tinggi. Hal ini karena tidak lepas dari kebiasaan adat Jawa bahwa perempuan sebaiknya di rumah. Batasan itu menyebabkan perempuan enggan keluar dari lingkungan yang mengungkung hingga kemudian muncul fenomena glass ceiling.
"Bayangan-bayangan glass ceiling itu kemudian yang membuat perempuan memutuskan membatasi diri atau punya pikiran, tidak perlu mencapai [kemajuan atau jabatan] itu. Ini membuat kita penting menerobosnya sehingga perempuan bisa bebas berkarya," katanya dalam diskusi di Star Jogja FM bertajuk Queen Bee Syndrome dan Glass Ceiling Perempuan di Ruang Publik, Selasa (22/10/2024).
Wasingatu Zakiyah menambahkan untuk menerobos fenomena glass ceiling tersebut perlu digulirkan contoh bahwa saat ini banyak perempuan yang mampu berkarya di bidang masing-masing, ada yang menjadi birokrat, pemimpin hingga anggota Dewan. Bahwa mereka adalah perempuan yang mampu membagi waktu dengan baik antara tanggungjawab pekerjaan dengan keluarga sehingga sangat menginspirasi.
Cerita inspiratif dari kaum perempuan sukses berkarya perlu terus digaungkan ke masyarakat khususnya anak agar mereka bisa terus berkarya untuk menerobos glass ceiling. "Maka sejak kecil ini harus ditanamkan kepada anak, cerita-cerita inspiratif dari perempuan, bahwa perempuan mampu berkarya. Tidak kalah pentingnya adalah dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, ketika ada saudara kita perempuan yang berkarya harus didukung. Selain itu cerita inspiratif perempuan masa lalu seperti RA Kartini ini juga perlu terus diberikan kepada anak. Kalau sekarang kita bisa melihat sosok Menteri Keuangan Sri Mulyani, ini bisa menjadi tokoh inspiratif perempuan," ujarnya.
Adapun Queen Bee Syndrome merupakan sindrom ratu lebah terutama saat berada di ruang publik, hal ini biasanya terjadi pada seorang perempuan memiliki kekuasaan atau otoritas akan memandang bawahannya lebih rendah, terutama jika bawahannya seorang perempuan. Dia menilai fenomena ini harus dihindari karena saling mendukung sesama perempuan di tempat kerja maupun ruang publik lainnya sangat penting untuk bisa sama-sama saling maju.
"Sehingga saling mendukung antarperempuan itu sangat penting, baik di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja. Perempuan harus saling bergandengan tangan untuk bisa saling maju dalam berkarya, semoga sindrom ratu lebah ini bisa dikikis sehingga banyak perempuan bisa saling mendukung," ujarnya.
Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda DIY Andreas Bayu Nugroho mengatakan saat ini akses kesetaraan memang layak dimiliki oleh setiap perempuan karena berkaitan dengan hak asasi. Oleh karena berbagai kebijakan penganggaran di lingkungan Pemda DIY selalu berbasis gender. Saat ini 33% APBD masuk dalam pengarusutamaan gender.
Adapun secara teknis saat ini banyak program yang digulirkan Pemda DIY untuk pemberdayaan perempuan, salah satunya melalui program Desa Prima yang didukung dengan Dana Keistimewaan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan di desa hingga pelatihan menyasar perempuan.
"Sarana prasarana fasilitas publik juga sudah banyak yang memberikan ruang kepada perempuan agar merasa nyaman. Misalnya di Kepatihan menyediakan fasilitas penitipan anak hingga fasilitas spesifik lagi seperti ruang laktasi yang saat ini telah tersedia di semua OPD yang bersifat layanan," katanya.
Selain itu sepertiga dari total Kepala OPD di lingkungan Pemda DIY juga berasal dari kalangan perempuan. Bahkan beberapa OPD strategis juga diisi oleh perempuan. Hasil kerjanya pun tidak kalah dengan laki-laki. Selain itu dalam melakukan rapat atau koordinasi pun tidak lagi melihat laki atau perempuan namun mendudukkan mereka sebagai pengambil kebijakan.
"Dengan adanya banyak pemimpin perempuan justru akan smeakin menguatkan perempuan di bawahnya. Karena mereka berasal dari tangga terbawah pernah mengalami juga jadi staf, ini bisa saling menguatkan dan mendukung untuk semakin bisa menunjukkan kinerja yang baik. Dukungan perempuan yang sudah berada di posisi baik itu sangat berperan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pakar Hukum Sebut Penegak Hukum Harus Kejar hingga Tuntas Pejabat yang Terlibat Judi Online
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hadapi Potensi Bencana Hidrometeorologi, Sekolah Diminta Waspada
- Biro PIWP2 Setda DIY Terus Dorong Percepatan Layanan Sanitasi Berkelanjutan
- Hadapi PSBS Biak di Lanjutan Liga 1, Ricky Cawor: Atmosfer Positif sedang Lingkupi PSS
- Program Makan Bergizi Gratis Butuh Kolaborasi Lintas Sektoral
- Tak Cuma Ribuan Alat Timbang dan Ukur, Pemkab Gunungkidul Juga Tera Ulang SPBU
Advertisement
Advertisement