Advertisement
Hanya Mampu Bertahan 3 Bulan, PHRI Desak Pemerintah Cabut Inpres Efisiensi Dan Terapkan Relaksasi Pajak

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Industri perhotelan di DIY tengah digelayuti langit gelap akibat Instrtuksi Presiden (Inpres) Efisiensi. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebut hotel-hotel di DIY hanya mampu bertahan tiga bulan sebelum melakukan Pemutusah Hubungan Kerja (PHK).
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo, menjelaskan saat ini PHRI DIY hanya bisa bertahan untuk terus beroperasi. “Kekuatan kita untuk bertahan ini, tidak sampai PHK karyawan, itu hanya sekitar tiga sampai enam bulan,” ujarnya saat ditemui usai audiensi dengan DPRD DIY, Selasa (25/3/2025).
Advertisement
Hal ini berdasarkan perhitungan tingkat okupansi hotel yang terus menurun sejak Januari 2025, yakni pada Januari 60%-70%, Februari 50%, Maret 5%-15%. “Maret jeblog. April dari reservasinya rata-rata hanya 30 persen,” ungkapnya.
Pada libur lebaran ini, hingga H-7 lebaran tingkat reservasinya baru mencapai 5%-20% untuk periode 26 Maret sampai 1 April. Kemudian para periode 1-4 April reservasinya 20%-40%. “Ini mengalami penurunan signifikan dibanding periode lebaran tahun lalu, yang dulu bisa mencapai 60 sampai 70 persen,” katanya.
Hal ini menunjukkan penurunan okupansi tidak saja terjadi dari sektor MICE pemerintah, tapi juga sektor swasta atau keluarga. “MICE swasta yang biasanya kenceng, sekarang juga menurun. Daya beli masyarakat juga kami rasakan seperti itu,” paparnya.
Untuk menghemat operasional, hotel-hotel saat ini sudah mulai mengurangi shift karyawan sampai 50%. Kalau situasi ini didiamkan tanpa intervensi pemerintah, ribuan karyawan terancam PHK. “Sekitar 5.000 karyawan yang terancam PHK,” ungkapnya.
Kepada pemerintah pusat ia mendesak agar ditinjau ulang atau dicabutnya Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran. “Kami melalui PHRI pusat sudah mengusulkan kebijakan itu agar bisa ditinjau atau bahkan dihentikan. Karena ini mengganggu perekonomian masyarakat,” tegasnya.
Lalu untuk pemerintah daerah, ia berharap masih bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan di hotel dengan anggaran yang disesuaikan dengan bujet dari pemerintah daerah. “Supaya ekonomi bisa berjalan,” katanya.
Ia juga berharap pemerintah daerah bisa menerapkan relaksasi pajak bagi industri hotel, sebagaimana yang sudah dilakukan pada masa pandemi covid-19 lalu. “Relaksasi pajak untuk bisa menambah nafas kita untuk hidup,” ungkapnya.
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, menuturkan terkait kondisi ini, pariwisata menjadi leading sector ekonomi DIY. “Pastinya menjadi daya ungkit pariwisata lainnya seperti industri hotel, travel agent, UMKM dan serapan tenaga kerja. Maka pariwisata harus tetap dipertahankan,” kata dia.
Kedua, Pemda DIY perlu meningkatkan kunjungan wisata odmestik dan mancanegara. “Ketiga, meningkatkan pendapatan sektor wisata sebagai kontribusi terhadap perekonomian. Keempat, memperkuat citra dan daya saing destinasi wisata di tingkat nasional dan internasional,” ujarnya.
Dengan keterbatasan anggaran hari ini, Pemda DIY harus mengoptimalkan untuk didistribusikan ke industri pariwisata. “Pemda bisa mengembangkan program inovasi wisata yang lebih menarik, up to date. Kita juga perlu paket wisata yang bisa membuat wisatawan stay lebih lama di Jogja,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Hujan Ringan Selimuti Sejumlah Kota Besar Hari Ini Senin 30 Juni 2025
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem Mengintai Sejumlah Tempat Wisata
- Top Ten News Harianjogja.com Minggu 29 Juni 2025: Parkir Malioboro, Sekolah Rakyat hingga OTT KPK
- Respons DPRD Bantul Soal Putusan MK Terkait Pemilu Terpisah Mulai 2029
- Himpunan Pengusaha Muda Kulonprogo Dukung Pemkab Majukan usaha Lokal
- Kodim Jogja Fest Bakal Digelar Dua Minggu Sekali, Tersedia Sembako Murah hingga Bazar UMKM dan Kuliner
Advertisement
Advertisement