Advertisement
Fenomena Bendera One Piece Perlu Dijawab Dengan Kinerja Baik

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Fenomena pengibaran bendera One Piece dianggap Dosen Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Gerry Katon Mahendra sebagai ekspresi protes sejumlah masyarakat kepada pemerintah. Gerry berpendapat fenomena ini bisa dilihat pemerintah sebagai motivasi agar melakukan perbaikan dari kondisi saat ini.
"Jika ditinjau dari sudut pandang administrasi publik fenomena ini merupakan salah satu bentuk ekspresi protes masyarakat terkait kondisi tata kelola negara yang dianggap belum sesuai harapan masyarakat. Misalnya berkaitan dengan kebijakan pajak, lapangan pekerjaan, dan daya beli masyarakat yang dianggap belum sesuai harapan," kata Gerry dikutip dari laman resmi Unisa, Senin (11/8/2025).
Advertisement
BACA JUGA: Heboh, Video Jessica Radcliffe Dimakan Paus Orca
Menurut Gerry, pemerintah sebaiknya melihat fenomena sebagai motivasi, bahwa masyarakat membutuhkan perubahan atau perbaikan dari kondisi saat ini. Jawaban atas fenomena ini kata Gerry bisa direspons pemerintah dengan menunjukkan kinerja yang baik.
"Bendera non negara ini dapat disikapi sebagai simbol kritik yang sebaiknya dijawab dengan kinerja yang lebih baik," ungkap Gerry.
Gerry menambahkan, pengibaran bendera One Piece bukan sebagai pelanggaran selama tidak melanggar ketentuan perundangan dan tidak dibenturkan dengan simbol negara. Selain itu pengibaran bendera ini tidak lebih tinggi atau bersanding dengan bendera merah putih.
"Saya berpendapat bahwa ini bagian dari ekspresi masyarakat dalam menyuarakan kritik dan harapan akan kondisi yang lebih baik lagi," ujarnya.
Dijelaskan Gary, Undang-Undang No.24/2009 menjelaskan pengibaran simbol non-negara seperti bendera organisasi atau lambang budaya harus tunduk pada ketentuan aturan yang mengutamakan kedudukan Bendera Merah Putih di posisi utama, emperbolehkan bendera asing hanya dalam konteks diplomatik, serta melarang simbol separatis yang bisa mengganggu nilai kesatuan bangsa. Dari undang-undang tersebut kata Gerry sudah cukup jelas diterangkan bahwa tidak boleh merendahkan martabat Bendera Pusaka, sehingga pengibaran bendera simbol seperti yang viral saat ini kembali lagi merujuk pada ketentuan yang ada.
"Jika berdiri tunggal pada ruang-ruang yang diperbolehkan, tentu dapat ditafsirkan tidak melanggar," tegasnya.
Pemerintah lanjut Gerry perlu menerapkan pendekatan dialogis, persuasif dan partisipatif yang memberi ruang ekspresi kreatif generasi muda. Akan tetapi penanaman nilai kebangsaan melalui edukasi, kolaborasi budaya, dan keteladanan publik tetap dilakukan.
"Jika berkaitan dengan kondisi negara yang kurang ideal, pemerintah jangan lupa juga untuk terus berupaya terbuka terhadap kritik dan memperbaiki/meningkatkan kualitas kinerja," tandasnya.
Hingga saat ini Gerry melihat pemerintah pusat dan beberapa pemerintah daerah tidak mempermasalahkan pengibaran bendera ini selama tidak melanggar aturan. Namun, pada tataran teknis lapangan Gerry melihat beberapa pemberitaan terkait perintah penghapusan gambar atau simbol tertentu.
Pemerintah lanjut Gerry dapat lebih konsisten dalam mengambil kebijakan ini dan mengutamakan pendekatan terbuka dan komunikatif terhadap masyarakat.
"Upaya ini dirasa akan lebih efektif dalam meredam polarisasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Alih-alih mengutamakan pendekatan pelarangan secara keras," jelasnya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Bantul Komitmen Melindungi dan Memenuhi Hak Anak
- Jadwal KA Prameks Hari Ini, Senin 11 Agustus 2025, dari Stasiun Kutoarjo Purworejo
- Jumlah Korban Tersengat Ubur-Ubur di Pantai Gunungkidul Terus Bertambah
- Botol Berisi Bensin Dilempar ke Rumah Warga Piyungan, Satu Pelaku Sempat Kabur
- Jadwal Bus DAMRI ke Bandara YIA, dari Jogja, Purworejo dan Kebumen, Senin (11/8/2025)
Advertisement
Advertisement