Advertisement
Pameran Wayang Uwuh, Perkembangan Teknologi Harus Bisa Selesaikan Persoalan Sampah

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Ketika Iskandar mengajak Harian Jogja mengunjungi pameran Wayang Uwuh miliknya, dia bercerita banyak tentang tokoh-tokoh wayang favoritnya. Pameran yang digelar di Waterboom Jogja mulai Sabtu (16/8) hingga Minggu (24/8/2025) ini menampilkan puluhan wayang berbahan baku sampah.
Telunjuk Iskandar terarah pada sebuah sosok tokoh yang akrab di telinga masyarakat Jawa. Semar. Hanya saja, wayang ini sedikit berbeda jika membandingkan dengan wayang berbahan baku kulit. Ada kantung plastik yang menutup sebagian tubuh Semar. Ternyata maksud Iskandar, kantung itu difungsikan sebagai sarung. Sedangkan, bagian tubuh ke atas terbuat dari kipas anyaman bambu bekas.
Advertisement
Semar yang menjadi salah satu tokoh favoritnya menjadi simbol momong, layaknya orang tua yang memberi arahan ke tindakan-tindakan yang benar.
“Ke arah jalan kebenaran. Terutama berkaitan dengan bumi atau lingkungan hidup. Hamemayu Hayuning Bawono,” kata Iskandar ditemui di Museum Air Waterboom Jogja, Sabtu (16/8/2025).
Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana adalah sikap dan perilaku manusia yang yang selalu menjaga keseimbangan, keserasian, harmoni dan keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia dengan alam dalam melaksanakan hidup dan kehidupannya.
Sesanti itu benar-benar Iskandar pahami sejak dia merantau ke Jakarta di mana persoalan sampah seolah tak ada habisnya. Dia sebenarnya memiliki latar belakang pendidikan akuntansi, bukan jebolan sekolah seni.
Pekerjaan utama dia ketika berada di Ibu Kota adalah auditor. Pulang bekerja, Iskandar tak pernah absen dari hobi melukisnya. Objek lukisannya hampir selalu wayang. Dia memang keranjingan wayang. Tapi dari sinilah pria 60 tahun ini menggebrak dunia seni Ibu Kota.
BACA JUGA: Merayakan Keindahan dalam Perbedaan Lewat Pameran Seni Rupa di Greenhost Boutique Jogja
Pengalamannya menjadi relawan perbaikan rumah sehat di Bantaran Sungai Ciliwung juga membentuk pandangannya dan memberi sudut pandang lain ihwal seni dan lingkungan hidup. Penataan rumah-rumah di bantaran kali menggunakan konsep seni penyadaran. Lewat seni, Iskandar dan tim mengupayakan perubahan kebiasaan menjadi lebih sehat.
“Waktu itu Sungai Ciliwung banjir besar. Sampah banyak sekali. Saya punya ide untuk bikin wayang dari sampah. Pertama kali saya bikin dari botol air mineral, terus seng bekas, kardus, triplek, tas kresek,” katanya.
Tak melulu tentang melukis wayang dan mengukir, Iskandar juga kerap menjadi pembicara dalam lokakarya. Tapi dia merasa sedikit getir lantaranya peserta lokakarya sebagian besar adalah seniman mancanegara.
Timbul pertanyaan mengenai pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Apakah masyarakat enggan berurusan dengan sampah.
“Apa harus belajar ke luar negeri untuk memahami implementasi pengelolaan sampah ke duni seni,” ucapnya.
Sampah tak akan pernah binasa selama manusia masih ada di muka bumi. Perkembangan teknologi juga seharusnya membawa solusi atas sampah-sampah sisa hasil produksi sektor industri dan aktivitas sehari-hari.
Iskandar menyampaikan kegusarannya mengenai kemerosotan adab dan tanggung jawab di tengah masyarakat kiwari. Kemajuan peradaban nyatanya tak selaras dengan adab.
“Dulu urusan sampah tak sepelik sekarang. Soalnya sampah dulu dari bahan organik yang terurai begitu saja. Begitu teknologi berkembang, muncul produk anorganik lain yang menjadi biang kelestarian lingkungan. Kalau kita pinter seharusnya sampah anorganik bisa difungsikan lagi,” lanjutnya.
Dia juga mengkritik sektor pariwisata yang dia anggap menjadi penyumbang sampah. Sektor pariwisata perlu mengelola sampah masing-masing secara tuntas. Makanya Iskandar sempat kaget ketika dia diajak kolaborasi Waterboom Jogja untuk menggelar pameran Wayang Uwuh.
Ternyata, Waterboom Jogja ingin terlibat dalam pengelolaan sampah melalui edukasi. Barangkali ini yang mendorong Iskandar untuk mau terlibat bersama dalam pamerang tunggal. Pasalnya, Iskandar sempat menggaungkan seni penyadaran, utamanya ketika dia menjadi relawan rumah sehat di Jakarta.
General Manager Waterboom Jogja, Agus Rochiyardi, mengatakan dia ingin mengubah wajah Waterboom Jogja menjadi ruangan yang lebih hidup. Tidak melulu soal rekreasi. Perlu ada edukasi dan dinamika tukar gagasan.
“Kami sedang memikirkan apa yang bisa kami lakukan dengan Museum Air ini. Bagaimana kita bisa memanfaatkan energi sekitar, panas bumi, gelombang, angin, biofuel. Energi fossil lama kelamaan juga akan habis,” kata Agus.
Gagasan Agus gayung bersambut dengan semangat pelestarian lingkungan a la Iskandar. Keduanya bersatu untuk mengedukasi melalui cara masing-masing.
Tidak berhenti pada pameran kali ini, Agus berencana menggelar pameran kolaborasi lagi dengan pelukis. Dia mengaku telah bertemu dengan salah satu seniman perempuan yang akan mengelola pameran ini. Pameran ini akan berfokus pada lukisan wanita dengan tema air dan lingkungan.
“Peran air di tengah kehidupan masyarakat kan sentral. Keberadaan dan ketiadaan air akan menimbulkan masalah besar,” katanya.
Agus menginginkan ruang pameran di Waterboom Jogja menjadi lobi mereka. Lobi ibarat wajah yang menyiratkan sejuta ekspresi. Impresi pengunjung akan sangat ditentukan melalui bagaimana ekspresi wajah Waterboom Jogja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Bajrakitiyabha, Putri Kerajaan Thailand Harus Jalani Perawatan
Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Tabrak Truk, Perempuan Pengendera Motor Meninggal Dunia di Patuk
- Kekeringan di Bantul Meluas, BPBD Salurkan 48 Tangki Air Bersih
- Epidemiolog UGM: Sampah Tak Tertangani Picu Lonjakan Leptospirosis
- Alasan Lurah di Gunungkidul Belum Bisa Cairkan Dana Desa Termin Kedua
- Mengenal Tradisi Rebo Pungkasan Alias Rabu Wekasan
Advertisement
Advertisement