Advertisement
ISIF 2025 Soroti Tragedi Sumatera dan Lemahnya Kolaborasi
Sejumlah peserta bergambar bersama seusai pembukaan ajang Indonesia Social Investment Forum (ISIF) 2025 yang digelar di Jogja 9-11 Desember 2025. - Istimewa.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Tragedi bencana di Sumatera menjadi sorotan utama dalam Indonesia Social Investment Forum (ISIF) 2025 di Jogja, yang menilai lambannya penanganan terjadi akibat buruknya kolaborasi lintas sektor.
Forum yang memasuki tahun ke-10 ini menegaskan bahwa pencapaian SDGs membutuhkan pendekatan terpadu antara pemerintah, perusahaan, akademisi hingga masyarakat sipil. Pola kerja terkotak-kotak dinilai membuat penanganan krisis semakin tidak efektif ketika bencana meluas seperti di Sumatera.
Advertisement
Direktur Social Investment Indonesia, Pitono Nugroho menambahkan bahwa kolaborasi dan inovasi menjadi kunci menghadapi tantangan menuju Indonesia Emas 2045. Peluncuran SROI App dan Jurnal Canting menjadi langkah nyata memperkuat ekosistem investasi sosial berbasis teknologi dan keberlanjutan.
Chairperson of Advisory Board Social Investment Indonesia, Jalal menyebut bencana tersebut memperlihatkan secara gamblang dampak pola kerja yang masih terkotak-kotak. Ia menilai perusahaan, pemerintah, hingga masyarakat sipil selama ini bergerak sendiri-sendiri, baik di dalam organisasi maupun antar-sektor.
BACA JUGA
“Kita masih sering berpikir sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan saja yang ngurus community development tidak ngobrol dengan HR atau tim lingkungan. Antarsektor juga begitu. Padahal masalah makin besar dan kompleks,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).
Menurut Jalal, pola pikir yang terfragmentasi itu tercermin dalam lambannya penanganan bencana di Sumatera. “Itu persis gambaran dari cara berpikir yang masih ada batas-batasnya. Kalau mau belajar, kita harus meruntuhkan batas itu,” tegasnya.
Jalal juga menyinggung akar filosofis persoalan ini, bahwa dunia kerja modern masih terjebak pada cara pandang kompartementalis layaknya memecah peran seperti mesin dengan suku cadang terpisah. “Kita lupa bahwa kita sebenarnya ada dalam satu kendaraan yang ingin mencapai tujuan bersama. Kalau hanya memperhatikan bagian kita, tujuan bersama itu sulit tercapai,” katanya.
Direktur Social Investment Indonesia, Pitono Nugroho menyatakan bahwa ISIF 2025 menjadi ruang untuk memperkuat kesadaran kolektif agar batas-batas antar aktor pembangunan dapat dihapuskan. Baginya, bencana Sumatera harus menjadi titik balik.
“Ini saatnya kita lebih kuat membangun kolaborasi dengan inovasi. Teknologi bergerak luar biasa cepat. AI misalnya, bisa membantu prediksi bencana,” ujar Pitono.
Ia menegaskan Indonesia sedang menghadapi tantangan berat menuju visi Indonesia Emas 2045, sehingga kerja sama lintas sektor bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak.
Pitono juga menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan tak semata soal lingkungan, tetapi juga ekonomi dan manusia. “Ini bicara triple bottom line. Semua harus berjalan bersama,” ujarnya.
Dalam agenda ini juga diluncurkan dua layanan digital Social Investment Indonesia yaitu SROI App (untuk perhitungan Social Return on Investment) dan Jurnal Canting (Jurnal transdisipliner terkait pengembangan masyarakat dan investasi sosial dalam ranah dunia keberlanjutan, restorasi dan regeneratif).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement





